Minggu, Januari 17, 2016

Merayu Setan

Bunda dilanda bingung. Untuk kesekian kalinya, ia dibingungkan oleh keinginan anaknya. Bukan tak mau, ibu mana yang tak ingin membahagiakan anaknya. Ibu mana yang tak mau mengabulkan keinginan anaknya, selama itu baik dan mampu. Walaupun dulu Bunda punya kesalahan besar terlalu memanjakan anak sulungnya. Akhirnya si sulung tidak bisa mandiri, terlalu lemah untuk menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri.

Untuk si bungsu, bunda tak ingin mengulanginya. Pernah suatu ketika bunda pura-pura meninggalkan si bungsu di tempat wisata, karena si bungsu terlalu bandel dan tidak mau mendengar nasihatnya untuk menggandeng tangannya agar tidak hilang di keramaian. Akhirnya si bungsu menangis tak karuan, ketika sadar bunda sudah tak ada di sampingnya. Sedangkan dari suatu sudut, satu jam lamanya bunda mengamati si bungsu dengan sangat khawatir. Tak tega. Tapi tetap dibiarkan putri bungsunya menangis dalam ketakutan. Sampai ada petugas yang mengumumkan anak hilang. Semenjak itu si bungsu lebih menurut dengan Bunda.

Suatu ketika lagi, bunda meminta si bungsu untuk berjalan di atas papan kecil.  Di bawah papan itu ada lubang yang cukup dalam bagi anak-anak. Si bungsu ketakutan. Beberapa kali terjatuh dan menangis, tapi bunda tetap meminta si bungsu mencoba sampai berhasil. Ketika berhasil kedua ibu anak itu sama-sama bahagia, bunda bertepuk tangan dan memeluk si bungsu. Semenjak itu juga si bungsu jadi jauh lebih berani.

Pernah juga si bungsu meminta dibelikan boneka yang sangat besar. Bunda tidak mengabulkannya. Bukan karena tak sanggup membelikannya. Bunda sedang mengajarkan kepada si bungsu kalau keinginan tak selamanya harus dituruti, dan ingin mengajarkan bagaimana menyikapi kesedihan. Sayangnya, kali ini bunda gagal. Ia luluh juga dengan permintaan si bungsu, setelah anaknya tak mau makan dan tak keluar kamar seharian. Tapi bunda tak kehabisan akal untuk mendidik anaknya, sebelum boneka itu diberikan kepada si bungsu, bunda memberi syarat si bungsu hanya boleh bermain dengan boneka setelah belajar, semenjak itu si bungsu juga lebih rajin belajar.

Tapi akibat buruknya, si bungsu jadi agak manja. Kalau minta sesuatu dan tak dipenuhi, kebiasaannya kumat untuk mengurung diri di kamar, tanpa makan. Lagi-lagi bunda tak kehilangan akal. Bunda tetap tidak mengabulkan keinginan si bungsu. Walaupun si bungsu sudah menangis, tak mau makan dan mengurung diri seharian. Sementara di kamarnya bunda sangat gelisah dan khawatir dengan kondisi anaknya, sampai ikut sedih dan menangis. Hampir saja bunda luluh lagi, jika saja ayah tidak meyakinkan bunda kalau anaknya tidak akan meninggal dengan tak makan seharian. Tengah malam, bunda terbangun, mendengar suara berisik dari dapur. Setelah dilihat, bunda bahagia sekali, melihat si bungsu sedang makan di dapur. Bunda membiarkan si bungsu sendiri, dan kembali ke kamarnya. Paginya, bunda memasuki kamr si bungsu yang sudah tak terkunci lagi, dan tak tahu siapa yang memulai, ibu anak itu saling berpelukan, saling meminta maaf, dan berbicara dari hati ke hati tentang keinginan si bungsu, tentang keberatan bunda. Semenjak itu, mereka sering diskusi tentang keinginan dan harapan masing-masing. Ah, bunda ingin mengajarkan kedewasaan, tapi bukan hanya kedewasaan yang tesampaikan, lengkap satu paket dengan keterbukaan dan demokrasi dalam keluarga.

Salah satu hobi Bunda adalah mendaftarkan si bungsu pada kompetesi yang menurut bunda sesuai dengan bakat anaknya itu. Tujuan utamanya bukan prestasi, walaupun bunda akan menjadi orang yang paling berbahagia jika anaknya menjuari suatu kompetesi, entah itu menggambar, pidato, atau lomba baca tulis al-qur`an. Bunda ingin mengajarkan si bungsu bagaimana caranya memaknai kegagalan. Awalnya si bungsu akan sangat kesal dan kecewa jika gagal dalam suatu lomba, pernah juga sesekali menangis, bunda akan tersenyum dan menghibur, sambil mengevaluasi, meminta anaknya bekerja lebih keras, dan mengajarkan bagaimana bersikap ketika menang dan kalah. Dalam lomba menggambar yang kesekian kalinya, si bungsu gagal lagi. Tapi kali ini tak seperti biasanya, putrinya tidak megajaknya untuk langsung pulang. Tiba-tiba si bungsu berlari menuju para pemenang, bersalaman da mengucapkan selamat. Bunda  terharu melihatnya. Semenjak itu, bunda jarang melihat anaknya mengeluh ketika gagal.

Tapi untuk kali ini, bunda benar-benar bingung bagaimana menyikapi putri bungsunya itu;

“Bunda, aku ingin merayu setan.”
“Hah, apa Nak?”
“Aku ingin merayu setan, bunda harus membantu ya.”

 ^_^

Tapi untuk kali ini, bunda benar-benar bingung bagaimana menyikapi putri bungsunya itu;

“Bunda, aku ingin merayu setan.”
“Hah, apa Nak?”
“Aku ingin merayu setan, bunda harus membantu ya.”
“Kenapa?”
“Bunda, kata pak ustadz setan itu jahat, suka menjerumuskan manusia. Pokoknya enggak ada baik-baiknya deh.”
“Iya, kalo itu Bunda tahu.”

“Nah, makanya aku ingin merayu setan Bunda. Biar dia enggak jahat lagi. Biar jadi baik. Biar dia enggak menjerumuskan manusia lagi, Bunda.”
“Emang bisa, Nak?”
“Kan selama ini aku jago merayu Bunda sama Ayah, masa enggak bisa merayu setan sih.”
“Caranya gimana, Nak?.”
“Caranya biar aku yang urus Bunda, tugas bunda cukup mengantar dan mempertemukan aku dengan setan.”
“Lho, kok gitu?.”
“Aduh, maaf, aku nggak sopan ya nyuruh-nyuruh Bunda. Aku ganti deh kata-katanya. Bunda sayang, tolong bantuin aku buat ketemu setan, ya? Mau kan? Mau ya, Bun? Tolong ya Bunda.”

“Bukan begitu, Nak. Tapi kita enggak mungkin ketemu setan.”
“Kenapa enggak mungkin, Bunda?”
“Karena, manusia dan setan itu hidup di alam yang berbeda, Nak.”
“Maksudnya, Bun?”
“Gimana, ya. Nak, kamu percaya enggak sama Allah?”
“Percaya dong Bunda, kata Pak ustadz kalo kita enggak percaya berarti kita orang kafir.”
“Nah, percaya juga kan kalo Allah yang menciptakan manusia, hewan, tumbuhan, malaikat, juga setan.”
“Iya, percaya.”
“Kamu pernah lihat malaikat atau setan, Nak?”
“Belum. Bun. Makanya minta dianterin bunda untuk ketemu setan.”

“Bunda juga belum pernah melihatnya, Nak. Karena kita ada di alam nyata, sedangkan setan ada di alam ghoib.”
“Oh, gitu ya, Bun. Tapi kalau kita enggak pernah lihat setan, malaikat, atau Allah. Bagaimana kita percaya kalau mereka ada?”
“Hmm... Nak, kamu tahu angin?”
“Tahu..”
“Kamu percaya kalau angin itu ada?”
“Percaya... angin itu kan sejuk Bunda.”
“Kenapa percaya? Emang kamu pernah liat angin?”
“Belum, Bun. Oh iya, ya. Enggak semua yang ada harus bisa dilihat ya Bun?”
“Nah, itu tahu.”

“Berarti, aku enggak bisa merayu setan dong, Bun?”
“Kamu memang enggak bisa merayu setan, Nak. Tapi kan kamu bisa merayu manusia.”
“Maksudnya, Bun?”
“Nak, masalah itu selalu punya banyak jalan keluar. Bukan cuma satu jalan keluar saja.”
“Bunda yang baik, aku boleh jujur?”
“Boleh, Nak. Kenapa?”
“Enggak ngerti.”

“Gini deh. Tadi yang bunda tangkep masalah kamu kan, kamu enggak suka sama setan, karena setan suka menjerumuskan manusia kan?”
“Iya, dan karena setan manusia jadi banyak yang jahat. Kesel deh pokoknya.”
“Nah, kan kamu bisa merayu teman-teman kamu, agar mereka jangan tergoda sama setan.”
“Oh, iya Bunda. Tapi caranya gimana ya, Bun?
“Nak, setan itu takut sama orang yang deket sama Allah. Jadi kamu harus merayu teman-teman kamu agar lebih deket sama Allah.”
“Oh iya, aku inget Bunda. Untuk deket sama Allah, kita harus rajin ibadah, rajin berdoa, rajin menolong, rajin berbuat baik, rajin berbakti sama orang tua, rajin belajar, kan Bunda?”
“Iya, pinter anak Bunda.”
“Bunda, aku baru inget,, aku masih bisa merayu setan Bunda.”
“Ya, Nak. Bunda udah capek-capek jelasin masa belum ngerti juga...”
“Enggak, Bunda. Aku ngerti kok. Aku baru inget, kalau pak ustadz pernah bilang, banyak juga lho manusia yang kelakuannya kayak setan. Aku juga mau merayu manusia kayak gitu, Bunda.”
“Hah?”
“Boleh ya, Bunda sayang?”
“iya, iya. Boleh”

Bunda menarik napas, lalu menghembuskannya. Sangat lega. Setiap ibu memang punya cara tersendiri untuk mendidik anaknya. Tapi, apapun itu, selalu ada kasih sayang dibalik semuanya. walaupun terkadang, cara itu salah. Walaupun tidak selalu, cara itu disukai anaknya. Itulah ibu. Sedangkan anak, tak selalu bisa memahami kasih sayang itu. Atau banyak juga yang terlambat untuk memahaminya. Ada juga yang kurang beruntung untuk tidak pernah bisa memahaminya.


#diorama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar