“Barangkali,
kita perlu berangkat dari sebuah pemahaman, bahwa; satu-satunya kelemahan manusia adalah memiliki banyak kekurangan. Sayangnya, tidak semua kekurangan bisa
diperbaiki. Bahkan ada kekurangan yang cukup diselesaikan dengan sebuah
penerimaan.”
***
Itu
nasihat bunda waktu aku sedang bingung terhadap sebuah rasa. Aih, kalian pernah
mengalami perasaan aneh; ketika melihat, mendengar, atau menyaksikan orang yang
kita kenal, sahabat-sahabat kita, mengalami kesuksesan terlebih dahulu dalam
hidupnya. Ada senengnya sih, tapi sedikit. Yang banyak adalah
pembandingan-pembandingannya; kapan aku bisa seperti itu, kenapa aku masih
seperti ini, merasa lemah, belum bisa berbuat apa-apa, ketinggalan jauh banget,
bahkan terkadang iri-iri gimana gitu. Intinya lebih banyak pikiran negatifnya
daripada positifnya, walaupun biasanya itu cuma sesaat, akan lupa dengan
sendirinya tapi cepet banget inget lagi kalau ketemu orang yang lainnya,
apalagi kalau kondisiku belum berubah juga. Maka malam itu, bunda
menceramahiku. Agak panjang kali ini, dan aku cuma bisa diam mendengarkan;
“Ini
bukan tentang keberhasilan atau kegagalan mereka, sayang. Ini tentang Putri dan
keyakinan Putri. Allah
selalu punya rahasia tersendiri untuk masing-masing hambaNya. Bahkan sebenarnya
hidup kita hanyalah pencarian untuk menemukan rahasia itu. Tapi kita tidak
harus memahami semua rahasiaNya, yang harus benar-benar kita pahami adalah;
kehidupan kita sudah Allah tetapkan. Karenanya penerimaan akan selalu menjadi
hal paling indah dan bijaksana untuk menyikapi ketetapan itu. Allah itu Maha
Baik kok, hanya saja perlakuan Allah terhadap kehidupan kita, seringkali
disesuaikan dengan seberapa besar usaha kita. ”
“Lagipula,
tidak semua jalan itu lurus dan mulus. Terkadang, kita harus berputar-putar terlebih dahulu
untuk menemukan siapa diri kita sebenarnya, untuk mendapatkan apa yang
benar-benar kita ingingkan, juga untuk menjadi seperti apa yang benar-benar
kita mau. Syaratnya, kita harus tetap melangkah; tak peduli sepelan atau
sependek apapun langkah itu. Tak peduli kita harus berputar berapa kali atau
berputar kemana terlebih dahulu. Suatu hari, kesempatan itu pasti akan datang
menemui kita. Kita hanya harus mempersiapkan diri untuk menyambutnya.”
“Bisa
jadi kita akan kehilangan waktu untuk berputar-putar, tapi jangan sampai kita
kehilangan pembelajaran dan kebijakan dari perjalanannya. Dengan begitu; semoga pembelajaran, kebijaksanaan dan
kedewasaan itu cukup lunas untuk membayar waktu yang telah hilang, juga cukup
kuat untuk melipatgandakan kebahagiaan yang didapat setelahnya.”
“Putri
tahu? Terkadang, sadar ataupun tidak kita suka sekali memposisikan diri kita
sebagai korban. Korban sistem lah, korban atas tidakbertanggungjawabnya orang lain,
korban dari kesalahan orang lain atau berbagai macam rupa korban-korban
lainnya.Merasa dengan begitu kita tidak bersalah, patut
dikasihani, mendapatkan pembelaan juga pembenaran. Padahal lebih banyak dari
kita yang menjadi korban dirinya sendiri. Baik korban perasaannya sendiri
ataupun pikirannya sendiri. Perasaan dan pikiran yang menimbulkan ketidaksukaan
dan kekecewaan yang sulit berkesudahan, yang membuat waktu terbuang percuma,
membuat semangat kian menurun, atau sekedar menghasilkan karya yang kehilangan
nyawa.”
“Padahal,
kita selalu punya keleluasaan untuk menentukan pikiran kita, perasaan kita,
juga tindakan kita ... “
***
“Eh,
bunda salah ya, bunda terlalu cerewet ya? Maaf.” kata bunda dengan muka menyesal, waktu sadar
kalau aku banyak diemnya.
“Enggak
kok Bunda. Kenapa ya Bun, terkadang aku kok ngerasa hidup ini kosong ya?”aku
mulai bersuara.
“Nak,
tanpa kekosongan, siapapun tidak akan bisa memulai sesuatu. Coba deh perhatikan
langit di siang hari. Sepertinya, langit itu kosong. Tapi kita tahu, langit
tidak pernah kosong. Ada banyak bintang. Bahkan tak terhingga banyaknya. Putri
harus percaya itu. Langit itu cuma tertutup awan. Kalau Putri bisa menyibak
awan-awan itu, Putri akan menemukan banyak sekali bintang. Dan dari sekian banyak
bintang, akan ada satu atau lebih yang berjodoh dengan Putri, yang sesuai
dengan takdir dan masa depan Putri, yang sesuai dengan jalan kehidupan Putri.”
*
“Bintang
itu bisa jadi kemampuan, cita-cita, keinginan, atau kelebihan Putri. Sedangkan
awannya bisa berupa masa lalu yang menghantui, kegagalan yang pahit,
kekhawatiran terhadap masa depan, ketidakberanian mengambil keputusan, kemauan
yang belum ada, tidak percaya diri dengan potensi yang ada, enggan mencoba,
bahkan sampai penyakit hati yang mematikan.”
***
“Eh,
ikut bunda, yuk.”
Bunda
menarik tanganku sebelum aku sempat bertanya mau kemana. Ternyata tak
kemana-mana, hanya duduk di teras rumah;
“Putri,
lihat langit deh. Banyak banget ya bintangnya. Tak lagi ada awan yang
menghalangin. Putri suka bintang yang mana, mau bintang yang mana? Kalau bunda
yang itu, itu, sama itu.”
Aku
cuma senyum melihat tingkah bunda yang kayak anak-anak, dengan muka cerah dan
tangan yang menunjuk-nunjuk ke langit. Ya, barangkali aku harus segera mungkin
mengusir awan, agar bisa melihat dan menentukan bintang-bintangku.
“Enggak
boleh yang itu bunda, itu kan punya Putri. Pokoknya enggak boleh. Bunda yang
lain saja.”
“Tapi
kan bunda yang duluan..”
“Enggak
bunda, itu cocoknya buat Putri, bukan buat bunda..”
“Itu
punya bunda...”
“Bukan,
pokoknya punya Putri...”
#diorama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar