Eh,
hidup itu kadang berat banget ya. Ada saat dimana kita benar-benar dipenuhi
masalah. Diuji dengan cobaan yang bertumpuk-tumpuk. Dari berbagai arah. Merasa
dunia ini enggak adil, merasa kok kayaknya begini amat atau begitu amat.
Seperti aku sekarang, merasa lemah, enggak berdaya, terdzolimi entah oleh
siapa, dan enggak tahu harus marah kepada siapa. Enggak tahu harus mengeluh
kepada siapa lagi, selain melampiaskannya kepada bunda.
***
“Allah
itu Maha Penyayang kok, sayang. Selalu. Tak pernah tidak. Hanya saja, tidak
semua orang bisa mengerti bahasa kasih sayang itu. Hanya saja tidak semua orang
memahami, bahwa kasih sayang tidak selalu berwujud nikmat; terkadang cobaan,
ada kalanya dalam bentuk pengingatan, bahkan sesekali dalam bentuk kehilangan.”
Ya
Allah, bunda tenang banget jawabaya. Pake senyum segala lagi. Padahal, tadi aku
cerita dengan meledak-ledak, ingin mendapat pembelaan bunda, pembenaran bunda.
Cukup membuatku lebih terkendali.
“Barangkali,
tak ada kata yang lebih pantas untuk menggambarkan suatu cobaan selain kasih
sayang. Kitanya saja yang terkadang tidak mengerti kasih sayang Allah itu,
bahkan tidak sedikit dari kasih sayang itu yang kita tolak mentah-mentah,
membalasnya dengan keluh kesah.”
“Dan
setiap kasih sayang harus dibalas dengan balasan yang sebaik-baiknya,
menyesuaikan dengan bentuknya masing-masing, dengan bahasanya masing-masing.
Jika bentuknya nikmat, balasannya adalah syukur. Jika cobaan, balasannya ya
sabar. Sedangkan kehilangan harus dibalas dengan penerimaan. Tak ada balasan
terbaik selain itu. Dengan begitu, kita bisa lebih memahami dan merasakan kasih
sayang Nya. Dan adakah yang lebih beruntung selain mereka yang bisa berkasih
sayang dengan-Nya?”
“Bagaimana
cara bersabar dan bersyukur yang baik, bunda?”
“Membiasakan
diri untuk bersabar dalam kesyukuran dan bersyukur dalam kesabaran”
“Maksudnya,
Bun?”
“Nak,
terkadang kita suka sekali memisahkan antara sabar dan syukur.
Seolah-olah bersabar hanya ketika kita mendapatkan musibah atau cobaan
dan bersyukur ketika mendapatkan nikmat. Padahal, sabar dan syukur itu harus
selalu beriringan. Kita harus bersabar ketika mendapatkan musibah, lalu
bersyukur karena Allah masih berkenan menguji kita, berkenan melihat kita lebih
kuat lagi, berkenan menyayangi kita dengan memperhatikan kita melalui
cobaannya, berkenan untuk lebih banyak mendengarkan doa-doa kita. Begitu juga
ketika kita mendapatkan nikmat, harus bersyukur tapi jangan lupa untuk
bersabar. Bersabar, agar nikmat itu tidak membuat kita menjadi ingkar, bersabar
karena siapa tahu itu bukan sebenar-benarnya nikmat, tapi ujian untuk melihat
seberapa syukur kita, ujian apakah kita benar-benar bisa mencintai dan
mengingatNya dalam setiap kondisi.
***
Suatu
hari, forum malaikat berdiskusi perihal makhluk paling baik di muka bumi pada
zaman itu. Adalah Ayyub, nama yang disepakati oleh para malaikat. Iblis tidak terima, menuduh sembarangan bahwa ketaatan
Ayyub, ibadahnya, hanya dikarenakan untuk menjaga hartanya, agar hartanya
semakin banyak. Sekedar berterimakasih karena diberikan anak, keluarga juga
kedudukan yang mulia. Maka, iblis meminta izin kepada Allah untuk menggoda
Ayyub, untuk membuktikan bahwa Ayyub tidak sebaik seperti yang dibicarakan para
malaikat itu.
Lantas,
iblis mengambil harta Ayyub, menjadikannya manusia semiskin-miskinnya. Ayyub
masih beribadah kepada Allah, bahkan dengan ketaatan yang meningkat. Diambilnya
anaknya, Ayyub juga tidak bergeming, malah semakin bertambah kesabaran dan
ketaatannya. Diberikan penyakit yang menghinakan, juga tidak bergeming
sedikitpun keimanannya. Digoda setan melalui isterinya, tetap bisa selamat.
Lantas, Allah mengembalikan apa yang pernah dimiliki Ayyub dengan pengembalian
yang jauh lebih baik lagi. Balsan atas kesabaran dan keimanannya. Balasan
atas cintanya kepada Allah. Kata Ayyub sebelumnya, menjawab godaan-godaan
iblis; Allah yang
memberikan, Allah juga yang berhak mengambil. Allah yang menghidupkan, Allah
juga yang berhak mematikan. Allah yang memberikan kebaaikan dan keburukan.
Allah yang memberikan ridho dan Allah juga yang memberikan murka.
***
“Udah
dong, Putri jangan cemberut lagi. Boleh bunda minta senyumnya?”
***
Senyum?
Aku baru mengetahui keajaibannya, ketika mendengar penjelasan salah satu dosen
di bangku kuliah. Tentu saja bukan sekedar membuat wajah lebih manis dan lebih
cantik. Walaupun bunda selalu nampak lebih cantik dan lebih muda (ups) kalau
sedang tersenyum.
Adalah
Wayne State university, yang iseng melakukan penelitian terhadap 230 gambar
pemain liga bisbol itu. Sengaja
untuk membuktikan kalau senyuman akan membuat seseorang panjang umur. Dan
terbuktilah omongon orangtua kita tentang senyuman memperpanjang usia itu.
Bahkan penelitian itu juga menjelaskan lebih rinci sampai bentuk senyumannya.
Hasilnya, mereka yang masuk katagori tanpa senyum hidup dengan usia
rata-rata 72.9 tahun;
mereka yang tersenyum parsial memiliki angka harapan hidup 75 tahun dan
mereka yang tersenyum paling lebar memiliki angka harapan hidup 79 tahun.Jangan coba-coba untuk memberikan senyuman
palsu. Percuma. Karena penelitian ini juga membuktikan senyuman palsu (yang
terlihat dari tanda-tanda di gambar) tidak memperpanjang usia seseorang.
Penelitian
lain juga membuktikan senyum menghasilkan endorphins, pereda rasa sakit alami
di dalam tubuh. Buat kalian yang sedang sakit, sering-seringlah tersenyum. Dan
kabar baiknya, Berdasarkan
hasil survei The Smiling
Report, Indonesia
adalah negara paling murah senyum di dunia
***
Aku
malah menjawab permintaan senyum bunda dengan muka yang jauh lebih cemberut.
Sengaja dibuat-buat. Nakal sekali. Dan seperti biasa, kalau sudah begitu bunda
akan pura-pura marah, menarik pipiku yang sedang tembem. Lalu kami tertawa
bersama.
#diorama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar