Senin, Januari 18, 2016

Kuliah Cinta 5

“Masalahnya, keberhasilan sebuah hubungan tidak ditentukan dari seberapa dekat atau seberapa lama kita memulainya. Tapi seberapa kuat kita menjaganya sampai akhir.”

***

Itu jawaban bunda waktu aku tanya kenapa bisa marahan sama Ayah, padahal udah bertahun-tahun menikah, sudah pacaran cukup lama juga sebelum menikah. Bunda memang lagi kesel sama ayah, aku juga enggak tahu penyebabnya apa. Soalnya, kalau mereka lagi kesel, marah, atau berantem mereka tidak pernah menunjukkan itu di hadapan anak-anaknya. Aku paling hanya tahu dari cerita bunda di forum perempuan, tentunya itu sudah difilter sama bunda, enggak semuanya diceritain.

Bunda juga baru suka cerita masalahnya dengan ayah, ketika aku SMA kelas dua. Kata bunda, setiap orangtua itu punya rahasia yang tidak perlu diceritakan sama anaknya, sama seperti anak yang punya rahasia yang tidak perlu diceritakan kepada orangtuanya. It`s oke. Aku sepakat dengan itu. Walaupun bunda suka curang nanya-nanyain temen aku, kalau aku lagi punya masalah dan engak mau cerita sama bunda. Dan bunda selalu punya alasan untuk apa yang dilakukannya. Katanya, sebagaimana bunda bisa bertanya ke temen-temenku tentang aku, aku juga boleh bertanya tentang ayah dan bunda ke siapapun. Kecurangan yang nyata kan? Pertama, bunda jarang banget cerita masalahnya dengan ayah ke orang lain, yang kedua mana berani aku bertanya kepada teman-teman ayah bunda tentang itu.

Kalau nanya ayah, ah walaupun mereka lagi berantem atau marah-marahan, mereka selalu kompak dalam persekongkolan untuk mendidik anak-anknya. Pasti jawabannya, enggak ada apa-apa. Padahal aku selalu bisa menangkap kalau mereka lagi enggak akur. Sehebat apapun mereka menyembunyikannya, selalu ada hal aneh dan janggal yang aku rasakan.

Malam itu bunda hanya bisa nyengir malu, mendengar jawaban dari pertanyaanku. Itulah lucunya bunda kalau curhat tentang permasalahannya. Kadang, aku tinggal nanya kenapa begini kenapa begitu, biasanya bunda menjawab apa masalahnya sekaligus solusinya. Tentu saja bunda nyengir gara-gara perkataannya sendiri tentang menjaga hubungan. Tentunya, tahu apa yang harus dilakukannya. Kata bunda dalam pertemuan forum perempuan yang lain, seseorang itu kalau lagi kesel atau marah cenderung mengutamakan emosinya daripada akal jernihnya, termasuk bunda. Suka lupa banyak hal kalau lagi kesel banget sama ayah. Lupa bagaimana caranya mengalah, lupa kalau ayah itu imam, bahkan sampai pernah lupa memasak coba. Ketika bunda gelagapan karena baru sadar makan malamnya belum ada, dengan santainya ayah bilang kalau malam itu kita makan di luar. Padahal biasanya kalau mau makan bareng di luar pasti enggak pernah dadakan. Tapi kayaknya setelah makan malam itu mereka langsung berdamai deh.

Dan malam itu juga, bunda berbaik hati menceritakan masalahnya dengan ayah, tentunya setelah aku tanya dan setelah bunda tersenyum malu atas jawaban pertanyaan sebelumnya;

***

“Emang kenapa sih bisa sampai kesel sama ayah, Bun?”
“Ayahmu itu lho, Put. Masa mau merubah proposal kehidupan keluarga kita seenaknya saja.”

“Maksudnya proposal kehidupan keluarga, Bun?”

“Oh iya, bunda belum cerita ya. Ayah sama Bunda tuh punya proposal sederhana yang isinya tentang bagaiamana menjalankan keluarga kita. Di sana, semua hal tentang keluarga kita dirumuskan. Tentang keuangan, tentang karier ayah dan bunda, tentang pendidikan anak-anak, tentang perkembangan anak-anak, tentang aset-aset keluarga, tentang rumah tangga, tentang rencana berlibur, dan masih banyak lagi.”

“Emang penting ya Bunda?”

“Penting banget, Nak. Dulu, semenjak bunda dan ayah berkeluarga, kami sama-sama sepakat kalau keluarga adalah segalanya buat kami. Pokoknya yang paling penting deh. Nah, kalau untuk suatu pekerjaan kantor saja atau mungkin Putri sering buat kegiatan di kampus, kita mempersiapkannya dengan sungguh-sungguh, dengan matang, dengan perencanaan macam-macam, dengan begini dan begitu. Apalagi untuk keluarga yang jauh lebih penting dan periodenya lebih lama daripada itu.”

“Iya juga ya Bun. Tapi kok aku enggak pernah dilibatin ya, Bun?”

“Siapa bilang kalian enggak dilibatin. Emang yang kumpul keluarga tiap bulan itu untuk apa, Nak? Bunda dan ayah nanyain Putri tentang ini-itu, tentang ingin apa, itu tujuannya sebagai pertimbangan tahu. Dan kalian anak-anak, selalu menjadi prioritas dan pertimbangan paling penting dalam proposal itu.”

“Kalau ada yang enggak sesuai dengan proposal itu bagaimana Bunda? Misalkan, ternyata apa yang sudah direncanakan di proposal kehidupan itu enggak tercapai.”

“Proposal kehidupan itu hanya salah satu cara untuk mencapai keluarga yang baik, Nak. Yang sakinah, mawaddah, warrohmah. Kita hanya sedang memperjuangkan itu demi kehidupan lain yang lebih baik setelah mati nanti. Artinya, memang sedikit kemungkinannya proposal itu 100% terlaksana. Karena terkadang, Allah selalu punya rencana yang lebih baik dan lebih indah daripada rencana kita. Tapi setidaknya kita sudah berusaha sebaik mungkin. Jikapun tidak berhasil, kita masih tetap menghargai keputusan Allah, dengan menyesuaikan proposal itu dengan keputusanNya. Diubah-ubah gitu deh.”

“Gpp ya Bunda?”

“Iya, gpp dong sayang. Putri harus memahami kebijakan yang sederhana ini. Kadang, kita terjebak pada sebuah pemahaman bahwa tujuan, cita-cita, keinginan jauh lebih penting daripada perjalanan menuju ke sana. Padahal adakalanya, perjalanan lebih mengesankan daripada tempat yang dituju. Bahkan bisa jadi kita lebih banyak belajar selama perjalanan itu daripada belajar di tempat tujuan. Adakalanya juga, mungkin kita gagal untuk mencapai tempat yang sudah kita tuju, tapi kita sampai pada tempat yang jauh lebih indah.”

***

Tuh kan, bunda nyengir malu lagi. Tadi sebelumnya kesel banget sama Ayah yang mengubah proposal kehidupan, sekarang bilang kalau proposal itu bisa berubah-ubah sesuai dengan rencana Allah.

***

“Kok bunda senyum-senyum sendiri sih? Ayo lagi mikirin apa?”
“Gpp kok. Kita lanjutin ya,,”

“Tapi kadang, Putri bingung lho buat ambil sebuah keputusan, Bun. Apalagi keputusan jangka panjang seperti yang di proposal kehidupan itu. Makanya kadang suka kayak air mengalir, jalanin begitu saja. Yang penting bisa bermanfaat gitu deh.”

“Percaya deh, setiap orang punya cara tersendiri untuk bermanfaat bagi orang lain. Dan sepertinya agak kurang sopan, kalau kita membiarkan hidup ini mengalir begitu saja. Sementara banyak orang yang bekerja keras dan mati-matian untuk mengejar mimpi dan cita-citanya. Terlebih Allah sudah memberikan kelebihan dan mengatur jalan kita. Harusnya kita sambut dengan segala penghormatan, dengan benar-benar menjalankan kehidupan ini dengan sungguh-sungguh. Dengan begitu, kita kan jauh lebih bermanfaat untuk orang lain.”

“Tapi itu susah, Bunda.”

Keputusan terpenting dalam hidup kita tidak ada yang mudah, Nak. Tapi yakinlah, selama kita bersungguh-sungguh menjalankan konsekuensi dari keputusan tersebut, kesulitan itu sedikit demi sedikit akan berkurang. Sebenarnya, bukan kesulitannya yang berkurang, kitanya saja yang lebih tangguh untuk menghadapinya. Itu lho salah satu maksud pernyataan bahwa dibalik kesulitan selalu ada kemudahan.”

“Oke deh bunda, jadi pengen ikut buat proposal kehidupan buat keluarga juga.”
“Iya, mulai sekarang Putri memang akan lebih banyak lagi dilibatkan untuk membuat proposal kehidupan.”
“Beneran bunda?”
“Iya, bener. Tapi sebelumnya, Putri harus buat dulu proposal kehidupan Putri. Tentang kuliahnya, tentang kariernya, tentang rencana berkeluarga dan yang lainnya. Nanti bunda lihat ya.”

***

Nah lo, kayaknya malam itu aku salah ngomong deh. Jadi repot kan urusannya. Kuliah cinta malam itu diakhiri dengan tugas super berat dan super bingung dari bunda. Membuat proposal kehidupan. Tentang masalah bunda dan ayah entah bagaimana kelanjutannya. Aku terlanjur dikagetkan dengan tugas dari bunda. Dan untuk urusan tugas dari bunda, seperti biasa tidak ada tawar menawar. Lain kali aku akan ceritakan bagaimana hasil tugas proposal kehidupanku. Esoknya, seperti biasa setiap minggu pagi, kami sekeluarga sholat subuh berjamaah di rumah (kalau hari biasa, forum lelaki shubuh di mesjid dan forum perempuan di rumah). Wajah ayah dan bunda sudah ceria alami, menandakan mereka sudah berdamai. Apa yang membuat mereka berdamai, aku baru tahu di forum perempuan selanjutnya. Bunda memutuskan untuk mengalah, setuju dengan perubahan proposal kehidupan itu. Sayangnya, bunda terlambat. Ayah sudah mengalah duluan lewat sms, yang baru sempat dibuka bunda setelah curhat ke aku.

#diorama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar