Selasa, Januari 19, 2016

Forum Perempuan 10

Malam itu, ada yang kering di hatiku. Tak jelas karena apa. Kering saja. Mungkin bosan, mungkin malas, mungkin penat, mungkin enggan. Ah, susah sekali mendeskripsikannya. Ih, kalian pernah merasakannya juga bukan? Hampa, kosong dan membingungkan. Merasa bukan apa-apa. Merasa bukan siapa-siapa. Kalau aku sudah seperti itu, tak ada tempat pelarian terbaik selain bunda.

***

“Kenapa, Nak. Kok mukanya ditekukk begitu?”
“Enggak tahu Bun, bingung aja.”
“Bingung kenapa emang?”

“Kenapa ya, Putri kok berbeda banget sama bunda?”
“Lho, emang kenapa Putri harus sama dengan bunda?”

“Emang bunda enggak pengen Putri kayak Bunda?”
“Ih, Putri ke-PD-an deh. Enggak tuh, bunda enggak pengen Putri kayak bunda.”

“Kok gitu sih, Bun?”
“Bunda pengennya Putri jauh lebih baik daripada Bunda. Dan untuk itu, Putri tak harus sama dengan bunda. Putri harus punya cara yang berbeda, menjalani hidup yang berbeda.”

“Tapi, Putri ingin seperti Bunda.”

“Iya. Sayangnya, Putri enggak akan bisa lebih baik daripada bunda, kalau Putri hanya belajar dari bunda. Putri harus belajar dari siapapun. Tak peduli siapa dan darimana latarbelakang orangnya, selama kita bisa mengambil pelajaran darinya.”

“Kalaupun bunda bercerita tentang ini itu, ngomong begini begitu, maksudnya tidak selalu kamu harus seperti itu. Sebenarnya maksud bunda itu mau nunjukin ke Putri; Begini lho, kalau Putri mengambil jalan yang itu; jangan lewat jalan yang itu, di depan ada jurang soalnya. Sehingga Putri tidak melakukan kesalahan seperti yang pernah bunda lakukan. Sehingga, Putri bisa lebih cepat untuk belajar dan memahami. Kalaupun harus berbuat kesalahan, buatlah kesalahan yang lain. Agar mendapatkan pembelajaran yang baru. Tidak itu-itu melulu. Sedangkan, terkait jalan mana yang akan Putri ambil, itu haknya Putri, tanggungjawab Putri. Tugas bunda dan ayah hanyalah memastikan, kalau jalan apapun yang kamu ambil, adalah jalan yang benar, jalan yang baik. Bukan jalan yang salah apalagi menyesatkan.”

“Nanti, kalau Putri sudah berkeluarga; Putri akan banyak sekali menjumpai orangtua yang menginginkan anaknya begini dan begitu, harus ini dan harus itu, menuntut ini menuntut itu; memerintahkan ini dan memerintahkan itu. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan cara pendidikan seperti itu. Lagipula, orangtua juga punya hak atas anak-anaknya. Hanya saja, kita harus memahami perintah itu sebagai pembiasaan, bukan kekuasaan. Anak-anak perlu dididik dengan porsi yang banyak melalui cara itu, karena anak-anak masih belum bisa membedakan mana yang baik, mana yang buruk. Repot kalau semenjak anak-anak sudah terbiasa dengan hal yang buruk, bukan? Perintah dan larangan bagi mereka, dimaksudkan untuk membiasakan yang baik.”

“Tapi, bagi remaja yang menjelang dewasa seperti kamu, perintah dan larangan yang terlalu banyak, hanya akan menimbulkan pelarian, menimbulkan ketergantungan. Lagipula, usia-usia seperti kamu; butuh aktualisasi, suka mencoba ini dan itu, haus dengan keingintahuan. Perintah dan larangan yang terlalu banyak tentu saja menghambat proses kedewasaan itu. Sebaliknya, seperti yang pernah ayah kamu sampaikan, cara terbaiknya adalah dengan memberikan kebebasan yang bertanggungjawab. Perintah dan larangan, cukup sekali dua kali saja ketika kondisinya membutuhkan itu atau ketika sudah menyimpang terlalu jauh.”

“Tapi, kadang Putri merasa Putri bukan siapa-siapa bunda, belum apa-apa. Jauh sekali dari bunda.”

“Kamu memang tidak perlu menjadi siapa-siapa, Nak. Cukup menjadi diri kamu sendiri. Sejatinya, mereka yang bukan apa-apa atau mereka yang bukan siapa-siapa adalah mereka yang lebih banyak hidup untuk dirinya sendiri.”

“Maksudnya, Bunda?”

“Iya, mereka hanya memikirkan tentang dirinya sendiri. Tentang keberhasilannya, tentang kelebihannya, tentang apa yang harus didapatkannya, dan semua hal tentang dirinya sendiri. Padahal, mereka yang lebih mulia adalah mereka yang memberikan manfaat untuk orang lain. Mereka yang sadar bahwa dari beberapa bagian hidupnya selalu ada hak untuk orang lain. Makanya, kalau Putri ingin jadi siapa-siapa cukup berusaha memberikan yang terbaik untuk kemanfaatan orang lain. Dengan begitu hidup kita jadi lebih bermakna, walaupun kita bukan siapa-siapa atau kita bukan apa-apa.”

“Gitu ya, Bunda?”

“Iya, sayang. Hayo, Putri udah mengeluarkan infak berapa banyak buat minggu ini; sudah menolong dan membantu temennya belum; sudah silaturahim belum; sudah mentraktir anak jalanan belum; sudah memberikan hadiah belum.”

“He, he, he,, “

Aku cuma nyengir kuda, malu. Bunda sudah memasang tangan di pinggang, mukanya pura-pura marah, tapi lucu.


#diorama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar