Jumat, Januari 22, 2016

Awan

“Barangkali, kita perlu berangkat dari sebuah pemahaman, bahwa; satu-satunya kelemahan manusia adalah memiliki banyak kekurangan. Sayangnya, tidak semua kekurangan bisa diperbaiki. Bahkan ada kekurangan yang cukup diselesaikan dengan sebuah penerimaan.”   

***

Itu nasihat bunda waktu aku sedang bingung terhadap sebuah rasa. Aih, kalian pernah mengalami perasaan aneh; ketika melihat, mendengar, atau menyaksikan orang yang kita kenal, sahabat-sahabat kita, mengalami kesuksesan terlebih dahulu dalam hidupnya. Ada senengnya sih, tapi sedikit. Yang banyak adalah pembandingan-pembandingannya; kapan aku bisa seperti itu, kenapa aku masih seperti ini, merasa lemah, belum bisa berbuat apa-apa, ketinggalan jauh banget, bahkan terkadang iri-iri gimana gitu. Intinya lebih banyak pikiran negatifnya daripada positifnya, walaupun biasanya itu cuma sesaat, akan lupa dengan sendirinya tapi cepet banget inget lagi kalau ketemu orang yang lainnya, apalagi kalau kondisiku belum berubah juga. Maka malam itu, bunda menceramahiku. Agak panjang kali ini, dan aku cuma bisa diam mendengarkan;

“Ini bukan tentang keberhasilan atau kegagalan mereka, sayang. Ini tentang Putri dan keyakinan Putri. Allah selalu punya rahasia tersendiri untuk masing-masing hambaNya. Bahkan sebenarnya hidup kita hanyalah pencarian untuk menemukan rahasia itu. Tapi kita tidak harus memahami semua rahasiaNya, yang harus benar-benar kita pahami adalah; kehidupan kita sudah Allah tetapkan. Karenanya penerimaan akan selalu menjadi hal paling indah dan bijaksana untuk menyikapi ketetapan itu. Allah itu Maha Baik kok, hanya saja perlakuan Allah terhadap kehidupan kita, seringkali disesuaikan dengan seberapa besar usaha kita. ”

“Lagipula, tidak semua jalan itu lurus dan mulus. Terkadang, kita harus berputar-putar terlebih dahulu untuk menemukan siapa diri kita sebenarnya, untuk mendapatkan apa yang benar-benar kita ingingkan, juga untuk menjadi seperti apa yang benar-benar kita mau. Syaratnya, kita harus tetap melangkah; tak peduli sepelan atau sependek apapun langkah itu. Tak peduli kita harus berputar berapa kali atau berputar kemana terlebih dahulu. Suatu hari, kesempatan itu pasti akan datang menemui kita. Kita hanya harus mempersiapkan diri untuk menyambutnya.”

“Bisa jadi kita akan kehilangan waktu untuk berputar-putar, tapi jangan sampai kita kehilangan pembelajaran dan kebijakan dari perjalanannya. Dengan begitu; semoga pembelajaran, kebijaksanaan dan kedewasaan itu cukup lunas untuk membayar waktu yang telah hilang, juga cukup kuat untuk melipatgandakan kebahagiaan yang didapat setelahnya.”

“Putri tahu? Terkadang, sadar ataupun tidak kita suka sekali memposisikan diri kita sebagai korban. Korban sistem lah, korban atas tidakbertanggungjawabnya orang lain, korban dari kesalahan orang lain atau berbagai macam rupa korban-korban lainnya.Merasa dengan begitu kita tidak bersalah, patut dikasihani, mendapatkan pembelaan juga pembenaran. Padahal lebih banyak dari kita yang menjadi korban dirinya sendiri. Baik korban perasaannya sendiri ataupun pikirannya sendiri. Perasaan dan pikiran yang menimbulkan ketidaksukaan dan kekecewaan yang sulit berkesudahan, yang membuat waktu terbuang percuma, membuat semangat kian menurun, atau sekedar menghasilkan karya yang kehilangan nyawa.”

“Padahal, kita selalu punya keleluasaan untuk menentukan pikiran kita, perasaan kita, juga tindakan kita ... “

***

“Eh, bunda salah ya, bunda terlalu cerewet ya? Maaf.” kata bunda dengan muka menyesal,  waktu sadar kalau aku banyak diemnya.

“Enggak kok Bunda. Kenapa ya Bun, terkadang aku kok ngerasa hidup ini kosong ya?”aku mulai bersuara.

“Nak, tanpa kekosongan, siapapun tidak akan bisa memulai sesuatu. Coba deh perhatikan langit di siang hari. Sepertinya, langit itu kosong. Tapi kita tahu, langit tidak pernah kosong. Ada banyak bintang. Bahkan tak terhingga banyaknya. Putri harus percaya itu. Langit itu cuma tertutup awan. Kalau Putri bisa menyibak awan-awan itu, Putri akan menemukan banyak sekali bintang. Dan dari sekian banyak bintang, akan ada satu atau lebih yang berjodoh dengan Putri, yang sesuai dengan takdir dan masa depan Putri, yang sesuai dengan jalan kehidupan Putri.” *

“Bintang itu bisa jadi kemampuan, cita-cita, keinginan, atau kelebihan Putri. Sedangkan awannya bisa berupa masa lalu yang menghantui, kegagalan yang pahit, kekhawatiran terhadap masa depan, ketidakberanian mengambil keputusan, kemauan yang belum ada, tidak percaya diri dengan potensi yang ada, enggan mencoba, bahkan sampai penyakit hati yang mematikan.”

***

“Eh, ikut bunda, yuk.”

Bunda menarik tanganku sebelum aku sempat bertanya mau kemana. Ternyata tak kemana-mana, hanya duduk di teras rumah;

“Putri, lihat langit deh. Banyak banget ya bintangnya. Tak lagi ada awan yang menghalangin. Putri suka bintang yang mana, mau bintang yang mana? Kalau bunda yang itu, itu, sama itu.”

Aku cuma senyum melihat tingkah bunda yang kayak anak-anak, dengan muka cerah dan tangan yang menunjuk-nunjuk ke langit. Ya, barangkali aku harus segera mungkin mengusir awan, agar bisa melihat dan menentukan bintang-bintangku.

“Enggak boleh yang itu bunda, itu kan punya Putri. Pokoknya enggak boleh. Bunda yang lain saja.”
“Tapi kan bunda yang duluan..”
“Enggak bunda, itu cocoknya buat Putri, bukan buat bunda..”
“Itu punya bunda...”
“Bukan, pokoknya punya Putri...”


 #diorama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar