Kamis, Januari 14, 2016

Renungan

**********
PRESTASI
**********

Prestasi, apapun jenisnya, sebesar dan sekilcil apapun bentuknya, selayaknya semakin membuat kita dekat dengan Allah, semakin membuat kita bermanfaat untuk yang lainnya. Bukan malah semakin sombong, bukan juga malah menjauhkan jarak dari orang-orang di sekitar kita karena kesibukan kita untuk berprestasi.

“Umi sih enggak masalah, kalau anak-anak umi enggak pinter, yang penting kalian menjadi anak yang soleh dan solehah.” Kata Almarhumah Ustdzh. Yoyoh Yusro kepada anak-anaknya. Iya, investasi terbesar yang dimiliki orangtua adalah anak yang sholeh dan sholehah, bukan anak yang pintar, bukan juga anak yang memiliki sederetan prestasi yang luar biasa banyaknya.

Prestasi hanya akan membuat orangtua kita bangga di dunia, tapi jika tidak diiringi kesolehan, prestasi itu tidak bisa dibanggakan oleh orangtua kita di akhirat kelak. Bukankah amal yang dibawa mati itu salah satunya adalah doa anak yang sholeh, bukan doanya anak yang pintar, bukan juga doa anak yang berprestasi. Biarlah prestasi itu menjadi bonus saja atas kebaikan dan kesolehan kita, sebagai salah satu bukti bakti kita kepada orangtua, keluarga, masyarakat ataupun bangsa; bukan sebagai tujuan utama yang nantinya malah membuat kita tersesat, membuat kita semakin jauh kepada Allah.

Maka, berprestasilah sesuai dengan bidangnya masing-masing, dengan karya-karya terbaik, dengan  kontribusi-kontribusi terbaik, tapi jangan melupakan hubungan kita dengan Allah juga hubungan kita dengan sesama. Lakukanlah kebaikan sebanyak-banyaknya dengan prestasi-prestasi itu, agar kemanfaatannya bisa dirasakan oleh sesama dan pahalanya bisa mengalir kepada orangtua kita, bisa menolong dan membantu kehidupan mereka di akhirat kelak, bisa membuat mereka bangga dunia walakhirat.



************************
UKHUWAH & KONTRIBUSI
************************

Kawasan Sungai Yarmuk pernah menjadi saksi bisu dari tiga tatapan mata paling mesra sepanjang sejarah. Adalah Ikrimah bin Abi Jahal, Harits bin Hisyam, dan Suhail bin Umair, pemilik tiga tatapan mata itu. Ketika ketiganya sedang sekarat di medan perang, salah seorang sahabat memberikan air kepada Ikrimah. Ikrimah hendak meminum air itu, tetapi ketika matanya bertatapan dengan mata Suhail, Ikrimah tidak jadi meminumnya dan meminta kepada sahabat yang membawa air untuk memberikan airnya kepada Suhail; “barangkali dia lebih membutuhkan,” kata Ikrimah. Sesampainya air itu kepada Suhail, Suhail bertatapan dengan Harits, lalu mengatakan kata yang sama seperti yang dikatakan Ikrimah. Sesampainya air itu kepada Harits, Harits juga mengatakan hal yang sama; “barangkali saudara-saudaraku itu lebih membutuhkan daripada aku,” akhirnya, ketiganya keburu syahid, tidak ada yang sempat meminum airnya.

Sementara itu, di sepotong episode sejarah yang lain, dengan waktu dan tempat yang berbeda:

“Silahkan, injakkan kaki anda di puncak tertinggi dunia. Sesungguhnya, mencapai Everest adalah impian anda, bukan impian saya. Impian saya adalah mengantar orang lain menuju Everest.”

Itulah kata-kata yang diucapkan Tenzing Norgay, seorang pemandu pendaki gunung dari Nepal setelah mundur beberapa langkah dan mempersilahkan Sir Edmund Hillary sebagai orang pertama yang menaklukan Everest.

Hampir genap dua tahun kebersamaan kita di asrama. Entahlah sudah seberapa dalam ukhuwah itu terbangun. Sudah seberapa dalam kebersamaan itu benar-benar hadir di dalam hati, bukan hanya fisik semata. Apakah nama-nama sahabat seperjuangan itu sudah rutin tersebut satu-satu dalam untaian doa tulus untuk kebaikan mereka, untuk kemudahan mereka dalam menggapai segala mimpi atau malah lebih sering nama itu kita sebut ketika membicarakan keburukan dan kekurangan. Menjelma menjadi keluhan dan rasa kecewa yang tak terungkapkan. Disimpan sendiri di dalam hati. Padahal, selayaknya saudara, harusnya kita bisa saling mengingatkan, saling menasihati dengan kebenaran, kesabaran juga kasih sayang. Bahwa selain bertanggungjawab terhadap kehidupan kita masing-masing, kita juga harus merasa bertanggungjawab atas saudara-saudari di sekitar kita.

Mungkin kita punya kesibukan, tanggungjawab dan amanah yang menjadi banyak alasan atas ketidakoptimalan kita. Padahal, bertambahnya tanggungjawab bukan berarti boleh melalaikan tanggungjawb sebelumnya atau tanggungjawb yang sudah ada. Bertambahnya tanggungjawab berarti kita harus menambah kapasitas dan kualitas diri kita. Agar tanggungjawab itu bisa berjalan dengan baik, tidak banyak mendzolimi orang lain, juga meningkatkan kualitas kita di hadapan Allah. Atau, mari kita belajar tentang ‘alasan’ pada potongan peristiwa sejarah berikut ini:  

“Maaf, saya sedang tidak punya apa-apa untuk diberikan kepadamu. Adakah hal lain yang bisa saya lakukan untuk meringankan bebanmu?” Kata rasulullah kepada pengemis yang menghampirinya, setelah mendapatkan jawaban dari isterinya bahwa mereka memang sedang tidak punya apa-apa.

“Tidak, ya rasulullah. Biarkan saya tetap pergi berperang walaupun saya hanya bisa memperbesar titik pasukan muslim di mata musuh.” Kata seorang sahabat buta, ketika rasul menjelaskan kepadanya bahwa orang buta mendapatkan keringanan untuk tidak berperang.

“Kenapa kamu berkuda dengan begitu cepat?” tanya seorang sahabat kepada sahabat yang lainnya dalam suatu peperangan
“Sungguh, saya mencium bau syurga di hadapan saya.” Pada hari yang sama, sahabat tadi ditemukan syahid di medan perang

Khadijah menangis, katanya;

“Wahai rasul, aku sudah tak bisa lagi berinfak di jalan Allah. Semua hartaku sudah habis untuk kuinfakkan dalam perjuangan ini. Nanti, kalau kelak aku sudah meninggal, sementara waktu itu kaum muslim sedang berperang dan kalah, yang mengharuskan mereka menyeberang suatu sungai untuk melarikan diri, sedangkan waktu itu mereka sudah tidak punya apa-apa lagi, tolong ya rasul, gali kuburku dan buatlah rakit dari tulang-tulangku, agar mereka bisa menyeberang sungai dengan selamat.”



***********************
PROSES MERAIH MIMPI
***********************
Adalah Khalid bin Walid, komandan perang paling fenomenal dalam sejarah Islam, lebih dari lima puluh peperangan besar yang dipimpinnya, dan semuanya membuahkan kemenangan. Sekujur tubuhnya dihiasi oleh bekas luka di medan perang. Keinginannya sederhana, ingin mati syahid di medan perang. Bukan keinginan yang berlebihan untuk orang yang bahkan lebih mencintai perang daripada isterinya sendiri. Tapi Allah punya kehendak lain, Khalid meninggal di tempat tidur, bukan ketika berperang di medan perang. Tentu saja Allah tetap menyediakan tempat terbaik untuk Khalid di akhirat kelak. Allah hanya hendak memberikan pelajaran kepada Khalid juga kepada kita semua, bahwa sehebat apapun manusia berusaha untuk mengejar mimpinya, Allah yang berhak menentukan pada akhirnya.

Maka, orang yang selalu berdekatan dengan Allah, melibatkan Allah dalam menyusun dan menggapai mimpinya akan merasakan bahwa Allah, selalu lebih tahu mana yang terbaik untuknya. Bahwa dibalik segala kerja keras dan harapannya, ia tak lupa menyediakan ruang untuk menerima, jika ternyata apa yang diimpikannya bukan apa yang Allah inginkan. Kemudian Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik lagi. Sesuatu yang pada akhirnya berujung pada kebaikan, entah itu di dunia, ataupun di akhirat.  

Sebaliknya, orang yang tidak melibatkan Allah dalam proses menggapai mimpinya, akan banyak kecewa, mengeluh, atau bahkan putus asa, jika kerja kerasnya, segala usahanya, belum menyampaikannya kepada mimpinya. Padahal, Allah selalu punya hitungan sendiri. Allah menilai prosesnya, bukan hasilnya. Kalaupun kerja kerasnya belum berhasil, belum mendekatkan kepada mimpi, percayalah, Allah tidak pernah menyia-nyiakan usaha hambaNya. Suatu hari usaha dan kerja keras itu akan menghasilkan, kita saja yang belum tahu kapan dan dimananya. Kita saja yang masih belum mengerti dalam bentuk apa kerjakeras itu dibalas, entah keberhasilan di masa depan, atau pahala di akhirat sana.  

Seorang ustadz pernah mengatakan; jika seorang muslim belum membicarakan apa yang diinginkannya dengan Allah di Qiyamul-lailnya, berarti dia tidak benar-benar menginginkannya. Dalam suatu peperangan, seorang kurir diminta mengantarkan ghanimah kepada salah seorang sahabat yang pulang terlebih dahulu. Sahabat itupun menolak, seraya berkata; sesungguhnya, aku ikut berperang bukan untuk ghanimah ini. Tapi aku ingin agar anak panah menembus jantungku, dan aku bisa mati syahid karenanya. Kurir itupun melaporkan kepada rasulullah beserta membawa kembali ghanimah bagian sahabat tadi, kemudian rasulullah menanggapi; kalau memang apa yang diinginkannya itu jujur dari dalam hatinya, dia akan mendapatkan apa yang diinginkannya itu. Di peperangan selanjutnya, sahabat tadi ditemukan mati syahid, dengan anak panah tepat menembus jantungnya.

Mari kita jujur pada diri kita sendiri. Jujur dengan sepenuh hati dalam membuat mimpi, tentang apa yang benar-benar kita ingunkan, juga mengevaluasi mimpi-mimpi yang sudah kita punya. Karena kejujuran itulah yang membuat kita bisa menerima kekurangan dan kesalahan kita, karena kejujuran itulah yang akan mendorong kita untuk bekerja lebih keras juga rendah hati memperbaiki apa yang perlu diperbaiki. Dan biarkan Allah melakukan tugasNya untuk memutuskan seperti apa hasilnya, karena Dialah sebaik-baiknya penolong, penyayang juga pemberi.



*********
CLOSING
*********

Alhamdulillah, sejauh ini Allah memberikan kita kesempatan dan kepercayaan untuk berada dalam keluarga besar PPPSDMS. Kesempatan dan kepercayaan yang mungkin masih banyak yang belum kita optimalkan. Selayaknya, tidak sepatutnya kita hanya merasa bangga karena berada pada sebuah sistem, kita juga bertanggungjawab untuk membuat sistem itu bangga dengan adanya kita di dalamnya.

Waktu kita tidak lebih dari dua bulan lagi, untuk mengoptimalkan kesempatan dan kepercayaan itu. Mungkin bukan waktu yang panjang untuk memperbaiki ketidakoptimalan, kekurangan juga kesalahan kita. Mungkin banyak juga standar-standar juga nilai-nilai PPSDMS yang belum kita capai dan belum menginternalisasi dalam diri kita. Tapi pembinaan adalah proses, dan waktu bukan sekedar tentang kuantitas tapi juga kualitas. Kuantitasnya memang tidak bisa kita tingkatkan, karena kita akan kedatangan adik-adik kita, generasi baru yang akan melanjutkan perjuangan kita. Tapi kita masih punya kesempatan untuk meningkatkan kualitas kita, dalam dua bulan terakhir masa pembinaan. Anggap saja kita sedang lari marathon yang sebentar lagi mendekati finish. Dan akan memberikan yang terbaik yang kita bisa, usaha yang sekeras-kerasnya, sehabis-sehabisnya untuk mencapai finish itu. Walaupun pada akhirnya belum semua nilai dan stanar ppsdms ada dalam diri kita, setidaknya kita sudah berproses dengan sebaik-baiknya, dengan usaha-usaha terbaik, dengan prestasi-prestasi terbaik, juga dengan kontribusi-kontribusi terbaik yang bisa kita berikan ketika kita menjadi peserta. Semoga dengan begitu Allah berbaik hati untuk mengakhiri masa pembinaan angkatan V dengan khusnul khotimah, dengan akhir yang baik.  

Jangan lupa, PPSDMS is journey not destination. Setelah lulus dari PPSDMS kita harus menyebar ke berbagai sektor kehidupan, menebarkan kebaikan juga kemanfaaatan untuk orang-orang di sekitar kita, untuk alam semesta. Jangan terlalu tergantung dan terpenjara oleh sistem, termasuk oleh PPSDMS. Di luar sana masih banyak tempat yang lebih baik untuk belajar, untuk berkontribusi sekaligus menguji idealisme. Ah, bahkan dulu rasulullah juga hijrah untuk umat yang lebih baik. Sebagaimana sebentar lagi kita akan hijrah di dunia dan lingkungan yang baru. Lingkungan yang mungkin tidak ada yang membangunkan malam-malam untuk qiyamul-lail, tidak ada yang berteriak-teriak untuk mengajak alma’tsurat bareng, tak ada tahsin rutin untuk sekedar memperbaiki bacaan atau menambah hafalan. Apalagi taekwondo. Tidak ada yang akan mengevaluasi prestasi juga capaian kita, tidak ada seminar atau training untuk sekedar mengembangkan diri kita, tidak sering lagi mendengerkan cerita dan pengalaman sukses dan inspiratif dari narasumber.

Tapi semoga proses yang selama ini kita jalani, bisa memberikan bekal yang cukup untuk istiqomah, untuk tetap meneruskan kebiasaan yang baik dengan usaha dan kemauan sendiri. Bahkan menularkan kebaikan itu pada lingkungan yang baru. Mewarnai mereka dengan banyak inspirasi, kebaikan juga kemanfaatan. Selamat berjuang. Mari berfastabiqul-khoirat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Semoga Allah berbik hati untuk kembali mengumpulkan kita. Di syurga-Nya nanti.

YES, WE ARE LEADERS!!!



#diorama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar