Nasehat ini
adalah nasehat dari Ustadzah Halimah Alaydrus, di dalam bukunya “Muhasabah
Cinta”. Ia memberikan nasehat pernikahan kepada keponakan perempuannya. Sebuah nasehat
yang menyentuh hati, semoga manfaat.
Rasanya baru
kemarin bayi mungil itu kugendong dalam dekapan. Rasanya baru kemarin mata
indahnya kupandang dan hidung mancungnya kumain-mainkan.
Dan bayi itu
kini telah bersanding di pelaminan. Menikah meski tak dini, menjalani sunnah Nabi
di usia 21 tahunnya. Sebagai cucu pertama abah-umiku, sekaligus keponakan
pertamaku yang mengakhiri masa lajangnya dan hidup bersanding dengan pasangan.
Anakku...
Melihatmu di
pelaminan adalah berkaca bahwa usiaku tak lagi muda. Bahwa abah-umiku akan
segera memiliki keturunan ketiga dan bahwa abah-mamamu akan segera berganti status
menjadi kakek dan nenek nantinya.
Duuuh...
waktu memang begitu cepat berputar.
Ah,
sudahlah... aku disini bukan untuk berkeluh kesah atas waktu yang telah
merenggut paksa masa muda. Aku di sini ingin menyampaikan kepadamu beberapa petuah
yang harus disampaikan orang-orang tua ini kepadamu. Sebab aku mewakili
abah-mamamu, jid-jidahmu, segenap khalah dan ammah, segenap keluarga yang
mencurahkan segenap cinta kepadamu.
Anakku sayang...
Aku pernah
mendengar nasihat. Menikahlah selagi belum mapan, agar anak-anakmu kelak
belajar mengatasi kesulitan dan mencari jalan keluar setiap permasalahan. Ada benarnya
juga kukira ucapan itu meski tak selalu begitu. Sebab ruamah tangga mapan atau
tidak, miskin atau kaya, tua atau belia tetap tak pernah sepi dari masalah. Tak
pernah tak diuji. Bukankah memang semua manusia pasti diuji? Bukankah memang
dunia ini merupakan tempat ujian untuk menentukan kelas hamba-Nya di akhirat
nanti?
Maka...
Kusampaikan kepadamu
sedari awal, bahwa rumah tangga yang kau bina ini pun juga akan menemui
ujiannya. Selayak memasuki hutan belantara, ia tampak indah di kejauhan. Namun di
dalamnya tersimpan segala mara bahaya. Mulai dari serangga, binatang buas,
hingga hewan berbisa. Atau selayak samudera, ia tampak indah jika kau lihat
saat berdiri di tepian pantai di waktu senja. Namun tidak begitu bagi yang
mengarunginya. Ia bisa penuh rintangan, tidak begitu bagi yang mengarunginya. Ia
bisa penuh rintangan, mulai dari ombak, angin kencang, badai, bahkan bisa juga
tsunami.
Aku tidak
sedang menakut-nakutimu, aku hanya ingin membuatmu waspada. Bersedia payung
sebelum hujan, bersiap bekal sebelum memulai perjalanan panjang mengarungi
bahtera rumah tangga.
Anakku,
berbekal lah dengan kelapangan dan keindahan hati. Sebab hidup ini bukan
tentang seberapa berat ujiannya, tapi tentang seberapa luas hatimu
menghadapinya. Ingat, sayangku, ujian hidup ini seperti sesendok garam. Jika ia
di letak di air segelas asinnya akan sangat terasa. Namun jika ia ditaruh di
air telaga asinnya tak akan lagi kau rasa.
Ujian hidupmu
letakkan lah di telaga jiwamu, di keluasan hatimu, hingga kesulitan itu menjadi
tak lagi berarti.
Masalah yang
berat, ringankan! Masalah yang sulit, mudahkan! Masalah yang rumit,
sederhanakan! Masalah yang kecil, anggaplah tidak ada! Jangan sekali-kali kau
buat sebaliknya.
Ingatlah tak
ada masalah yang besar, selagi Alloh yang Maha Besar kau libatkan. Ingatlah,
ada Alloh dalam hidupmu, yang selalu bersamamu dalam setiap waktu. Ada Alloh
dalam hidupmu, yang tak akan meninggalkanmu jika engkau taat kepada-Nya. Ada Alloh
dalam hidupmu yang tatkala kau dekat dengan-Nya, Dia akan mendekapmu dalam
lembut kasih-Nya, dan mengubah butir-butir air matamu menjadi mutiara berkilau indah.
Sertakan Dia selalu dan senantiasa dalam biduk rumah tanggamu.
Anakku,
indahkan hatimu. Dan ingatlah, kecantikan wajah akan lapuk dimakan usia,
keindahan rupa akan memudar seiring masa, namun indahnya budi, cakapnya
pekerti, akan terus kekal dan abadi. Ia adalah keindahan sejati yang takkan
lekang termakan usia.
Anakku,
keindahan hati itu tergantung erat dengan keindahan prasangka. Jika prasangkamu
baik, hatimu jadi indah. Juga sebaliknya. Dan baiknya prasangka tergantung dari
caramu memandang dengan sudut pandang yang indah. Maaf, jika engkau belum
memahami yang kumaksud, izinkan aku menceritakan kisah ini:
Seorang tukang
bangunan tengah membangun sebuah tembok dengan memasang dua ratus batu bata di
sana. Setelah menyelesaikannya, ia pun memandang hasil jerih payahnya dengan
bangga. Namun tak seberapa lama datang seorang kawan dan berkata, “Lihatlah! Dua
batu batamu telah kau pasang miring.” Dan tukang bangunan itu pun baru
menyadarinya.
Ia begitu
sedih atas hasil kerjanya yang ternyata tak sempurna. Rasanya ingin ia
hancurkan saja tembok itu, lalu membangunnya ulang. Namun tentu saja ia tak
punya keberanian untuk melakukannya. Ia pun disiksa dengan ketidaksempurnaan
itu. Sampai suatu hari seseorang melintas di depan tembok itu dan berkata, “Alangkah
indahnya tembok ini.”
Sang tukang
bangunan pun segera menyahut, “Tidak, tembok ini tidak sempurna. Lihatlah dua
batu batanya terpasang miring.”
Orang itu
menjawab, “Bukankah jika hanya dua batu bata yang miring? Engkau masih memiliki
seratus sembilan puluh delapan batu bata yang terpasang sempurna?”
Subhanalloh.
terkadang fokus kita terhadap hal yang negatif membuat kita mengabaikan begitu
banyak hal yang positif. Perhatian kita kepada hal yang kita anggap tidak
sesuai harapan membuat kita lupa mensyukuri begitu banyak kenikmatan
bergelimangan, yang jumlahnya tak terhitung dalam kehidupan.
Anakku sayang,
esok atau lusa engkau pasti akan mendapati satu, dua, atau tiga batu bata yang
miring dalam diri suamimu. Dan kuingatkan kepadamu bahwa selain itu ia pasti
memiliki 197, 198, atau 199 batu bata yang sempurna. Maka cintailah suamimu itu
lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Cintai dia bukan karena
ketampangan wajahnya, indah tatapnya, apalagi isi dompetnya. Cintai dia karena
dia suamimu, itu mencukupimu dari segala karena dan jika. Cintai dia karena dia
adalah yang dipilih Alloh untuk bersamanya kau layari bahtera rumah tangga. Menata
langkah senada, berbagi dalam suka dan duka, merajut tawa dan tangis bersama.
Dengarkan lah
apa yang pernah diucap seorang bijak yang pernah kubaca dalam sebuah buku:
Cinta itu
bukan tentang “ini adalah salahmu” tapi tentang “maafkan aku,” bukan tentang “dimana
saja kau ini?” tapi tentang “aku di sisimu,” bukan tentang “bagaimana kau tega
berbuat begini?” tapi tentang “dapat kumengerti tindakanmu,” bukan tentang “andai
saja kau disini” tapi tentang “aku bersyukur kau disini.”
Dan untuk
kau tahu, hubungan rumah tangga yang sukses membutuhkan seorang suami dan istri
yang jatuh cinta berkali-kali kepada pasangannya.
Dengar pulalah
nasehat dari Asma binti Kharijah Alfarzari, seorang wanita sholehah nan
bijaksana, kepada puterinya di hari pernikahan:
“Wahai
putriku, telah tiba saat bagimu keluar dari sarang kenyamanan yang selama ini
kau tempati menuju sebuah tempat asing yang tak kau kenali. Tiba saat bagimu
keluar dari kebersamaan penuh cinta bersama ayah bunda dan saudara-saudaramu
menuju orang-orang baru, menuju suamimu, lelaki asing yang tentu kau tak
terbiasa dengannya sebelumnya.
Putriku,
jadilah bumi tempat kembali baginya, dia akan menjadi langit tempat berteduhmu.
Jadilah hamparan tempatnya merasa nyaman, dia akan menjadi tiang tempatmu
berpegang. Jadilah sahaya yang selalu memberi layanan, dia kan menjadi budak
yang ringan tangan membantumu tanpa kau minta.
Jangan remehkan
dia, dia akan membencimu. Jangan menjauhinya dia akan melupakanmu. Jika dia
mendekat, dekatkan dirimu kepadanya, dan jika dia sedang ingin menjauh darimu,
jauhkan dirimu darinya. Jarak itu perlu untuk sebuah kenyamanan hubungan. Spasi
diperlukan agar kalimat dapat mudah terbaca.
Putriku,
jagalah dari suamimu hidungnya, jangan biarkan ia mencium darimu kecuali wangi.
Jagalah matanya, jangan biarkan ia melihatmu kecuali cantik. Jagalah telinganya,
jangan biarkan ia mendengar darimu kecuali kata-kata manis. Sampaikan kepadanya,
“Engkau adalah hadiah Alloh terindah yang dianugerahkan-Nya dalam hidupku.”
Anakku sayang,
Nasehat panjang akan sulit diamalkan. Petuah berlama-lama akan menyulitkanmu
untuk mencernanya. Karenanya, aku cukupkan sampai sekian.
Mewakili bundamu,
ayahmu, kakek nenekmu, paman bibimu, saudara-saudarimu, seluruh sepupu dan
sahabat-sahabatmu, kuucapkan kepadamu, “Selamat menempuh hidup baru. Jadilah istri
yang sholehah. Buatlah kami bangga kepadamu!”
Semoga rumah
tanggamu berkah, hidup barumu penuh cinta. Semoga kedamaian, kebahagiaan,
kesejahteraan, rahmat, dan kasih sayang Alloh melingkupimu dan suamimu. Kami melepasmu
dengan penuh cinta, dengan keharuan membuncah dada, dengan linangan air mata. Kami
semua merestuimu dan berdoa untukmu.
“Baarokallahu
lakumaa wa baaroka alaikumaa wa jama’a bainakumaa bikhair.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar