“Laki-laki itu lebih senang dipuji. Sedangkan
perempuan lebih senang diperhatikan.”
Itu salah satu
nasihat ayah dalam salah satu forum lelaki, ketika aku bingung bagaimana
caranya memperlakukan teman-teman dalam satu organisasi. Dan nasihat itu
ternyata benar. Aku pernah mencobanya. Aku pernah bilang sama bunda kalau
masakan bunda itu enak, dan jawaban bunda:
“Pasti lagi ada maunya nih.” (langsung ketahuan
kan).
Suatu hari yang lain
aku bilang sama bunda:
“Kok masakannya bunda berbeda dari biasanya sih?”
Maka bunda langsung
menjawab dengan muka antusias, menjelaskan bahannya apa saja, bumbunya apa
saja, bagaimana cara memasaknya, dan kenapa begini kenapa begitu yang lainnya.
Pembicaraan selanjutnya menjadi lebih lancar.
Masalahnya,
perhataian jauh lebih rumit daripada sekedar pujian. Tahu alasannya kenapa?
Perhatian cenderung lebih tulus daripada sekedar pujian, membutuhkan
pengorbanan waktu yang lebih banyak. Dan kalau ngomongin ketulusan dan
pengorbanan, apalagi ujung-ujungnya kalau bukan tentang perasaan.
Sedangkan bagi
lelaki, logikanya, pujian merupakan salah satu hal yang membanggakan, yang
secara langsung dan simple merepresentasikan siapa orang dibalik
pujian tersebut.Sebenarnya, intinya bukan ada pada pujiannya tapi penghormatannya,
pengakuannya, penghargaannya. Cara
yang paling sederhana ya dengan pujian tersebut. Indikator yang lainnya, lelaki
suka banget kalau perintahnya dijalankan, usulannya disetujui, pikiran dan
tindakannya diakui. Dan sadar atau tidak sadar, secara normal laki-laki akan memperjuangkan
itu. Jangan tanya tentang perhatian, kenapa begini kenapa begitu, ada apa di
sini di situ, kepekaan dan sejenisnya. Laki-laki cenderung males banget buat
memikirkan hal yang kurang penting itu. Makanya, kepekaan laki-laki rata-rata
lebih kecil daripada kepekaan perempuan. Salah satu akibatnya lagi, perempuan
lebih mudah untuk dikasih tahu dan diingatkan. Buktinya, lihat saja para
perempuan di keluargaku ini:
***
“Bunda, tahu enggak sih, kalau bunda itu keliatan
jauh lebih cantik dengan bibir yang tertutup.”
Itu sindiran khas
ayah kalau bunda udah keterlaluan benget cerewetnya. Biasanya bunda langsung
berhenti, tarik nafas, beristigfar dan tersenyum. Kalau sama Kak Putri, aku
juga suka bilang begitu. Hanya ada sedikit perbedaan redaksi saja:
“Kakak, tahu enggak sih, kalau kakak itu kelihatan
jauh lebih jelek kalau marah-marah begitu.”
Kak Putri juga akan
berhenti, tapi pasti tangannya sudah siap untuk menimpukku dengan benda-benda
ringan di sekitarnya. Dan jujur ya, aku lebih senang ditimpuk dari pada
mendengar omelannya.
***
Makanya
lagi, jangan terlalu kaget kalau menemukan perempuan yang suka cari perhatian
atau laki-laki yang suka tebar pesona. Kurang lebih, alasannya seperti yang
sudah aku ceritakan di atas. Jangan heran juga kalau nemuin laki-laki yang cuek
bebek atau nemuin perempuan yang enggak suka dicuekin. Dan berita buruknya,
kata ayah dalam suatu pertemuan forum lelaki, suka cari perhatian dan suka
tebar pesona itu salah satu tindakan yang kurang mulia dan juga norak. Lain
kali, aku akan ceritakan kenapa demikian.
***
Malam itu ada forum
keluarga. Aku, ayah, bunda dan Kak Putri berkumpul seperti biasa. Yang tidak
biasa, waktu itu aku dan Kak Putri lagi marah-marahan, entah apa penyebabnya,
tiba-tiba adu mulut tentang laki-laki dan perempuan. Maka jadilah forum
keluarga malam itu menjadi forum perdamaian yang sebagian isinya sudah aku
ceritakan sebelumnya. Ini sebagian yang lainnya:
“Nak,
tahu enggak kenapa laki-laki diciptakan terlebih dahulu daripada perempuan?”
“Kenapa emang,
Bunda?”
“Karena,
suatu karya yang agung, selalu didahului oleh trial and error.”
Bunda menjawab
sembarangan. Kak Putri langsung ngakak, aku dan ayah jelas saja enggak terima.
Untung ayah langsung membalas;
“Kali
ini bunda salah, itu karena laki-laki harus menjadi imam bagi perempuan.
Makanya diciptakan terlebih dahulu.”
Giliran aku yang
tertawa. Dan begitulah, malam itu ribut sekali forum lelaki dan forum
perempuan. Dan astaga, ayah dan bunda bukannya mendamaikan, sengaja betul
ikut-ikutan ngomporin. Kompak sekali kami saling bersekutu. Tentu saja proses
perdamaian gagal total. Tapi kami bisa saling tertawa, saling mengejek, sampai
diakhiri dengan kesimpulan ayah:
“Putra, Putri, dengerin ayah. Kalau memang ada
pertanyaan kenapa laki-laki begini dan kenapa perempuan begitu, kenapa kalian
berbeda ini dan berbeda itu, jawaban yang paling tepat adalah karena laki-laki
dan perempuan sengaja diciptakan untuk saling melengkapi. Kenapa secara umum,
terlebih lagi dalam berumah tangga laki-laki harus menjadi imam bagi perempuan,
itu bukan karena ketidakadilan. Tapi, karena dalam kondisi apapun, harus selalu
ada yang dipimpin dan memimpin. Dan dalam rumah tangga laki-laki cenderung
lebih hebat menjadi pemimpin, sedangkan perempuan lebih hebat menjadi yang
dipimpin. Sekali lagi ayah tekankan, hebatnya bukan terletak pada posisi
pemimpin atau yang dipimpin. Hebatnya terletak pada fitrah laki-laki dan
perempuan itu sendiri yang sudah didesain dengan sedemikian rupanya. Coba
kalian bayangkan, kalau ayah harus menjadi seperti bunda, dan bunda harus
menjadi seperti ayah. Pasti akan berantakan keluarga kita.”
“Dan bukankah sudah pernah ayah bilang kalau
kemulian itu bukan terletak pada posisi? Tapi pada bagaimana kita menjalankan
posisi tersebut dengan baik. Maka bisa jadi, bunda lebih mulia daripada ayah
karena bunda yang sudah berkorban melahirkan kalian. Karena itulah panggilan
dari bunda yang harus kalian dahulukan daripada ayah, karena itulah surga itu
adanya di telapak kaki bunda, bukan ayah. Di sisi yang lain, ayah bisa jadi
lebih mulia karena ayah yang berkewajiban untuk menafkahi kalian, untuk melindungi
kalian. Ayah tidak selalu lebih baik daripada bunda. Bunda juga tidak selalu
lebih mulia daripada ayah. Yang jelas, perempuan dan laki-laki sama-sama punya
kesempatan untuk menjadi mulia dengan fitrahnya masing-masing. Yang tidak mulia
adalah perempuan dan laki-laki yang suka menghina, yang suka merendahkan orang
lain, yang mengambil hak orang lain. Bukan permasalahan jenis kelaminnya.”
“Mungkin, di luar sana ada yang menuntut tentang
kesetaraan gender, tentang HAM dan yang lainnya. Kasihan sekali mereka karena
belum merasakan keindahan itu, masih belum memahami bahwa permasalahannya bukan
terletak pada perbedaan gender tersebut, tapi terlebih pada kemampuan untuk
menerima dan menghormati fitrah masing-masing. Tak perlu kalian terjebak pada
pemikiran-pemikiran tersebut. Karena sudah pasti mereka tidak bahagia, buktinya
mereka hanya sibuk berkampanye menuntut ini dan itu kan. Bukan permasalahan
gender tersebut yang membuat mereka tidak bahagia. Tapi mereka gagal untuk
memahaminya. Walaupun katakanlah banyak kasus kekerasan rumah tangga atau
penganiayaan dan sebagainya. Sungguh, itu bukan karena ada kesalahan di
pembagian fitrah laki-laki dan perempuan. Malah sebaliknya, itu terjadi karena
mereka tidak kembali kepada fitrahnya masing-masing. Suami tidak melindungi,
atau bisa jadi isterinya yang tidak bisa menyayangi. Sedangkan ayah dan bunda
sudah sangat berbahagia dengan kondisi seperti ini. Dengan saling menghormati
peran masing-masing. Dengan saling berbagi dan melengkapi.”
***
Aku mendengar dengan
takzim penjelasan ayah dan mengiyakan di dalam hati tanda setuju banget.
Terutama point saling melengkapi. Walaupun persetujuan itu bukan karena
penjelasan ayah yang super canggih itu. Terlebih dari pengalaman masa SD,
ketika menjahili teman perempuan. Memang benar jika laki-laki itu sudah
diberikan potensi untuk nakal dan perempuan diberikan potensi untuk cengeng.
Dan boleh percaya atau tidak, waktu masih kecil, buat lelaki, kenakalan itu
akan jauh lebih sempurna jika dilengkapi dengan kecengengan perempuan. Ada
kebanggaan dan kepuasan tersendiri.
Maka, kalau punya
adik perempuan yang masih SD dan suka dijahilin sama temen laki-lakinya,
sedangkan waktu itu adik perempuannya enggak punya waktu atau lagi enggak mood buat
melayani kenakalan itu, saranku, suruh saja dia pura-pura menangis. Pasti
kenakalan lelaki itu langsung berhenti seketika. Atau minimal bisa diredam
sementara waktu. Dan ini bisa jadi kenyataan yang cukup kejam, berhentinya
bukan karena takut atau kasihan. Tapi dengan melihat perempuan tersebut
menaggis, lelaki sudah berada pada tingkat kepuasan yang maksimum. Harap
diingat baik-baik, ini contoh kasusnya waktu SD ya, belum tahu kalau masa
setelah SD. Nanti deh, aku coba tanyakan lagi di forum lelaki.
#diorama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar