Rabu, September 23, 2015

Nasehat Pernikahan (1)

Nasehat ini adalah nasehat dari Ustadzah Halimah Alaydrus, di dalam bukunya “Muhasabah Cinta”. Ia memberikan nasehat pernikahan kepada keponakan perempuannya. Sebuah nasehat yang menyentuh hati, semoga manfaat.


Rasanya baru kemarin bayi mungil itu kugendong dalam dekapan. Rasanya baru kemarin mata indahnya kupandang dan hidung mancungnya kumain-mainkan.

Dan bayi itu kini telah bersanding di pelaminan. Menikah meski tak dini, menjalani sunnah Nabi di usia 21 tahunnya. Sebagai cucu pertama abah-umiku, sekaligus keponakan pertamaku yang mengakhiri masa lajangnya dan hidup bersanding dengan pasangan.

Anakku...

Melihatmu di pelaminan adalah berkaca bahwa usiaku tak lagi muda. Bahwa abah-umiku akan segera memiliki keturunan ketiga dan bahwa abah-mamamu akan segera berganti status menjadi kakek dan nenek nantinya.

Duuuh... waktu memang begitu cepat berputar.

Ah, sudahlah... aku disini bukan untuk berkeluh kesah atas waktu yang telah merenggut paksa masa muda. Aku di sini ingin menyampaikan kepadamu beberapa petuah yang harus disampaikan orang-orang tua ini kepadamu. Sebab aku mewakili abah-mamamu, jid-jidahmu, segenap khalah dan ammah, segenap keluarga yang mencurahkan segenap cinta kepadamu.

Anakku sayang...

Aku pernah mendengar nasihat. Menikahlah selagi belum mapan, agar anak-anakmu kelak belajar mengatasi kesulitan dan mencari jalan keluar setiap permasalahan. Ada benarnya juga kukira ucapan itu meski tak selalu begitu. Sebab ruamah tangga mapan atau tidak, miskin atau kaya, tua atau belia tetap tak pernah sepi dari masalah. Tak pernah tak diuji. Bukankah memang semua manusia pasti diuji? Bukankah memang dunia ini merupakan tempat ujian untuk menentukan kelas hamba-Nya di akhirat nanti?

Maka...

Kusampaikan kepadamu sedari awal, bahwa rumah tangga yang kau bina ini pun juga akan menemui ujiannya. Selayak memasuki hutan belantara, ia tampak indah di kejauhan. Namun di dalamnya tersimpan segala mara bahaya. Mulai dari serangga, binatang buas, hingga hewan berbisa. Atau selayak samudera, ia tampak indah jika kau lihat saat berdiri di tepian pantai di waktu senja. Namun tidak begitu bagi yang mengarunginya. Ia bisa penuh rintangan, tidak begitu bagi yang mengarunginya. Ia bisa penuh rintangan, mulai dari ombak, angin kencang, badai, bahkan bisa juga tsunami.

Aku tidak sedang menakut-nakutimu, aku hanya ingin membuatmu waspada. Bersedia payung sebelum hujan, bersiap bekal sebelum memulai perjalanan panjang mengarungi bahtera rumah tangga.

Anakku, berbekal lah dengan kelapangan dan keindahan hati. Sebab hidup ini bukan tentang seberapa berat ujiannya, tapi tentang seberapa luas hatimu menghadapinya. Ingat, sayangku, ujian hidup ini seperti sesendok garam. Jika ia di letak di air segelas asinnya akan sangat terasa. Namun jika ia ditaruh di air telaga asinnya tak akan lagi kau rasa.

Ujian hidupmu letakkan lah di telaga jiwamu, di keluasan hatimu, hingga kesulitan itu menjadi tak lagi berarti.

Masalah yang berat, ringankan! Masalah yang sulit, mudahkan! Masalah yang rumit, sederhanakan! Masalah yang kecil, anggaplah tidak ada! Jangan sekali-kali kau buat sebaliknya.

Ingatlah tak ada masalah yang besar, selagi Alloh yang Maha Besar kau libatkan. Ingatlah, ada Alloh dalam hidupmu, yang selalu bersamamu dalam setiap waktu. Ada Alloh dalam hidupmu, yang tak akan meninggalkanmu jika engkau taat kepada-Nya. Ada Alloh dalam hidupmu yang tatkala kau dekat dengan-Nya, Dia akan mendekapmu dalam lembut kasih-Nya, dan mengubah butir-butir air matamu menjadi mutiara berkilau indah. Sertakan Dia selalu dan senantiasa dalam biduk rumah tanggamu.

Anakku, indahkan hatimu. Dan ingatlah, kecantikan wajah akan lapuk dimakan usia, keindahan rupa akan memudar seiring masa, namun indahnya budi, cakapnya pekerti, akan terus kekal dan abadi. Ia adalah keindahan sejati yang takkan lekang termakan usia.

Anakku, keindahan hati itu tergantung erat dengan keindahan prasangka. Jika prasangkamu baik, hatimu jadi indah. Juga sebaliknya. Dan baiknya prasangka tergantung dari caramu memandang dengan sudut pandang yang indah. Maaf, jika engkau belum memahami yang kumaksud, izinkan aku menceritakan kisah ini:

Seorang tukang bangunan tengah membangun sebuah tembok dengan memasang dua ratus batu bata di sana. Setelah menyelesaikannya, ia pun memandang hasil jerih payahnya dengan bangga. Namun tak seberapa lama datang seorang kawan dan berkata, “Lihatlah! Dua batu batamu telah kau pasang miring.” Dan tukang bangunan itu pun baru menyadarinya.

Ia begitu sedih atas hasil kerjanya yang ternyata tak sempurna. Rasanya ingin ia hancurkan saja tembok itu, lalu membangunnya ulang. Namun tentu saja ia tak punya keberanian untuk melakukannya. Ia pun disiksa dengan ketidaksempurnaan itu. Sampai suatu hari seseorang melintas di depan tembok itu dan berkata, “Alangkah indahnya tembok ini.”

Sang tukang bangunan pun segera menyahut, “Tidak, tembok ini tidak sempurna. Lihatlah dua batu batanya terpasang miring.”

Orang itu menjawab, “Bukankah jika hanya dua batu bata yang miring? Engkau masih memiliki seratus sembilan puluh delapan batu bata yang terpasang sempurna?”

Subhanalloh. terkadang fokus kita terhadap hal yang negatif membuat kita mengabaikan begitu banyak hal yang positif. Perhatian kita kepada hal yang kita anggap tidak sesuai harapan membuat kita lupa mensyukuri begitu banyak kenikmatan bergelimangan, yang jumlahnya tak terhitung dalam kehidupan.

Anakku sayang, esok atau lusa engkau pasti akan mendapati satu, dua, atau tiga batu bata yang miring dalam diri suamimu. Dan kuingatkan kepadamu bahwa selain itu ia pasti memiliki 197, 198, atau 199 batu bata yang sempurna. Maka cintailah suamimu itu lengkap dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Cintai dia bukan karena ketampangan wajahnya, indah tatapnya, apalagi isi dompetnya. Cintai dia karena dia suamimu, itu mencukupimu dari segala karena dan jika. Cintai dia karena dia adalah yang dipilih Alloh untuk bersamanya kau layari bahtera rumah tangga. Menata langkah senada, berbagi dalam suka dan duka, merajut tawa dan tangis bersama.

Dengarkan lah apa yang pernah diucap seorang bijak yang pernah kubaca dalam sebuah buku:

Cinta itu bukan tentang “ini adalah salahmu” tapi tentang “maafkan aku,” bukan tentang “dimana saja kau ini?” tapi tentang “aku di sisimu,” bukan tentang “bagaimana kau tega berbuat begini?” tapi tentang “dapat kumengerti tindakanmu,” bukan tentang “andai saja kau disini” tapi tentang “aku bersyukur kau disini.”

Dan untuk kau tahu, hubungan rumah tangga yang sukses membutuhkan seorang suami dan istri yang jatuh cinta berkali-kali kepada pasangannya.

Dengar pulalah nasehat dari Asma binti Kharijah Alfarzari, seorang wanita sholehah nan bijaksana, kepada puterinya di hari pernikahan:

“Wahai putriku, telah tiba saat bagimu keluar dari sarang kenyamanan yang selama ini kau tempati menuju sebuah tempat asing yang tak kau kenali. Tiba saat bagimu keluar dari kebersamaan penuh cinta bersama ayah bunda dan saudara-saudaramu menuju orang-orang baru, menuju suamimu, lelaki asing yang tentu kau tak terbiasa dengannya sebelumnya.

Putriku, jadilah bumi tempat kembali baginya, dia akan menjadi langit tempat berteduhmu. Jadilah hamparan tempatnya merasa nyaman, dia akan menjadi tiang tempatmu berpegang. Jadilah sahaya yang selalu memberi layanan, dia kan menjadi budak yang ringan tangan membantumu tanpa kau minta.

Jangan remehkan dia, dia akan membencimu. Jangan menjauhinya dia akan melupakanmu. Jika dia mendekat, dekatkan dirimu kepadanya, dan jika dia sedang ingin menjauh darimu, jauhkan dirimu darinya. Jarak itu perlu untuk sebuah kenyamanan hubungan. Spasi diperlukan agar kalimat dapat mudah terbaca.

Putriku, jagalah dari suamimu hidungnya, jangan biarkan ia mencium darimu kecuali wangi. Jagalah matanya, jangan biarkan ia melihatmu kecuali cantik. Jagalah telinganya, jangan biarkan ia mendengar darimu kecuali kata-kata manis. Sampaikan kepadanya, “Engkau adalah hadiah Alloh terindah yang dianugerahkan-Nya dalam hidupku.”

Anakku sayang, Nasehat panjang akan sulit diamalkan. Petuah berlama-lama akan menyulitkanmu untuk mencernanya. Karenanya, aku cukupkan sampai sekian.

Mewakili bundamu, ayahmu, kakek nenekmu, paman bibimu, saudara-saudarimu, seluruh sepupu dan sahabat-sahabatmu, kuucapkan kepadamu, “Selamat menempuh hidup baru. Jadilah istri yang sholehah. Buatlah kami bangga kepadamu!”

Semoga rumah tanggamu berkah, hidup barumu penuh cinta. Semoga kedamaian, kebahagiaan, kesejahteraan, rahmat, dan kasih sayang Alloh melingkupimu dan suamimu. Kami melepasmu dengan penuh cinta, dengan keharuan membuncah dada, dengan linangan air mata. Kami semua merestuimu dan berdoa untukmu.


“Baarokallahu lakumaa wa baaroka alaikumaa wa jama’a bainakumaa bikhair.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar