Kamis, Oktober 01, 2015

Nasehat Pernikahan (2)

Tulisan ini adalah tulisan seri-2 ke dari Ustadzah Halimah Alaydrus. Bagaimana membangun surga dalam rumah tangga. Semoga manfaat.

Nasehat ini pernah disampaikan saat  pernikahan adiknya Ustadzah Halimah Alaydrus

Adikku...

Kuucap kepadamu selamat atas segera dilangsungkannya pernikahanmu esok hari. Dengan begitu, setengah bagian dari agamamu terjaga, demikian kata Nabi.

Dan pada saat itu, kamu pun terhubung dengan suamimu, dalam sebuah hubungan yang bahkan di mata Alloh, Tuhan kita, lebih kuat daripada hubunganmu dengan saudara dan kedua orangtuamu. Engkau terhubung dengannya dan tidak hanya sekedar terkait, engkau menjadi bagian dari suamimu dan dia pun begitu. Hubunganmu adalah sebuah hubungan yang menjadi tidak ada kau dan aku, Yang ada adalah kita. Tak ada lagi dia dan saya, yang ada adalah kami berdua.

Adikku, komitmen akad nikah yang kau akan segera menujunya adalah sebuah keabsahan dia menjadi suamimu, dan engkau menjadi istri untuknya.

Dik, tak boleh lagi engkau keluar sejengkal dari rumah tanpa izinnya, bahkan puasa sunnah yang semula dianjurkan untukmu menjadi haram untukmu tanpa kehendaknya.

Berat..?

Begitulah. Namun bersenjatalah dengan cinta.

Sebab, seperti yang kau tahu, hanya cinta yang mampu meringankan hal terberat yang pernah ada, hanya cinta yang bisa membuat seseorang mampu berkorban bahkan dengan nyawa, hanya cinta yang dalam sejarah umat manusia kekuatannya lebih hebat dari senjata tercanggih sekalipun.

Bersenjatalah dengan cinta. Cintailah suamimu bukan karena wajahnya, bukan karena fisiknya, bukan karena tatap matanya, dan bukan karena isi dompetnya. Cintailah dia dengan tulus! Cintai dia tanpa syarat! Karena ternyata cinta itu ada dua.

Ada cinta asmara yang penuh bunga dan kata-kata indah, cinta yang meski tampak mempesona di awal, dia akan segera hambar bersama berjalannya bulan apalagi tahun usia pernikahanmu. Dan cinta yang ini bukan senjata, cinta yang ini akan berubah menjadi bom waktu yang kelak meledak tatkala kekecewaan melandamu.

Dan ada pula jenis cinta lainnya, yang berbeda. Cinta yang tulus, cinta sejati...

Cinta tanpa jika. Cinta tanpa karena.

Sebuah cinta yang membuatmu berucap kepadanya dengan sepenuh hati dan jiwa:

“Apapun yang kau lakukan, pintu hatiku akan selalu terbuka untukmu.”

Tidak adikku, tidak usah takut kamu akan dimanfaatkan karena itu, sebab ketika dia menerima cinta semacam itu darimu, dia menerima hadiah yang paling berharga. Jika engkau buktikan kesungguhan ucapanmu dengan lakumu, dia akan menyambut ke arahmu, bukan mundur menjauhimu, untuk menggapai cintamu.

Maka, Dik, cintai dia hanya karena dia adalah suamimu, itu cukup sebagai segala karena dan jika.

Cintai dia karena dia adalah orang yang dipilih Alloh untukmu kamu melayari bahtera rumah tangga bersama, menata langkah yang sejalan, berbagi dalam suka dan duka, merajut tawa dan tangis berdua. Cintai dia dengan cinta yang ini. Cintai suamimu, cintai wajahnya kala sedang rapi ataupun bangun tidurnya, cintai senyumnya juga cemberutnya, cintai kata-kata manis dan omelannya, cintai segala kelebihan sekaligus kekurangannya. Cintai dia apa adanya.

Adikku, pernikahan ini membuatmu mengetahui segala aib dan kekurangannya, namun tak apa. Karena dia pun akan mengetahui segala aibmu juga, bukankah tak ada manusia yang sempurna? Dan kamu dan dia, juga kita semua, adalah bukti yang paling nyata. Masalahnya, tinggal bagaimana kamu mengubah fokusmu. Mau berkonsentrasi kepada kekurangannya saja ataukah lebih memperhatikan segala kelebihan-kelebihannya yang tentunya lebih banyak dia miliki.

Maka, nanti.. setelah bulan madumu berlalu, dan hitungan bulan bahkan tahun berlalu, - ya nanti, sebab jika masih pengantin baru, ehm... semuanya masih terasa semanis madu kata orang – setiap kali kau kecewa atas sesuatu yang ada pada dirinya, cobalah berkaca dan dengan bijak akui bahwa seperti dia yang membuatmu kecewa, barangkali engkau pun seringkali membuatnya kecewa. Seperti dia dengan segala kekurangannya, engkau pun bukan manusia sempurna. Cintai dia lengkap dengan segala kekurangannya.

Adikku sayang, ada satu hal penting lagi yang ingin kusampaikan kepadamu.

“Pahami makna prioritas.”

Jika engkau belum memahami maksudku, maka izinkan aku bercerita kepadamu:

Sepasang pengantin baru tengah berjalan bergandengan tangan dengan mesra di sebuah taman yang indah pada suatu malam nan berbintang ketika mereka terdengar suara di kejauhan.

“Kuek, kuek!”

“Dengarkan, itu pasti suara ayam,” ujar sang istri.

“Bukan, sayang, itu suara bebek,” bantah suaminya.

“Enggak, aku yakin itu ayam,” kilah istrinya.

“Mustahil. Itu pasti bebek, karena suara ayam itu kukuruyuk atau petok-petok,” ucap sang suami dengan nada mulai terdengar marah.

Hening sesaat.

“Kuek, kuek!” terdengar lagi suara itu.

“Tuh, kan, itu suara bebek,” kata suaminya lagi.

“Tapi itu ayam,” istrinya kembali bersikukuh.

“Dengar ya, itu adalah bebek, B-E-B-EK..BEBEK, tahu...!”

“Enggak mungkin! Itu AYAM. A-Y-A-M.”

“Itu jelas-jelas bebek... kamu ini...!” suami mulai marah dan mengucapkan kata yang tak seharusnya diucapkan.

Si istri mulai hampir menangis. “Tapi itu ayam.”

Sang suami melihat air mata di pelupuk mata istrinya dan ia pun teringat mengapa ia menikahi wanita itu. Lantas ia pun berkata dengan penuh kasih sayang:

“Maafkan aku sayang. Kurasa kamu benar. Itu suara ayam.”

“Terima kasih, sayang,” ujar sang istri kembali menggandeng tangan suaminya. Dan mereka kembali berjalan di taman, menikmati indahnya malam.

Adikku, apa pedulimu dengan ayam atau bebek? Yang lebih penting adalah keharmonisan kalian. Berapa banyak pernikahan hancur hanya gara-gara urusan sepele? Berapa banyak perceraian terjadi hanya karena urusan ayam dan bebek belaka? Keutuhan kalian adalah prioritas, keharmonisan kalian adalah utama, pernikahanmu jauh lebih penting dari sekadar tahu siapa yang benar, dari sekadar pembuktian apakah itu ayam atau bebek?

Maka, Dik...

Kuucap kepadamu selama memasuki gerbang pernikahanmu. Jadilah istri yang sholehah dan jadikanlah rumah tanggamu penuh berkah. Rumah tangga yang menjadikan syariat Alloh sebagai panduan, menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan, menjadikan surga sebagai tempat akhir kebersamaan.

Aku, kakakmu, dan semua saudaramu melepasmu dengan doa restu.

“Barokallohu lakuma wa baroka ‘alaikuma wa jama’a bainakuma bikhoir.”


1 komentar:

  1. Masya allah indah sekali nasihat ini,ngena banget hehe
    wajib direnungi dan dlaksanakan👌😄

    BalasHapus