Senin, Januari 25, 2016

Seperti Bunda Khodijah

Sebagai istri Bunda Khodijah pun teruji kesetiaannya.

Andai saja kamu dengar perbincangan suami istri itu pada suatu malam di masa-masa tersulit yang dialami keduanya. Masa dimana Nabi dan seluruh keluarganya diasingkan kaum quraisy. Hingga tak ada makanan dapat mereka peroleh kecuali dengan sembunyi dan tidur pun hanya beralas tikar pelepah kurma. Tak cukup menghangatkan tubuh di musim dingin.

"Aku merasa malu kepadamu, wahai Khodijah.." sang suami membuka percakapan.

"Dan mengapa pula kamu merasa begitu, wahai Rosul Alloh?"

"Sebab aku menikahimu dan engkau mulia di kaummu, kini kamu dicaci maki mereka. Aku menkkay dan kamu kaya raya, semua yang kamu inginkan tersedia. Kini kamu makan ala kadarnya bahkan seringkali harus menahan lapar di waktu yang lama."

Sang istri memandang wajah suaminya penuh cinta. Mengingatkan bahwa bahagianya bukan terletak pada gelimang harta atau dianggap mulia diantara kaum yang tidak mengenal Tuhannya. Bahagianya ada pada kebersamaan dengan sang tercinta, bahagianya ada pada pengorbanan dalam membela agama. Maka dia menjawab:

"Duhai Rosul Alloh... Hilangkanlah segala perasaan itu, engkau harus tahu. Jangankan sekedar harta, sebab seluruh tenaga, waktu, rasa, hidup dan matiku telah kupersembahkan untuk Alloh dan Rosul-Nya."

Alangkah indahnya ucapan itu..

Sungguh tulus hati dan jiwanya dalam pembuktian cinta kepada Alloh dan Rosul-Nya hingga para ahli sejarah menyimpulkan tentang Bunda Khodijah ini:

"Dia adalah seorang istri yang tidak pernah berkata TIDAK kepada suaminya."

Baginya... Untuk sang tercinta kata 'Tidak' telah hilang dari kamus hidupnya.

^_^

Pesan Bunda Khodijah yang sangat dalam, ketika ia sangat besar kontribusinya untuk Islam:

"Kalau hartaku sudah habis kuserahkan untuk agama ini. Izinkan ketika jasadku sudah wafat, gunakanlah tulangnya untuk dipakai membangun suatu jembatan yang bermanfaat bagi agama ini."

Begitulah Bunda Khodijah sang istri setia, orang yang pertama beriman, wanita mulia yang teruji kesabarannya, kebijaksanaan dan keimanannya.

Ketika menjelang wafatnya. Ia terbaring tak berdaya, sakit tidak seberapa lama kemudian menghebuskan nafas terakhirnya hanya beberapa minggu sesudah ia dan Suami kembali dari pengasingan di lembah.

Kewafatannya disambut ribuan bidadari yang menunggu kedatangan pimpinan mereka di bumi.

Nabi Muhammad Saw mengurusi sendiri jenazah istrinya, memandikan, mengkafani dan menguburkannya. Sementara sholat jenazah pada masa itu belum disyariatkan, beliau bahkan masuk ke liang lahat melepas istrinya sampai di saat paling terakhirnya di atas bumi.

Kepergian Bunda Khodijah menyisakan luka dan kesedihan yang dalam untuk sang suami Nabi Muhammad Saw, tak didustainya kesedihan besar itu. Ia bahkan terlihat jarang keluar rumah sesudah itu.

Ya, mungkin kamu seperti Bunda Khodijah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar