“Putri, kalau kamu butuh nangis, nangis aja. Bunda ada di sini.
Enggak usah pura-pura senyum begitu. Jelek tahu. Untuk kondisi saat ini, muka
kamu itu lebih manis kalau menangis, bukan tersenyum.”
Aku langsung memeluk bunda, nangis sejadi-jadinya.
Melimpahkan kesal sekesal-kesalnya. Setelah seharian mengurung diri di kamar.
Hari itu aku dinyatakan gagal mengikuti tes seleksi universitas yang aku pengen
banget kuliah di sana. Tentu saja enggak bisa melalui SPMB atau sejenisnya.
Masalahnya, ini universitas luar negeri. Beasiswa pula. Padahal aku sudah
jauh-jauh hari mempersiapkannya. Seperti biasa, kalau aku lagi ada masalah,
bunda membiarkanku sendiri untuk beberapa saat sampai dianggap cukup. Lalu,
kami akan saling bicara di forum perempuan, berdua saja. Hanya aku dan bunda.
***
“Nak, apa yang terjadi dalam hidup ini, bukan
ditentukan oleh kita. Tapi kita selalu bisa menentukan apa yang kita inginkan
dalam hidup dan apa yang harus kita lakukan untuk mendapatkannya.” Bunda mulai bicara setelah aku lebih tenang, aku masih dalam
pelukan bunda.
“Terkadang, pilihan terbaik bukanlah apa yang
benar-benar kita inginkan. Pilihan terbaik adalah pilihan yang tidak membuat
kita menyesal menjalaninya. Artinya, selalu ada kesempatan untuk menjadikan
suatu pilihan yang kita ambil, seburuk apapun pilihan itu, sebagai pilihan yang
terbaik. Selama kita bisa menikmati dan menjalaninya dengan baik, dengan penuh
tanggungjawab, tidak dengan penyesalan yang berlarut-larut. Kalau memang sudah
benar-benar tidak bisa menjalaninya, baru kita tinggalkan dan mencari pilihan
lain yang lebih baik lagi. Apa Putri lupa, kalau Allah selalu memberikan
yang terbaik untuk kita, untuk hamba-hambaNya.”
”Iya sih, Bunda. Tapi tetap aja Putri gagal, enggak
bisa mewujudkan keinginan Putri.”
“Gagal itu masih diperbolehan, sayang. Bahkan banyak
orang yang lebih banyak mendapatkan pelajaran dari kegagalan ketimbang dari
kesuksesan. Dengan kegagalan, kita tahu kelemahan kita. Sedangkan salah satu
cara terbaik menjadi kuat adalah dengan mengetahui kelemahan. Yang tidak boleh
adalah menyerah. Karena kalau kita menyerah saat ini, sejatinya kita sedang
menyerah di masa depan. Bukankah masa depan kita ditentukan pada saat ini.
Itulah kenapa saat ini jauh lebih berharga daripada masa lalu ataupun masa depan.”
“Putri merasa apa yang selama ini Putri lakukan itu
sia-sia, Bunda. Udah capek ini itu, kesana kemari, tetep aja belum berhasil.
Kok kayaknya enggak adil ya.”
“Eh, Putri enggak boleh ngomong gitu. Tidak ada
usaha yang sia-sia. Apalagi jika usaha itu tergolong dalam kebaikan. Selalu ada
balasan untuk setiap kebaikan. Hanya saja, selalu kebaikan yang kita lakukan
dibalas pada saat itu juga. Terkadang Allah menundanya, Karena Dia lebih tahu
saat yang tepat untuk membalasnya. Saat dimana kita benar-benar membutuhkan
balasan itu.”
“Tapi ada temen Putri yang usahanya biasa-biasa
saja, berhasil Bunda. Tapi Putri yang udah usaha dan berdoa mati-matian kenapa
masih gagal?”
“Iya, Putri akan capek dan iri kalau menggunakan
standar orang lain. Percayalah, Allah punya hitungan sendiri untuk
masing-masing hambaNya. Setiap usaha ada balasannya. Bisa saja orang yang rajin
berusaha dan jarang berdoa yang berhasil. Bisa jadi juga orang yang rajin
berdoa dan rajin berusaha yang berhasil. Bahakan adalanya, mereka yang tidak
berusaha dan tidak berdoa yang berhasil. Tapi setiap usaha dan doa ada hitungan
masing-masing. Orang yang berusaha mati-matian tapi lupa berdoa bisa saja berhasil
sesuai sunatullah, tapi yang bersangkutan hanya mendapatkan pahala berusaha
saja, tidak mendapatkan pahala berdoa. Begitu juga sebaliknya, ada yang hanya
dapat pahala berdoa tapi sedikit yang mendapatkan pahala berusaha karena
usahanya belum optimal. Makanya, yang lebih baik selalu yang rajin berusaha dan
rajin berdoa. Perkara berhasil atau tidak, itu urusan Allah. Setidaknya, kita
bisa mendapatkan pahala dari usaha dan doanya. Kalau berhasil juga, anggap saja
itu bonus.”
“Maafin Putri, ya Bunda. Udah gagal dan
mengecewakan.”
“Tak ada yang perlu dimaafin, Nak. Terkadang,
pembelajaran jauh lebih penting dari sekedar keberhasilan dan kegagalan.”
“Ngomong-ngomong, apa rencana Putri sekarang?”
“Belum tahu Bunda, paling ikut SPMB, sesuai rencana
B Putri. Nanti deh, aku pikirin lagi.”
“Ya udah kalau begitu, ayo makan malam. Yang lain
udah nungguin tuh. Dari siang Putri belum makan, kan?”
“Iya, Bunda.”
***
Sepertiga malam. Aku terbangun hendak ke kamar mandi. Tak
sengaja mendengar lirih isak tangis perempuan. Tentu saja bukan setan. Aku
kenal banget suara lembut itu. Suara bunda. Selintas aku juga mendengar namaku
ada dalam lirih doanya. Sudah pernahkah aku ceritakan pada kalian sebuah
rahasia kecil, kalau bunda selalu punya lebih banyak air mata untuk
anak-anaknya.
NB:
Bagian sebelumnya dari tulisan ini diberi judul
“kuliah cinta”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar