Kamis, Desember 31, 2015

Doa bisa meluluhkan hati

Sungguh doa dan muhasabah yang indaah sekalii dari Ust. Dr. Agus Setiawan.

Merasa bersyukur karena bisa ikut mabit malem ini.

Membersihkan hati, menguatkan iman.
Semoga ilmu yang di dapat bisa diamalkan. Bisa bermanfaat dalam keseharian. Aamiin Ya Robb.

Hadapi Tantangan Dengan Ketulusan

"Sesungguhnya iman yang benar adalah ketika ia kokoh di dalam hati dan terlihat bekasnya dalam perilaku." (Sayyid Quthb)

"Setiap pilihan mengandung resiko. Resiko yang tidak kita inginkan tapi kita butuhkan. Apakah kita yakin dengan pilihan kita." (Nazrul Anwar)

Setiap kehidupan kita pasti mengandung ujian. Ketika sekolah ada ujian. Di kantor ada ujian. Buka usaha ada ujian. Semua ada ujiannya. Sampai kapan kita berhenti menghadapi ujian? Sampai Alloh memanggil kita.

Hadapilah setiap ujian dengan kesabaran. Hadapilah setiap ujian dengan ketulusan. Alloh akan bersama orang-orang yang bersabar.

Memang tidak mudah, namun semua itu bisa dilewati insya Alloh.

Semoga Alloh selalu menguatkan dan mengistiqamahkan. Semoga Alloh meridhoi, memberkahi, dan memudahkan semua urusan. Semoga Alloh memberikan kesabaran yang tak pernah habis, dan balasan terbaik untuk semua kesabaran, dan pengorbanan. Semoga Alloh menjaga hati, mata, pikiran, dan pendengaran. Semoga Alloh selalu jadi yang pertama.

Rabu, Desember 30, 2015

Bila...

"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS.An-Nisa:19)

Materi ini pernah disampaikan saat halaqah. Dan inilah ayat yang benar-benar harus direnungkan sebelum proses menggenap.

Kita ga akan pernah nemuin seorang sosok yang sempurna.

Saling menerima, saling mengisi, insya Alloh.

Selasa, Desember 29, 2015

Curhat Akhwat

Ini curhatan akhwat, recomended bwt dibaca :)

"Kamu bisa ga ga bahas nikah2 terus?"

Suatu hari temen aku dateng buat nginep di rumah, cerita2 tentang kampusnya, dia bilang, dia tertarik sama kaka tingkatnya, soleh-ganteng-keren-kaya-ngajinya-bagus-dan-jaga-pandangan. Katanya. Terus dia tanya, "Fin, kalo aku nikah sama dia gimana ya" "hm?"
"Insya Allah dia bisa bimbing akusih, duh tiap malem ada yang bangunin solat tahajjud, ada partner buat murojaah, asdfghjklblablablabla" panjang banget ngomongnya.
"Hati2, bahaya mikirin sampe ke situ"
"Yah.. akukan ga ngapa2in fin, kontakan aja ngga, boro boro. Apa bahayanya"
"Imajinasi kamu"
Terus dia cerita lagi, "kalo aku nikah ada yg anter jemput aku, aku lagi dimana aja insya allah di jemput kali ya, tinggal nge line hehehehe"
"Ooh, kamu pengennya suamimu tukang gojek?"
"Ih fin kamu mah"

"Fin si X udah nikah yaa!"
"He eh, kenapa emang?"
"Terus kita kapaaan masa dibalaap"

Pernah juga dia beli baju bagus. Anehnya, itu baju dipake-buat-rapat. "Ngapain si ?" "Ih si kaka xxx nya kan ada di rapat ituuuw"

Da kalo kamu bilang dia jaga pandangan mah gabakal manehna liatin baju kamu-_-

Dia bilang lagi, kalo dia lagi banyak banyaknya tilawah, lagi kenceng2nya shalat sunnah, yaa 'memantaskan diri lah' supaya level dia mendekati si kaka itu. Katanya. Dengan berpegangan dengan firman Allah bahwa laki laki yang baik untuk perempuan yang baik. Dan begitupun sebaliknya.

Ngga, aku cuma rada gmn, abisnya yang cerita2 kaya gitu ga cuma satu orang. Kayanya virus2 pengen nikah lagi meradang apa gmn gangerti ya. Menurut artikel yang pernah ku baca, dan kata kata mama, aku cuma mau ikutan bilang,

Bedakan antara menyegerakan dengan tergesa gesa.

Iya memang menikah itu menggenapkan dien, tapi dien kita yang separuh ini sudah disempurnakan belum? Saya ga bilang sempurna, tapi disempurnakan. Korelasinya dengan usaha.

Ust. Salim A filah contohnya, menikah usia 20 tahun, tapi beliau sejak 15 tahun sudah mempersiapkan. Berarti 5 tahun persiapan, kemudian menikah, itu menyegerakan.
Tapi kalo persiapannya baru 5-6 bulan dengan kesadaran penuh pun, trs tbtb ngotot pengen nikah, itu tergesa gesa. Apalagi, ya Allah aku malah ngeliatnya ga jarang nikah di mata temen2 tidak ubahnya adalah hanya seperti menyalurkan keinginan pacaran, karena temen2 menyebut diri sebagai orang yang 'anti pacaran'.  Nangkep ga maksudnya? Ya meskipun ga semua. Tapi ada aja.
Koreksi kalau aku terlalu sarkas ya

Kata mama, iya emang nikah ada indah indahnya. Ya paling bentar doang. Abis itu baru dimulai peran yang sebenarnya. Kamu harus ngurusin satu rumah, belum lagi kalo kamu pengen kerja, ribet sana sini, harus bangun lebih pagi, kalo ada anak nyiapin mandi anak makan anak baju anak, keperluan suami, trs nyuci ngepel nyetrika. Inget, kamu belum tau nanti suamimu mampu bayar pembantu apa ngga

Apalagi kalau kita memperbaiki diri hanya dengan tujuan jodoh. Udah gitu jodohnya kita yang nentuin lagi pengennya siapa.
Setau aku, memperbaiki diri itu ya kewajiban seorang muslim. Tujuannya ya ridho Allah. Pernah denger kata2 ini kan ? "Ketika zulaikha mengejar cinta yusuf, Allah jauhkan yusuf darinya, namun ketika zulaikha mengejar cinta Allah, Allah datangkan yusuf untuknya."

Kata2 itu teh jangan di like-share-like-share aja atuh. Coba dimaknai urg teh udah sampai belum kesitu. Jangankan sampai deh, niat urg udah luruskan kesitu belum.

Balik lagi ke cerita temen yang di rumah. Karena orang tua saya pergi, akhirnya saya yang tanggung jawab ngurus rumah, di rumah ada saya, temen saya sama adik2 saya. Pas saya beres2 rumah, (yang itu cape banget), temen saya bilang "Ih fin, kamu udah ahli bebenah, udah siap banget nikah ih!!!"
Yang pada saat itu saya malah berpikir "Ya Allah urg ngaberesan nu kieu aja cape apalagi nanti kalau berumah tangga begini setiap hari"
Terus abis itu saya bikin sarapan,
"Kamu lagi ngapain fin"
"Diem, jangan ngomongin nikah dulu aku lagi bikin nasi goreng"
"IIIIH YAAMPUUN FIN beneran deh kamu istriable banget"

.....

Terus ntar suami urg sama anak2 urg gizinya cuman karbohidrat nasi, lemak, sama gizi2an dari bawang cabe sama tomat gitu?

Sampe aku akhirnya bilang "Kamu bisa ga ga bahas nikah2 terus?"

Yang kaya ginimah belum bisa apa apa atuh.
Memang kalau ditanya siap atau tidak, pasti tidak akan pernah ada jawaban siap, tapi itu bisa diiringi dengan belajar.

Iya bener. Belajar. Kan ga harus jago masak dulu baru nikah, kan ga harus ahli bersih2 dulu baru nikah, kan ini kan itu. Ya sengasihnya aja Allah kapan, kan kita gatau fin.

Aku juga pernah ngasih alesan itu ke mama. Iya, itu alesan.
"Alesan kaya gitu yang bikin perempuan males belajar masak, males bebenah, males nyuci, itu alesan."
Terus lagi katanya, "emang betul. Semuanya bisa dilalui dengan proses belajar, tapi inget, tidak semua laki laki memiliki kesabaran yang panjang untuk menunggui kamu belajar. Tidak semua suami mau tiap hari disogokin masakan masakan kamu yang masih gagal selama beberapa bulan sampe kamu bisa, sedangkan suamimu bisa saja bukan orang berpunya yang tiap hari bisa beli makanan enak diluar"

Sabar temen2, sabar.
Kelarin aja dulu tanggung jawab kita. Yang masih belajar, selesaikan dulu pendidikannya, itu tanggung jawab kita, nanti kan ketauan, kita nih udah bisa bertanggung jawab belum sama yang Allah kasih duluan. Kalo jodohnya sudah datang ya silakan, tapi jangan sampai kita melepaskan tanggung jawab yang belum selesai. Kecuali ya kalo suaminya ga ngizinin. Apasih, ya pokoknya itulah.

Yang paling penting, jangan 'ngabita' liat temen2 yang udah pada duluan. Allah tau, batasan 'tepat waktu' bagi setiap orang.

Sabar temen2

I love you❤
Maaf ya
Haha

Senin, Desember 28, 2015

Adek Dini 3

Seneng bangeet sekarang adek dini lagi rajin ngafal Quran. Cuman adek dini sekarang yang nemenin seharian ayah dengan bunda. Semoga jadi anak yang sholeha ya dek, bisa tercapai cita2nya, bisa bermanfaat bagi banyak orang, aamiin.

Apa itu Cinta?

ﻣﺎ ﻫﻮ ﺍﻟﺤﺐ ؟

APAKAH ITU CINTA ?

هُوَ عَلِيٌّ حِيْنَ يَنَامُ بَدَلاً مِنَ الرَّسُوْلِ ﷺ فِي فِرَاشِهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّ الْقَوْمَ اجْتَمَعُوْا لِقَتْلِ الرَّسُوْلِ ﷺ وَأَنَّهُ قَدْ يَمُوْتُ عَلَى نَفْسِ الْفِرَاشِ !!

Cinta adalah ‘Ali ketika dia berbaring tidur menggantikan Rasulullah Saw di kasur Nabi, padahal dia tahu bahwa sekelompok orang telah berkumpul untuk membunuh Rasulullah Saw, dia juga tahu bahwa dia mungkin saja tewas di kasur yang sama!!

اَلْحُبُّ ..
ﻫُﻮَ ﺑِﻼَﻝٌ ﺣِﻴْﻦَ يَعْتَزِلُ ﺍلْأَﺫَﺍنَ ﺑَﻌْﺪَ ﺭَﺣِﻴْﻞِ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝِ ﷺ ، ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺃَﺫَﻥَ ﺑِطَلَبٍ مِنْ ﻋُﻤَﺮَ عِنْدَ فَتْحِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ ﻟَﻢْ ﻳُﺮَ ﻳَﻮْﻣًﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺃَﻛْﺜَﺮَ ﺑُﻜَﺎﺀً ﻣِﻨْﻪُ عِنْدَمَا قَالَ أَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ.

Cinta..
Adalah Bilal, ketika dia tidak lagi mengumandangkan azan setelah Rasulullah Saw wafat, lalu ketika Bilal mengumandangkan azan lagi atas permintaan ‘Umar saat penaklukan Baitul Maqdis. tidak pernah tangisan begitu membahana terlihat sebelumnya, saat Bilal mengucapkan “Asyhadu anna Muhammadan Rasulullaah”

ﺍﻟْﺤُﺐُّ ..
ﺣَﺮْﻓِﻴّﺎً ﻭَﻓِﻌْﻠِﻴّﺎً، ﻳَﺘَﺠَﺴّﺪُ ﻓِﻲ ﻗَﻮْﻝِ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝِ ﷺ ( ﻻَﺗُﺆْﺫُﻭْﻧِﻲ ﻓِﻲ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ).

Cinta
Secara teori dan prakteknya mendarahdaging dalam sabda Rasul Saw: “Janganlah kalian menyakitiku terhadap A’isyah”

ﺍَﻟْﺤُﺐُّ ..
ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺃَﺑُﻮْ ﺑَﻜْﺮٍ : ﻛُﻨَّﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻬِﺠْﺮَﺓِ، ﻓُﺠِﺌْﺖُ ﺑِﻤَﺬْﻗَﺔِ ﻟَﺒَﻦٍ ﻓَﻨَﺎﻭَﻟْﺘُﻬَﺎ ﻟِﺮَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻗُﻠْﺖُ ﻟَﻪُ : ﺍِﺷْﺮَﺏْ ﻳَﺎﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ
ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺃَﺑُﻮْ ﺑَﻜْﺮٍ : ﻓَﺸَﺮِﺏَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺣَﺘَّﻰ ﺍﺭْﺗَﻮَﻳْﺖ.ُ

Cinta
Adalah Abu Bakar yang mengatakan: “saat kami berhijrah, aku heran dengan munculnya susu yang tercampur air, lalu aku berikan susu tersebut kepada Rasulullah, dan aku katakan: “Minumlah wahai Rasulullah”
Abu Bakar mengatakan: “Maka Rasulullah pun minum sehingga hilanglah dahagaku”

ﺍَﻟْﺤُﺐُّ ..
ﻫُﻮَ ﺍﻟﺰُّﺑَﻴْﺮُ ﻳَﺴْﻤَﻊُ ﺑِﺈِﺷَﺎﻋَﺔِ ﻣَﻘْﺘَﻞِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﷺ ﻓَﻴَﺨْﺮُﺝُ ﻳَﺠُﺮُّ ﺳَﻴْﻔَﻪُ ﻓِﻲ ﻃُﺮُﻕِ ﻣَﻜَّﺔَ ﻭَﻫُﻮَ ﺍﺑْﻦُ ﺍﻟْﺨَﺎﻣِﺴَﺔِ ﻋَﺸَﺮَ ، ﻟِﻴَﻜُﻮْﻥَ ﺳَﻴْﻔُﻪُ ﺃَﻭَّﻝَ ﺳَﻴْﻒٍ ﺳُﻞَّ ﻓِﻲ ﺍلْإِﺳْﻼَﻡِ .

Cinta
Adalah Zubair yang mendengar kabar terbunuhnya Rasulullah, lalu dia pun keluar dengan menyeret pedangnya di jalan-jalan kota Makkah, padahal usianya baru 15 tahun. Agar pedangnya menjadi pedang pertama yang terhunus dalam sejarah Islam

ﺍﻟﺤُﺐُّ ..
ﻫُﻮَ ﺭَﺑِﻴْﻌَﺔُ ﺑْﻦُ كَعْبٍ ﺣِﻴْﻦَ ﻳَﺴْﺄَﻟُﻪُ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﷺ ﻣَﺎﺣَﺎﺟَﺘُﻚَ ؟ ،
ﻓَﻴَﻘُﻮْﻝُ : ﺃَﺳْﺄَﻟُﻚَ ﻣُﺮَﺍﻓَﻘَﺘَﻚَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ .

Cinta
Adalah Rabi’ah bin Ka’b saat Rasulullah Saw bertanya kepadanya “apa yang kamu butuhkan?” Rabi’ah pun menjawab: “aku meminta agar aku bisa mendampingimu di surga”

ﺍﻟﺤُﺐُّ ..
ﻫُﻮَ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓُ ﺑَﻨِﻲ ﺩِﻳْﻨَﺎﺭٍ ، ﺣِﻴْﻦَ ﻳَﺨْﺮُﺝُ ﺯَﻭْﺟُﻬَﺎ ﻭَﺃَﺑُﻮْﻫَﺎ ﻭَﺃَﺧُﻮْﻫَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺃُﺣُﺪٍ ﻓَﻴَسْتَشْهِدُوْنَ جَمِيْعاً فِي سَبِيْلِ اللهِ ﻭَﻳُﻨْﻌَﻮْﻥَ ﻟَﻬَﺎ، ﻓَﺘَﺮَﻯ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﷺ ﻓَﺘَﻘُﻮْﻝُ : ﻛُﻞُّ ﻣُﺼِﻴْﺒَﺔٍ ﺑَﻌْﺪَﻙَ ﺟَﻠَﻞٌ .

Cinta
Adalah seorang wanita dari keturunan Bani Dinar. Saat suami, ayah, saudara laki-lakinya pergi ke medan Uhud lalu mereka semua mati syahid di jalan Allah, berita kematian mereka pun sampai kepadanya. Lalu wanita itu memandang Rasulullah kemudian mengatakan: “musibah apapun selainmu adalah kecil”

ﺍﻟﺤُﺐُّ ..
ﻫُﻮَ ﺛَﻮْﺑَﺎﻥُ ﺣِﻴْﻦَ ﻳَﺴْﺄَﻟُﻪُ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝُ ﷺ : ﻣَﺎ ﻏَﻴَّﺮَ ﻟَﻮْﻧُﻚَ ؟
ﻓَﻴَﻘُﻮْﻝُ : ﻣَﺎﺑِﻲ ﻣَﺮَﺽٌ ﻭَﻻَﻭَﺟَﻊٌ ﺇِﻻَّ ﺃﻧِّﻲ ﺇِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﺃﺭَﻙَ ﺍِﺳْﺘَﻮْﺣَﺸْﺖُ ﻭَﺣْشَةً ﺷَﺪِﻳْﺪَﺓً ﺣَﺘَّﻰ ﺃَﻟْﻘَﺎﻙَ.

Cinta..
Adalah Tsauban ketika Rasulullah Saw bertanya kepadanya: “apa yang membuat warna (wajahmu) berubah?” lalu Tsauban menjawab: “aku tidak sakit dan terluka, hanya saja jika aku tidak melihatmu aku menjadi sangat merindu kesepian sampai aku bertemu denganmu”

ﺍﻟﺤُﺐُّ ..
ﻋِﻨْﺪَﻣَﺎ ﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺍﻟﺼِّﺪِّﻳْﻖُ ﻟِﻠﺮَّﺳُﻮْﻝِ ﷺ ﻗَﺒْﻞَ ﺩُﺧُﻮْﻝِ ﺍﻟْﻐَﺎﺭِ: ﻭَﺍﻟﻠَّﻪِ ﻻَﺗَﺪْﺧُﻠْﻪُ ﺣَﺘَّﻰ ﺃَﺩْﺧُﻞَ ﻗَﺒْﻠَﻚَ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻴْﻪِ شَيْءٌ ﺃَﺻَﺎﺑَﻨِﻲْ ﺩُﻭْﻧَﻚَ .

Cinta..
Adalah ketika Abu Bakar AS-Shiddiq berkata kepada Rasulullah Saw sebelum memasuki gua (Tsur): “Demi Allah, janganlah engkau masuk sampai aku masuk terlebih dahulu, jika ada sesuatu di dalam gua ini maka akulah yang terkena bukan engkau”

ﺍﻟﺤُﺐُّ ..
ﻫُﻮَ ﺃَﺑُﻮْﺑَﻜْﺮٍ ﻳَﺒْﻜِﻲ ﺍﻟﺮَّﺳُﻮْﻝَ ﷺ ﻟَﻤَّﺎ ﺑَﺪَﺕْ ﻃَﻼَﺋِﻊُ ﺭَﺣِﻴْﻠِﻪِ ، ﻓَﻴُﻮَﺍﺳِﻴﻪِ ﷺ : ﻻَﺗَﺒْﻚِ ، ﻟَﻮْﻛُﻨْﺖُ ﻣُﺘَّﺨِﺬًﺍ مِنَ الْبَشَرِﺧَﻠِيْلاً ﻻَﺗَّﺨَﺬْﺕُ ﺃَﺑَﺎﺑَﻜْﺮٍ ﺧَﻠِﻴْﻼً.

Cinta..
Adalah Abu Bakar yang menangisi RAsulullah Saw ketika tampak tanda-tanda telah dekat kewafatannya, lalu Rasulullah menenangkannya: “Janganlah kamu menangis! Jika saja aku boleh menjadikan seseorang kekasih dari golongan manusia, aku pasti menjadikan Abu Bakar kekasihku”

ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﷺ :
" ﻣِﻦْ ﺃَﺷَﺪِّ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﻟِﻲ ﺣُﺒًّﺎ ﻧَﺎﺱٌ ﻳَﻜُﻮْﻧُﻮْﻥَ ﺑَﻌْﺪِﻱْ ﻳَﻮَﺩُّ ﺃَﺣَﺪُﻫُْﻢْ ﻟَﻮْ ﺭَﺁﻧِﻲْ ﺑِﺄَﻫْﻠِﻪِ ﻭَ ﻣَﺎﻟِﻪِ ".

Rasulullah Saw bersabda: “diantara kecintaan yang begitu besar dari umatku adalah mereka yang hidup setelahku, diantara mereka ada yang begitu ingin melihatku meskipun dengan mengorbankan keluarga dan hartanya”

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا وَحَبِيْبِنَا وَقُرَّةِ أَعْيُنِنَا وَشَفِيْعِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الْأَطْهَارِ الْأَبْرَارِ وَصَحْبِهِ الْأَحِبَّةِ الْأَخْيَارِ وَعَنَّا مَعَهُمْ وَجَمِيْعِ الْمُؤْمِنِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

Ya Allah berilah Shalawat dan salam dan keberkahan untuk baginda kami, Nabi kami, kekasih kami, pelipur lara kami, pemberi kami syafaat di hari kiamat; Muhammad beserta keluarganya yang suci dan baik, dan para sahabatnya para kekasih pilihan, begitupun kami termasuk dari mereka dan seluruh orang mukmin dengan Rahmat-Mu wahai Yang Maha Penyayang.

Sabtu, Desember 26, 2015

Kenangan

Kadang suka kangen dengan temen-temen RQ dulu. Saat rihlah bareng ke pesantren husnul khotimah di kuningan.

Cuman bisa ngeliatin foto-foto kenangan. Inilah realita kampus ini. Akan ada perpisahan sahabat baik. Ketika sudah penempatan.

Ya Alloh kumpulkanlah kami semua di dalam surga-Mu. Aamiin.

Pekerjaan itu..

Entah ini broadcast yang ke berapa terkait pekerjaan. Aku baru sadar setelah masuk kampus. Ternyata lulusan statistik itu banyak dicari orang. Banyak dibutuhkan perusahaan-perusahaan. Aku pun saat mahasiswa pernah dapet proyek-proyek terkait statistik. Ya Alloh...

Apa yang bisa aku lakuin? Kalo keluar sekarang, rasanya ga kuat. Bayar denda sekitar 220juta. Dan orangtua pasti marah karena ngambil resiko yang besar.

Orangtuapun membesarkan hati dengan menasihati, "Tinggal di daerah ga sejelek yang dipikirkan. Mungkin takdir Alloh ketika kamu disana, kamu bisa buka usaha seperti yang di jakarta. Jangan berpikir kita jadi karyawan mulu. Berpikirlah kita ngebuat lapangan pekerjaan untuk orang."

Ya inilah takdir yang aku jalanin. Semoga aku kuat menjalani takdirnya ini. Aamiin.

Jumat, Desember 25, 2015

Manusia Langit 3

Ya Alloh...
Aku mencintai orang sholih..
Meskipun aku bukan bagian dari mereka..

Namanya ka hendra prasetya. Beliau adalah murobbi, sahabat, kakak kelasku yang baiik saat aku di Ipb.

Aku sampai saat ini masih jaga kontak. Sekarang beliau sudah menikah, dan menjadi staff dosen di kampus binus. Apa misinya masuk kampus binus? Ia bilang ingin menghidupkan suasana tarbiyah di kampus ini.

Ya Alloh akhirnya kesampaian cita-cita ka hendra. Beliau dan aku sama-sama jurusan statistik. Aku di stis, beliau di ipb.

Aku dibanding beliau masih sangaat jauuuh amalnya.
Teringat beliau, saat menyampaikan sambutan di kampus binus, saat kegiatan dauroh tarbiyah. Beliau nangiis, nangis kenapa? Nangis karena teringat murobbinya di Ipb. Namanya Ust. Asep. Beliau yang mengantarkan hingga saat ini. Masya Alloh. Masya Alloh.

Banyak sekalii orang baik sekitar kita.
Ingin aku menjadi seperti mereka yang bisa mempunyai visi dan kekuatan istiqomah yang luar biasa.

Semoga Ya Alloh.

Ada yang menunggumu

Sebuah cerpen yang menyentuh hati. Bagaimana kita sebagai seorang Muslim, tidak hanya fokus kepada ibadah-ibadah yang sifatnya pribadi saja. Namun juga kesholehan dalam bentuk sosial. Mudah-mudahan manfaat. Mohon maaf jika cerpennya agak panjang. Kalo senang baca cerpen insya Alloh cepet ko dibacanya. Selamat Membaca! ^^v

^_^

Fahri berbaring menatap langit-langit kamar, tersenyum. Sayup sekali terdengar satu orang bertakbir dan menabuh bedug di kejauhan. Dan sebutir air bergulir dari sudut mata fahri ke atas bantal.

Empat bulan yang lalu, ia bahkan tak bisa membayangkan dirinya menangis dan tersenyum melepas ramadhan. Apalagi bagian ‘menangis’nya. Tapi tentu saja fahri tiga bulan yang lalu itu bukan fahri yang sudah lebih mengenal agamanya sendiri.

Semuanya berawal waktu Rohis Osis membuat operet untuk mengisi peringatan tahun baru hijriah. Begitu menerima tawaran Gunawan, fahri langsung dilibatkan dengan selutuh tim pementasan, terutama dengan dengan anak-anak bagian naskah yang dipimpin oleh seorang alumni matan teater sekolah, Bang Hanif. Karena bang hanif jugalah, fahri belajar menikmati keindahan ramadhan.

Ramadhan kali ini tidak diisinya dengan tidur sampai sore dilanjutkan dengan ‘ngabuburit’ bersama teman-teman main band seperti yang tahun-tahun sebelumnya ia lakukan. Fahri ikut berbagai pesantren kilat dan pertemuan-pertemuan lain yang mendiskusikan Islam. Ia tidak pernah mimpi bisa begitu total merangkul agamanya, tapi nyatanya ia haus akan segala hal baru yang bisa dipelajarinya tentang Islam. Ia tenggelam dalam kehangatan ukhuwah dan hanyut dalam kenikmatan Ibadah. Shalatnya makin tepat waktu dan bahkan diperkaya dengan shalat-shalat sunnah. Waktunya dihabiskan dengan membaca dan berdiskusi tentang Islam dengan Bang Hanif. Playstationnya tidak pernah disentuh lagi dan kalaupun fahri masih menyempatkan diri bermesraan dengan keyboarnya, ia tak pernah lagi memainkan lagu-lagu romantis yang sudah dianggapnya ‘dangkal’.

Malam satu syawal, perayaan kembalinya fitrah memenuhi dada fahri. Tubuhnya penat. Sepuluh hari terakhir dilewatkanya di masjid, supaya tidak semenit pun sisa Ramadhan luput dari jangkauannya. Tapi sepuluh hari itu berlalu terlalu cepat. Dan fahri menemukan bahwa kegembiraannya menyambut Idul fitri tidak sebanding dengan kesedihannya berpisah dengan Ramadhan sejatinya yang pertama. Dipejamkannya mata dan dalam salah salah sebait tahmidnya ia terlelap.

^_^

Fahri terbangun mendengar bunyi benda terjatuh. Dia tersentak duduk. Sunyi sekali, para penabuh bedug dan orang-orang yang bertakbir tak terdengar lagi. Pukul berapa ini?

Nafasnya tertahan di tenggorokan. Dari luar kamar didengarnya bunyi geseran dan benturan samar. Fahri bersijingkat mendekati pintu, ditempelnya telinga di daun pintu, dadanya berdebar kencang waktu mendengar suara-suara itu lagi. Jantung fahri berpacu. Keringat dingin mulai menyeruak dari pori-porinya. 

Siapa itu? Pikirnya. Semua pembantu sudah mudik dan kedua orangnya sudah pergi ke Lampung tadi siang. Hanya ada satu kemungkinan.

Fahri keluar diam-diam. Ruang duduk di depan kamarnya remang-remang karena cahaya yang datang dari lantai bawah. Belum sempat fahri terbiasa dengan keadaan itu, pintu kamar orangtuanya bergerak dan fahri membeku panic. “Rupanya dugaanku benar,” pikirnya.  Ada maling yang mengira rumah ini kosong dan ingin memanfaatkan peluang itu.

Ia masih semoat menyelinap ke belakang sofa dan meringkuk di situ ketakutan. Ada berapa orang? Satu, dua, setengah lusin? Apa mereka bersenjata?

Sesosok tubuh muncul dari kamar orangtua fahri. Fahri bersyukur karena temaram menyembunyikan dirinya dari pandangan si pencuri. Tapi kegelapan juga membuatanya tak bisa melihat lebih detil sosok pencuri itu. Satu hal yang pasti, apa pun yang sudah dicurinya pasti cukup kecil untuk dibawa dalam sakunya karena pencuri itu tidak membawa tas atau bungkusan. Pencuri itu juga tidak kelihatan memegang apa-apa di tangannya, tapi itu tidak membuat fahri tenang, senjatanya bisa saja tersisip di pinggang. Tidak ada alasan untuk menghunus atau mengokang senjata di rumah yang dianggap kosong, bukan?

Tiba-tiba pencuri itu berhenti dan memandang kea rah sofa. Fahri berhenti bernafas, dalam hati memohon keselamatan. Si pencuri terus berjalan mendekati sofa dan jantung fahri berdebar begitu keras hingga ia nyaris khawatir pencuri itu bisa mendengarnya. Tapi si pencuri berhenti di depan sofa dan fahri jadi tahu alasannya mendekati sofa. Di sofa dan di lantai sekitarnya berserakan keranjang-keranjang parsel dari relasi mama dan papanya. Sebagian sudah terbuka, yang lain masih rapi terbungkus. Si pencuri menyibak plsatik parsel yang sudah dibuka dan mulai memilih-milih isinya. Rasanya lama sekali sampai pencuri itu memutuskan pilihannya dan memasukkannya ke saku celana. Fahri baru bisa bernafas normal lagi saat dilihatnya pencuri itu berjalan hato-hati menuju tangga.

Begitu kepala pencuri itu tidak tampak lagi dari tempatnya bersembunyi fahri segera keluar dari belakang sofa dan lari ke kamar orangtuanya. Di sudut raungan tergolek tas golf mama. Fahri mencabut sebatang stiknya dan lari ke bawah, kakinya tak bersuara di lantai berkarpet. Ia tak sempat berpikir apa jadinya kalau pencuri itu punya pistol. Ia hanya tak ingin pencuri itu bisa lolos semudah itu.

Ruang tengah lantai bawah kosong dan tampaknya pencuri itu tidak mengambil apa-apa dari situ. Ada suara-suara dari dapur dan fahri mengendap-endap ke sana untuk menyelidiki. Diterangi cahaya lampu taman dilihatnya pencuri itu sedang mengutak-atik jendela yang menghadap halaman samping.

Fahri menyerbu masuk. Diayunnya stik golf, terdengar bunyi benda terhantam jatuh dari atas meja dan pecah di lantai, lalu suara benturan keras, suara seseorang mengaduh dan bunyi berdebum waktu pencuri itu jatuh ke lantai. Fahri memukul tombol lampu dengan stik golfna. Dapur mendadak terang benderang sampai fahri harus berkedip-kedip menyesuaikan matanya yang terbiasa dengan remang-remang. Di lantai pencuri itu tergeletak tak sadar.

Fahri menghabiskan waktu lima menit untuk mengikat kaki dan tangan pencuri itu dengan kabel yang diambilnya di ruang tengah. Setelah itu, barulah ia berani membuka saputangan kotor yang menutup wajah pencuri itu. Fahri terbelalak dan sedetik berikutnya wajahnya memerah berang.

“Musang berbulu ayam!” desisnya sambil mulai menggeledah pencuri itu. Tidak ada apa-apa di pinggangnya. Di saku kiri celananya ada uang enam ratus rupiah dan beberapa kertas lusuh sementara di saku kanan ada beberapa keeping receh lagi dan sebatang coklat impor. Pasti yang tadi diambilnya dari keranjang parsel. Fahri berdiri dan melihat sekeliling, tidak ada bungkusan atau tas dekat pencuri itu. Ia naik ke counter dan menjulurkan kepalanya keluar jendela, di bawahnya tidak apa-apa. Di mana barang curian maling ini, pikirnya geram.

Saat fahri turun dari counter pencuri itu mengerang dan menggeliat. Ia berusaha menggerakkan tangan dan kelihatan kaget menemukan dirinya terikat. Ia lebih kaget lagi saat melihat fahri berdiri di dekatnya, masih memegang stik golfnya. Seketika wajah kelam pencuri itu memucata, bibirnya komat-kamit seperti akan bicara tapi tak ada suara keluar. “Bangun,” hardik fahri dingin. “Kita ke kantor satpam.”

“Bang fahri..” si pencuri menemukan suaranya kembali. “Tolong, jangan bawa saya ke polisi. Saya engga ambil apa-apa ko bang. Saya tadi khilaf, gelap mata. Tapi saya sadar, saya insyaf, saya engga jadi mencuri. Tolong, bang, jangan dibawa ke kantor polisi. Anak saya lagi sakit, bang. Saya perlu cari duit buat berobat. Kalau saya engga pulang, anak saya bisa mati. Tolong, bang.”

“Bagaimana saya tahu mamang engga bohong?”
“Sumpah bang, demi Alloh.”
“Jangan bawa-bawa nama Alloh..”
“Tapi saya engga bohong bang. Saya benar-benar kepepet. Sudah cari pinjaman, engga ada yang kasih, orang pada mau lebaran. Saya bingung harus kemana lagi.”
“Tapi kan engga usah sampai mencuri.”
“Ya bang, ampun. Saya gelap mata bang. Sudah dua hari keliling-keliling engga juga dapat duit/ saya jadi gelap mata bang. Tapi saya engga ngambil apa-apa cuma..cuma..”
Fahri jadi tegang, “Cuma apa?”
“Cuma permen satu buat anak saya. Kasihan bang, besok lebaran engga punya apa-apa, boro-boro baju baru, lauk nasi aja engga ada.”

Fahri berpikir keras. Selama ini, ia mengenal pencuri itu sebagai Mang Sanip, tukang kebun lepas di rumahnya yang biasa membabat rumput dan tanaman pagar atau melakukan pekerjaan kasar lainnya. Setahu fahri, mang sanip orangnya jujur dan sopan walaupun sangat pendiam dan jarang bercerita tentang keluarganya. Bahkan seingat fahrri, mang sanip juga yang menemukan bahwa jendela samping dapur tidak bisa rapat tertutup dan bisa dicongkel dengan mudah dari luar. Tapi setelah apa yang dilakukannya malam itu, fahri tidak yakin apa ia bisa mempercayai kata-kata mang sanip lagi.,

“Bangun, ikut saya,” katanya pada mang sanip.
“Jangan dibawa ke kantor polisi bang, tolong,” pinta lelaki itu mengiba. “Kalau saya dikurung, siapa yang ngurus anak saya.. tolong bang, jangan diaduin polisi..”
Fahri tak peduli. Digelandangnya mang sanip ke garasi, setelah menyambar jaket dan dompetnya yang masih tergolek di ruang tengah setelah dilempar fahri begitu saja sepulangnya dari masjid. Di garasi, dibentaknya mang sanip untuk masuk ke mobil disertai gerakan ‘jangan macam-macam’. Lelaki itu tidak mencoba lari waktu fahri meninggalkannya sebentar untuk membuka pagar.

Secara geografis, rumah mang sanip hanya berjarak dua ratus meter dari rumah fahri. Tapi jarak itu diperbesar oleh suatu jurang pemisah berupa tembok setinggi lima meter yang mengelililingi kompleks real estate tempat fahri tinggal dan sebuah jalan tol. Karena itu, untuk mencapai rumah mang sanip, fahri harus menyetir dulu sejauh tiga ratus meter ke portal kompleks, lalu menyusuri jalan kecil berliku-liku sepanjang hampir empat ratus meter sebelum akhirnya sampai di mulut gang becek menuju rumah mang sanip. Fahri sudah pernah kesana suatu sore, mengantar mang sanip sebentar sebelum pergi nonton dengan anak-anak bandnya.

Mang sanip tidak banyak biacara dalam perjalanan. Ia sempat dagdigdug waktu mobil mendekati pos satpam di portal kompleks, tapi fahri hanya melambai pada satpam-satpam itu dan tidak mengatakan apa-apa. Jantunya belum berdenyut normal setelah itu, karena fahri bisa saja sedang membawanya ke kantor polisi, tapi setelah mengenali daerah dekat rumahnya, mang sanip tak putus-puuts bertahmid dalam hati.

Jalan tanah sempit ke rumah mang sanip, licin dan gelap. Fahri sempat kembali was-was, takut mang sanip memanfaatkan keadaan itu untuk lari atau memukul fahri sampai pingsan, atau lebih buruk lagi, mencekiknya dengan kabel yang dipakai mengikat kedua tangan mang sanip. Tidak ada alasan buat mang sanip untuk melakukan hal-hal itu, tentu saja, karena ia toh sedang diantar fahri ke rumahnya sendiri. Tapi masih sulit buat fahri untuk bisa mempercayai mang sanip seperti dulu lagi.

Rumah mang sanip gelap. Hanya ada cahaya lemah mengintip dari sela kain gorden di sebuah jendela yang menghadap ke muka. Fahri menggedor.
“Assalamualaikum.”
Sebuah suara menyahut lemah, “Walaikumsalam. Bapak?”
Mang sanip menatap fahri dan fahri mengangguk. Mang sanip menjawab, “Ya, ti. Bukain pintunya.”
Ada kasak-kusuk samar di dalam sebelum akhirnya pintu terkuak. Seorang bocah lelaki berdiri di belakangnya, sambil menggosok-gosok mata dan menguap. Ia kelihatan heran melihat fahri mengikuti mang sanip masuk, tapi tampaknya tidak cukup heran untuk kehilangan kantuknya. Ia segera kembali ke ranjangnya di sudut ruangan setelah mengunci pintu di belakang fahri.

Ruangan yang dimasuki fahri berukuran kurang lebih tiga kali tiga meter, lembab, pengap, dan penuh sesak dengan perabotan, meja kursi, lemari, dan ranjang tingkat dengan dua anak terlelap di tingkat bawah dan seorang lagi di atas. Tidak ada lampu di ruangan itu, hanya cahaya lemah yang keluar dari kamar di sisi ruangan itu yang membuatnya tidak gelap gulita.

Mang sanip mendahului masuk kemar itu melalui ambang pintu yang hanya dibatasi shelai kain. Dalam kamar itu ada sebuah ranjang besi tua, kursi dan lemari. Di pinggir tempat, tidur seorang wanita duduk menggendong bayi. Ia hanya mendongak memandang wajah mang sanipp sesaat dan seperti tidak menyadari kedatangan fahri. Tangannya terus menimang-nimang bayinya dengan lemah sementara bibirnya berdesis-desi seperti menyuruh bayi itu tenang. Bayi itu sendiri kelihatannya tidur, matanya tertutup, tapi dari mulutnya sesekali terdengar rengekan parau khas bayi yang sedang rewel.

“Gimang si Timah, Ti?”
“Masih panas bang, tapi udah engga muntah-muntah lagi,” jawab wanita itu setengah berbisik. “Dari siang tidur terus, engga mau netek.”
Ia menatap mang sanip dengan matanya yang sembab dan merah, “Dapat duitnya bang?”
Mang sanip melirik fahri sebentar dan menggeleng.
Fahri mendekati mang sanip dan berbisik, “Sakit apa anaknya mang?”
“Engga tahu bang. Empat hari yang lalu, panas tinggi sampai kejang-kejang, terus muntah-muntah. Dikasih obat dari bidan cuma turun sedikit panasnya, terus naik lagi. Mau berobat lagi, duitnya udah habis buat beli beras.”
Fahri membungkuk untuk melihat anak mang sanip lebih jelas. Ia bergidik.
Di dorongnya mang sanip keluar dan di ruang tengah dibukanya kabel yang mengikat tangan lelaki itu.
“Anak mamang harus dibawa ke rumah sakit,” bisik fahri sementara mang sanip mengusap-usap tangannya yang sempat kesemutan karena diikat.

“Iya. Tapi mamang engga ada..”
“Soal duit urusan nanti. Sekarang, kita bawa saja dulu. Jangan sampai terlambat.”
“Tapi..”
“Sudah, bilang saja sama istri mamang, saya tunggu di mobil..”
Mang sanip tak perlu didesak dua kali. Kurang dari lima belas menit kemudian, mereka sudah dalam perjalanan ke rumah sakit.

^_^

Suster UGD itu melirik fahri sedetik, lalu mang sanip, dan terakhir matanya berhenti pada bu sanip yang dalam cahaya terang ruang periksa tampak lebih dekil; dan kusut.
“Sudah berapa lama begini?” tanya dokter jaga sambil menyorotkan senter ke mata Fatimah, anak mang sanip.
Mang sanip gelagapan hingga fahri terpaksa menjawab, “Empat hari dok.”
“Kenapa baru dibawa sekarang? Sudah parah ini.”
Bu sanip menggigit bibir dan memandang suaminya, tapi mata mang sanip terpancang pada sosok kurus anaknya yang terkapar di meja periksa.
“Mesti dirawat ya,” simpul dokter sambil meraih kartu yang disodorkan suster. “Tolong diurus ke administrasi supaya dapat tempat mala mini juga.”

“Keadaannya bagaimana dok?” tanya fahri. “Bisa sembuh kan?”
Dokter mendongak dari kartu yang diisinya untuk menatap Fatimah beberapa detik, lalu ia menjawab datar, “Kita lihat saja. Biasanya yang sudah seperti ini engga lama. Tapi siapa tahu..”
“Maksud dokter?” desak fahri.
Dokter itu menatap langsung ke mata fahri. “Penyakit ini sangat mematikan, bahkan biar cepat ditemukan, kesempatan sembuhnya kecil. Kita berdoa saja.”
Fahri terbeliak. Bu sanip langsung tersedu-sedu di bahu suaminya, sementara rahang mang sanip bertaut makin keras.

“Ini resepnya,” dokter menyobek sehelai kertas dari bukunya. “Cepat ditebus ya. Ini obat suntik, penting.”
Fahri masih terpaku beberapa lama menatap kertas bercoretkan resep itu dengan mata hampa. Ia tidak tahu persis apa penyakit Fatimah, ia tahu keadaan bayi itu buruk, tapi ia lama sekali tidak menduga separah itu. Sebuah suara kecil berulang-ulang mengucapkan kata ‘terlambat’ di hatinya, tapi fahri berusaha menyingkirkan pesimisme itu. Dihampirinya mang sanip.
“Mamang disini aja ya. Biar saya urus dulu obat dan administrasinya.”
“Bang..” cegah mang sanip sambil menahan tangan fahri. “Saya..”
Fahri mengibaskan tangan mang sanip dan keluar dari ruang UGD itu sebelum mang sanip sempat mengatakan apa-apa.

^_^

Pukul dua dinihari. Fahri beranjak dari depan ruang isolasi anak dan mencari mushola. Ia baru sadar alangkah tumpul perasaannya beberapa jam terakhir, terutama setelah ia sempat bertengkar dengan petugas administrasi tentang besarnya uang muka yang harus ia setorkan. Setelah itu, fahri merasa semua yang dilakukannya mekanis, tanpa pertimbangan. Baru setelah dilihatnya Fatimah ditempatkan di ruang isolasi dengan infuse dan elektroda-elektroda dipasang pada tubuhnya oleh suster-suster ruang anak yang ramah dan sigap, fahri merasa lebih tenang dan suara hati yang sebelumnya sempat terlupakan kembali terdengar.

Ia duduk di atas karpet usang mushola rumah sakit dengan wajah murung. “Aku tidak mengenal dia ya Alloh,” pikirnya. “Bahkan, rasanya aku tidak mengenal mang sanip sebenarnya. Apalagi tukang sapu jalan kompleks, tukang-tukang ojek di portal, tukang sayur dan pedagang bakso yang lewat tiap hari, pengantar koran. Mereka tidak kukenal ya Alloh. Aku buta terhadap mereka. Tidak sadar bahwa mereka juga berhak atas diriku seperti orangtuaku, keluargaku, sahabat-sahabatku. Malah mungkin lebih berhak karena sebetulnya kelebihanku sebagiannya adalah milik mereka.

Aku malu ya Robbi. Setelah tahu keindahan kalam-Mu, teladan sahabat-sahabat beliau, setelah aku rasa cahaya-Mu telah merangkulku, ternyata aku masih hidup dalam gelap dan kebodohan. Egois dan kekanak-kanakan. Bagaimana aku mengira bisa bermesraan dengan-Mu kalau antara aku dan orang-orang seperti mang sanip ada tembok yang membatasi. Bagaimana aku yakin aku bukan salah satu di antara mereka yang Kau sebut pendusta agama, yang celaka dalam sholatnya karena tidak menyantuni orang miskin. Bagaimana hamba bisa yakin bahwa dengan shaum, tadarus, qiyamulail I’tikaf hamba di ramadhan ini, hamba bisa meraih ampunan, rahmat, dan surga-Mu? Ridho-Mu?” fahri menggigil ngeri. Setetes air matanya membentuk lingkaran lembab di karpet.

Ampuni hamba, ya Robbi, karena mengira telah bisa menyentuh ‘Arsy-Mu padahal aku hanya asyik dengan diriku sendiri. ampuni hamba, Robbana, karena mengira nikmat pengabdian pada-Mu terletak hanya pada aqimish-shalat ‘mendirikan sholat’ dan lupa bahwa di belakangnya Kau selalu menggandengkan aatuz zakaat ‘menunaikan zakat’. Bahkan ya Robbi, ampuni hamba karena dalam keadaan ini yang hamba pikirkan hanya dosa hamba dan murka-Mu pada diri hamba, bukan bayi mungil yang sedang bergulat melawan penyakit mematikan di ruang isolasi sana..”

“Bang fahri..”
Fahri tersentak menoleh, “Mang..”
“Ini bang, soal timah..”
“Iya kenapa mang?”
“Anu..” mang sanip ragu. “Soal yang tadi dibilangin dokter.. soal umur si timah tinggal sebentar lagi..”
Mang sanip berdehem-dehem sejenak, tapi suaranya masih tercekik waktu ia menyambung, “Saya sama emaknya udah pasrah kalau timah memang mau.. diambil. Kalau emang udah waktunya kita bisa apa?”
Fahri mengangguk, tak tahu harus mengatakan apa.

“Jadi.. bukannya saya sama emak si Timah engga terimakasih bang fahri udah ngurusin supaya si timah bisa dirawat disini.. juga saya engga bermaksud mendahului gusti Alloh apa gimana gitu.. tapi.. daripada merepotkan bang fahri, biar si Timah dibawa pulang lagi saja. Biar.. biar..”
Mang sanip tertunduk.
Fahri menyentuh tangan mang sanip lembut, “Mang sanip engga usah mikir yang engga-engga. Saya engga merasa direpotin. Biar si timah disini aja, dipegang sama ahlinya.”
“Tapi soal..” mang sanip memilin-milin jemarinya. “Bang fahri kan tahu keadaan saya gimana..”

“Soal ongkos,” potong fahri, mengemukakan hal yang tampaknya tak bisa mang sanip sebutkan sendiri,”Itu kita pikir nanti. Kalau mama papa saya sudah pulang dari lampung, kita bicarakan dengan mereka, bagaimana caranya. Insya Alloh mereka mau membantu. Sekarang mang sanip jangan pikir apa-apa lagi. Berdoa saja buat kesembuhan timah.”
Mang sanip tak bereaksi selama beberapa detik, hingga fahri nyaris terlonjak waktu laki-laki itu tiba-tiba menangis sesengukan sambil mengucapkan terima kasih berulang-ulang.
Berdua mereka kembali ke ruang isolasi, menemukan bu sanip tertidur di atas bangku panjang. Fahri melihat arlojinya. Pukul tiga.

“Mang saya mesti pulang dulu sebentar,” katanya sambil menepuk-nepuk saku mencari sepotong kertas untuk menulis. “Saya harus ambil kartu ATM buat ngambil tambahan uang.”
“Kalau bang fahri engga keberatan, saya numpang titip istri saya, biar istri saya pulang duluan. Kasihan anak saya yang lain engga ada yang ngurus.” Mang sanip meremas-remas ujung kausnya, lalu menambahkan dengan murung. “Mana besok lebaran.”

Fahri menggeleng, “Engga usah, bu sanip biar disini aja. Kelihatannya badannya udah kurang sehat tuh. Kalau sibuk ngurus anak, nanti malah sakit beneran.”
Mang sanip melirik istrinya sebentar dan mendesah, “Memang sejak si Timah sakit istiri saya engga tidur-tidur. Kalau begitu, biar saya aja yang pulang.”
“UDah mang sanip disini aja,” fahri menemukan kertas yang dicarinya. Ia mulai menuliskan beberapa nomor disitu. “Anak mamang, biar saya yang urus. Jangan khawatir.”
“Tapi bang..” mang sanip ternganga. Fahri mengibaskan tangannya.
“Ini nomor telepon rumah dan nomor hp saya. Kalau ada apa-apa, telepon saja.” Diberikannya sehelai kertas pada mang sanip. “Saya pergi dulu mang, assalamualaikum.”
“Wa’alaikum salam,” bising mang sanip terbata.
Dari masjid dekat rumah sakit sudah terdengar alunan suara orang bertakbir. Angin dinihari dingin sekali dan bintang-bintang di langit tampak letih dan pucat.

^_^

Sesampai di rumah, fahri dihadapkan pada satu masalah yang sebetulnya sepele. Tidak ada makanan di rumahnya. Fahri sudah makan cukup kenyang saat buka puasa terakhir di masjid dan untuk sarapa sebelum sholat ied ia cuma merencanakan untuk masak mie instan. Tapi, ia tidak tega membayangkan anak-anak mang sanip hanya makan mie instan untuk makanan hari raya.

Di lemari es ada satu pak nugget ayam dan sekaleng kornet. Fahri menggaruk-garus kepalanya selama beberapa lama sebelum akhirnya nekat. Ia mencuci beras sambil tak habis bersyukur karena Alloh telahj menciptakan penemu rice cooker. Sambil menunggu nasinya masak, digorengnya nugget ayam dengan margarine sementara kornet dikocoknya dengan telur dan dibuat dadar. Hasilnya lumayan, hanya dadarnya hancur karena fahri terlalu hati-hati membaliknya.

Fahri mandi, sholat subuh, dan membaca Al-Quran. Sempat berpikir untuk menelepon orangtuanya, mengabarkan bahwa barangkali ia tidak akan sampai di lampung nanti siang. Tapi, jam dinding sudah menunjukkan pukul lima pagi. Fahri memutuskan untuk segera berangkat ke rumah mang sanip. Dimasukkannya nasi, dadar, dan ayam ke dalam rantang. Dikumpulkannya permen, kue, dan minuman dari beberapa parsel di lantai atas dan dimuatnya ke dalam bagasi. Lampu-lampu dipadamkannya dan pintu-pintu dikunci. Ia tak mendengar telepon bordering menutup pintu gerbang.

^_^

“Enak?”
“Enak bang.”
“Bener?”
“He-eh,” anak mang sanip mengangguk untuk menekankan kesungguhannya.
“Tambah dong,” desak fahri.
Yang tertua di antara ketiganya nyengir sambil menyendok lagi dadar dari rantang.
Mereka bertiga sudah bangun dan anak sulung itu sedang memandikan adik perempuannya waktu fahri tiba di rumah mereka. Di meja ada beras zakat fitrah, tapi tidak ada yang bisa memasaknya, padahal mereka jelas-jelas kelaparan. Fahri bersyukur ia membawa nasi dari rumah karena ternyata di rumah keluarga mang sanip tidak ada minyak tanah untuk memasak.

Anak-anak itu lucu. Kemiskinan dan kesedihan sepertinya sulit melunturkan kepolosan mereka. Yang paling kecil misalnya nekat mencoba makan nasi dengan permen coklat dan kelihatan menikmati hasil eksperimennya itu.
“Ini namanya siapa?” tanya fahri sambil mengelus rambut si gadis.
Abangnya menjawab, “Icah bang.”
“Berapa umurnya?”
“Tiga tahun bang,” masih abangnya biacara. “Yang ini hasan, umur lima tahun.”
“Kamu sendiri?”
“Saya umar bang.”
Sesuatu berdesir di dada fahri. Sayyidina Umar Bin Khatab RA, pikirnya. Yang di malam hari menyusuri kotanya dan menemukan seorang ibu menanak batu untuk menghibur anaknya yang lapar. Sang kholifah penguasa dunia islam yang memikul sendiri karung berisi makanan di punggungnya karena tahu tidak aka nada yang membantu membantu membawa beban tanggung jawab di yaumul hisab nanti.

Selesai sarapan, diajaknya anak-anak itu sholat ied bersama dan dari masjid, mereka langsung ke rumah sakit. Di masjid anak-anak itu masih menunjukkan keceriaan dan kelincahan khas anak-anak, tapi dalam perjalanan ke rumah sakit, mereka diam dan mata mereka hampa. Fahri tak bisa mengatakan apa pun yang bisa menghibur mereka.

^_^

“Fatimah?”
“Iya, masuknya tadi malam, jam satu.”
Suster yang muda menyikut suster yang lebih tua. “Yang meninggal tadi subuh, kali.”
Tenggorokan fahri mendadak kering.
Suster yang tua tersenyum minta maaf, “Oh ya, tadi subuh memang ada pasien yang meninggal, tapi yang mengurus suster dinas malam. Saya baru datang. Jadi belum lihat namanya.”
Suster yang muda lenyap sebentar ke kantor dan kembali dengan sebuah buku.
“Iya, sudah meninggal tadi pagi, jam lima lewat sepuluh. Adik siapanya?”
“Saya..” fahri menunduk dan menemukan tiga pasang mata lugu disisinya, “Saya kakaknya.”
“Oh begitu,” suster yang tua mengangguk, “Saya ikut berdukacita.”
“Terima kasih,” bisik fahri setengah tak sadar. “Sekarang orangtuanya dimana ya bu?”
“Coba dicari ke kamar jenazah, barangkali belum dibawa pulang, masih menyelesaikan administrasi.”
“Terima kasih..” fahri menarik tangan icah dan umar sigap mengikuti sambil menuntun hasan. Udara pukul delapan pagi terasa membekukan dan perih di dada saat dihirup. Ataukah itu tangis yang tak bisa diraungkan.

^_^

“Sabar ya mang..” fahri mengulurkan tangan menepuk lengan mang sanip yang duduk dikelilingi beberapa tetangga dan imam masjid setempat. Kata-kata itu rasanya dangkal dan kosong, tidak berarti apa-apa untuk mengurangi kesedihan mang sanip dan istrinya yang seakan tak terhiburkan. Tapi fahri tak tahu mesti mengatakan apa lagi. Ini adalah kematian pertama yang dihadapinya sendiri.

Mang sanip hanya mengangguk pelan dengan mata nanar. Tapi saat fahri bangkit dari hadapannya, tangannya bergerak menahan fahri.
“Terimakasih bang..” katanya serak. “Terimakasih saya engga diaduin ke polisi, anak saya dibawa ke rumah sakit, diurus pemakamannya, kakak-kakaknya dijagain. Terimakasih bang, terimakasih.”

Ia nyaris membungkuk untuk mencium tangan fahri kalau saja fahri tidak memeluknya. Air mata yang bisa ditahan fahri saat membawa jenazah Fatimah pualgn, saat menyaksikan tubuh mungil itu dimandikan dan dikafani lalu digendong ayahnya ke pemakaman, saat melihat tanah sedikit demi sedikit menutupi lubang makamnya, semua mulai mengalir waktu mang sanip mengucap terima kasih padanya. Terimasih untuk apa? Gugat fahri dalam hati.

^_^

Air matanya masih terus mengucur waktu fahri mengemudikan mobilnya pulang. Perjalanan singkat itu jadi terlalu berbahayadan fahri memustukan untuk berhenti di tepi sebuah lapangan dan menenangkan diri.

Langit senja 1 sywal itu tetap seindah sore-sore yang lain, warna biru, mereah dan ungu berselang-seling mengundang kekaguman. Tapi fahri tidak menikmati langit itu, matanya memandang kosong ke lapangan yang sore itu penuh anak-anak yang telah melepas baju baru mereka dan kembali asyik main bola dan layangan. Banyak dari mereka fahri lihat hadir saat pemakaman Fatimah. Anak-anak seperti umar, anak-anak miskin.

Selama ini, Kau selalu menunggu mereka bukan, Robbi? Menungguku selama ini. Menunggu sampai aku mendapati cahaya-Mu dan menunggu sampai cahaya itu mengantarku kepada mereka. Menunggu benih yang disemai, disiram dipupuk Ramadhan untuk berbunga, berbuah. Kau telah menungguku selama itu, Robbi. Apakah aku telah terlalu lama membuatmu menunggu hingga harus Kau ajarkan perihnya kehilangan padaku? Sekarang, aku tahu mengapa Kau menyebut kehilangan seorang manusia sebagai hilangnya kemanusiaan dan selamatnya seorang manusia berarti harapan bagi kemanusiaan.

Ada yang menungguku, Robbi. Kali ini, aku tak mau terlambat lagi.

Ya Alloh Ajari Kami Cinta

Ya Alloh ajari kami cinta 
Sebab Engkaulah Yang Maha Cinta 
Engkaulah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang 
Meskipun kami sering berbuat khilaf dan dosa 
Meskipun kami sering mengingkari perintah-Mu 
Tapi Engkau selalu memberikan curahan kasih sayang-Mu pada kami 
Engkau selalu memberikan rezeki yang cukup kepada kami semua 
Engkau selalu mengurus diri kami setiap saat 

Ya Alloh ajari kami cinta 
Karena cintalah hidup kami terasa indah 
Karena cintalah yang membuat ayah rela menguras tenaga dan pikirannya untuk mencari rezeki yang halal bagi keluarganya 
Karena cinta yang membuat bunda ikhlas mengurus anak-anaknya 
Dan karena cinta jualah yang membuat pekerjaan berat terasa ringan 

Ya Alloh ajari kami cinta 
Cinta yang Engkau ridhoi 
Cinta yang membuat Nabi Muhammad Saw rela berjuang menegakkan agama Islam 
Cinta yang membuat Nabi Nuh As ikhlas berdakwah siang-malam ribuan tahun 
Cinta yang membuat Nabi Ibrahim As rela dibakar api namun karena pertolongan Alloh akhirnya beliau diselamatkan 

Ya Alloh ajari kami cinta

Sumber Cahaya

Sumber cahaya umat Islam yaitu Al-Qur'an.

Guruku berpesan, "Jika kamu mau tahu kedekatan kamu dengan Alloh? Bagaimana hubungan kamu dengan Al-Qur'an? Itulah kedekatan kamu dengan Alloh."

Puisi kang Abik tentang Al-Qur'an Bernyawa

Hamba Yang Faqir

Ya Allah ...
لااله الا الله
Engkaulah rinduku yang tertinggi
Engkaulah kiblat cintaku yang teragung
Maafkan abdiMu yang zhalim kepadaMu

Ya Robbana
لا اله الا انت
Engkaulah sandaran Kami
KepadaMulah kami kembalikan urusan Kami
Kami ada Dalam kesempurnaan pengaturanMu
Disisi abdiMu kezhaliman dan disisiMu hanyalah kasih sayang dan kebaikan.

Ya Robbana
PesanMu yang indah
لااله الا انا فاعبدنى
Ini abdiMu yang berlindung kepadaMu denganMu
Tak ada kuasa sedikitpun atas diriku.
Engkau pemilik semua abdiMu dan makhlukMu
Engkau yang meliputi semuanya dan merajainya.
Terimalah dan Kokohkan kami dijalanMu.
Kami menerima semua takdirMu dengan takdirMu.

Ya Allah
Kami abdiMu yang faqir sebelum kami ada.
Dan tetap faqir setelah ada.
Dan faqir adalah esensi diri kami.
Bimbinglah kami Dalam batas kemampuan kami dalam berbuat kebaikan.
Taufik adalah milikMu.
Kami bertawakal kepadaMu.
Bukakanlah pintu fatahMu, Engkaulah sebaik-baik Pembuka.
Ya Fattah ... Ya Khoirul Faatihiin.

@harisanusi
(Pembina Kelas Mentari Hati)

Kamis, Desember 24, 2015

Bagaimana caranya...

Bagaimana caranya menjelaskan rindu kepada seseorang yang entah siapa dan dimana saat ini.

Untukmu yang jauh disana, terkadang mata ini iri kepada hati, karena kau ada di hatiku, namun tak tampak di mataku.

Aku tidak memiliki alasan pasti mengapa sampai saat ini masih ingin menunggumu, meski kau tak pernah meminta untuk ditunggu dan diharapkan.

Hati ini meyakini bahwa kau ada, meski entah di belahan bumi mana. Yang aku tahu, kelak aku akan menyempurnakan hidupku denganmu, disini, disisiku.

Maka, saat hatiku telah mengenal fitrahnya, aku akan mencintaimu dengan cara yang dicintai-Nya.

Sekalipun kita belum pernah bertemu, mungkin saat ini kita tengah melihat langit yang sama, tersenyum menatap rembulan yang sama.
Disanalah, tatapanmu dan tatapanku bertemu.

Lelaki Musti Berani 3 Hal

Alhamdulillah dapet ilmu yang bagus dari Saling Sapa, dgn inspirator Mas Ippho Santosa. Banyak ilmu yang didapet tapi poin aja disini yang bisa disampein.

Lelaki itu musti berani dalam 3 hal:
1. Berani ngelamar
2. Berani merantau
3. Berani berbisnis

Jleb banget dah.
Insya Alloh bakal berani, melangkah bersama Alloh.

Ingin sekali jadi profesional.
Musti berlatih 10rb jam baru jadi profesional, butuh waktu sekitar 10tahun broo.

Ga perlu nguasain everything buat jadi something.
Ga perlu didukung everyone buat jadi someone.
Perlu kolaborasi. Perlu fokus. Perlu keyakinan yang kuat.

Dream. Pray. Action.
Insya Alloh terus berjuang :)

Love Create Everything

Momen Maulid Nabi, dengerin kajian di Saling Sapa tentang Rosul.
Tak kenal, maka tak cinta.
Kalo udah cinta Insya Alloh lebih mudah taat :)

JODOH itu..

JODOH itu...
Jemput cinta sejatimu.
Obatkan kerinduanmu.
Doalah selalu.
Okekan ilmumu.
Hanya Alloh yang dituju.

Terus Belajar dan Mengamalkan

Alhamdulillah, Alloh masih ngumpulkan keluarga dalam keadaan sehat wal afiat. Di perjalanan selalu ga jauh dari buku.

Kalo di mobil suka pusing baca buku, alternatifnya dengerin ilmu lewat kajian di saling sapa.

Makin banyak ilmu, Semoga bisa berubah jadi amal. Maka, manfaatkan dengan baik setiap waktu kita. Belajar dikit-dikit untuk ngurangin hal yang sia-sia. Mulai kebiasaan baik. Semoga jadi habith yang baik.

Musti berani hijrah ke arah yang lebih baik.
Semangat Permanen, insya Alloh :)

Yakin!

"Aak biasain mulai sekarang. Ngambil keputusan itu harus yakin. Dengan hati yang mantap. Ga usah ragu. Selama itu jalan kebaikan, insya Alloh dimudahkan. Positive thinking terus. Baik sangka itu penting. Karena Alloh sesuai prasangka hambanya. Jangan berpikir negatif. Selama kita terus berdoa, memohon petunjuk dari Alloh. Insya Alloh akan berhasil."

Nasehat Bunda. Semoga bisa diamalkan. Insya Alloh :)

Pantun :)

Kucing buduk blm mandi seminggu
Kucing impor makannya keju
Bukan salah akhwat menunggu
Salah ikhwan tak berani maju

Kucing sibuk bermain tali
Mencari ikan diatas kuwali
Jadi ikhwan yg baik budipekerti
Urusan akhwat percayakan pada murobbi

Kucing jantan kucing betina
Mencari makan bersama sama
Alangkah indah kita bersaudara
Semoga nanti berjumpa di surga 😊

Manusia Langit 2

Ada banyak orang baiik di sekitar kita. Kalo kita orang baik, insya Alloh akan Alloh pertemukan dengan orang baik pula.

Lagi kangen dengan Ustadz satu ini. Kami biasa memanggil Cak Ipang. Beliau adalah sahabat, guru ketika naik gunung mahameru tahun lalu. Alloh pertemukan dalam forum Odoj Adventure ke Mahameru.

Yang sangat berkesan dari beliau adalah orangnya sangat mengayomi. Jujur saja, naik ke Mahameru ini adalah pengalaman pertamaku naik gunung. Tapi aku yakin bersama orang-orang sholih, perjalanan akan dimudahkan.

Ketika rombongan yang lain sudah jauh meninggalkan. Aku masih merangkak menuju tujuan. Beliau ditengah capeknya, masih ngasih semangat. "Ayo akhi dikit lagi. Kita pasti bisa. Alloh bersama kita." ucapnya sambil tersenyum menepuk pundakku.

Ya Alloh terimakasih atas karunia-Mu. Dipertemukan dengan orang yang sholih adalah karunia yang sangat indah. Masya Alloh.

Lewat Odoj Adventure, aku memulai karirku naik gunung. Niatnya ingin ngaji di puncak gunung. Kalo yang lain bawa tongsis. Kita pada bawa mushaf. Semoga Alloh meluruskan niat kita semua.

Semangat Permanen. Allohuakbar!

Rabu, Desember 23, 2015

Cerita Adek Dini 2

Adek dini, Ya Alloh ini anak bikin kangen rumaah. Ampuun.

Sekarang jago banget main gadgetnya. Tapi selalu diingetin, "Dek biar main hp, tapi jangan lupa sholat dengan ngaji yaa." "Iya ak."

"Adek kalo gede pengen jadi apa?"
"Ya, aku ingin jadi dokter ak. Pengen jadi menteri kesehatan. Biar bisa nyembuhin orang banyak, ngasih obat murah buat orang yang sakit."
"Keren dek. Nanti kuliahnya dimana?"
"Dimana yaa. Pengennya di Ugm Jogja."
"Mantaap. Kalo pengen jadi dokter syaratnya apa?"
"Ya musti pinterlah. Rajin jg ibadahnya."
"Gitu dong anak bunda yang pinter."
"Eh ak, ada duren di kulkas, kita makan yuuk."
"Beuh, adek kalo udh denger duren, kenceeng."
"Iyalah, enak soalnya."

Diliat-liat adek dini cantik juga yaa. Lucu, tembem, dan juga bisa diandelin.

"Adek kalo pulang sekolah naik apa?"
"Aku pulang jalan kaki. Biar uangnya bisa dijajanin atau ditabung."
"Kalo udah ditabung, pengen beli apa?"
"Aku pengen beli crayon baru. Biar gambaranku baguus."
"Adek emang pinter dah :)"

Ya Alloh, kabulkanlah cita-cita adek dini, aamiin.

Gambar dibawah adalah hasil karya adek dini, lucu yaa, hehe. Maksudnya gambaran diri sendiri katanya. Malah jadinya gini. Wkwkwk.


Menyemangati dengan Cinta

“Tetapi, orang besar tidak dilahirkan. Orang-orang besar itu ditempa, diukir dan dipersiapkan oleh pendidikan yang baik. Salah satunya adalah tersedianya kesediaan untuk senantiasa menyemangati dengan cinta. Menggerakkan jiwa mereka untuk melakukan kerja besar yang bermakna. Bukan menyibukkan diri dengan kekurangan."

[Mohammad Fauzil Adhim, Positive Parenting]

Dosen pembimbingku pun berpesan: "Orang yang mencintaimu dan memberikan kritik itu jauuh lebih baik daripada orang yang mencintaimu namun tidak memberikan kritik. Itu bentuk kepeduliannya terhadapmu."
(Prof. Abuzar Asra, 2015)

Menyemangati, menasihati dengan cinta :)

Lelaki yang...

Lelaki yang dipuja wanita, cirinya adalah ia yang menyediakan tempat yang paling nyaman untuk menangis. Dibahunya. Disandarannya. (Ust. Salim A. Fillah)

Ya Alloh jadikanlah aku orang yang paling baik budi pekertinya.

"... Orang yang paling baik budi pekertinya adalah orang yang paling baik perlakuannya terhadap istrinya." (HR. Tirmidzi)

Semoga Ya Alloh.
Semoga Ya Alloh.
Semoga Ya Alloh.
Aamiin Ya Robb :)

https://soundcloud.com/amirahalim/firdaus-menangislah-di-bahuku

Jangan PHP

Nasehat bagi diri sendiri, semoga aku terhindar dari ini.
Ya Alloh jadikanlah aku orang yang selalu bertanggung jawab atas semua tindakan.

Jangan Coba-Coba Mengetuk Hati Wanita Jika Tidak Berniat Menghalalkannya.

Sebuah Syair yang bagus ini:

ﻟَﺎ ﺗَﻄْﺮُﻕْ ﺑَﺎﺏَ ﻗَﻠْﺐِ ﺍﻟْﺄُﻧْﺜَﻰ، ﻭَﺃَﻧْﺖَ ﻟَﺎ ﺗَﺤْﻤِﻞُ ﻣَﻌَﻚَ ﺣَﻘَﺎﺋِﺐَ ﺍﻟِﺎﻫْﺘِﻤَﺎﻡِ

“Jangan berani-berani mengetuk pintu hati wanita

Jika engkau tidak membawa berkoper-koper perhatian.”

Karenanya laki-laki jangan TP-TP [maaf] tebar petaka

Maksud kami disini adalah memberi lampu hijau kepada seorang wanita. Menebar pesona kepada wanita baik terang-terangan atau cara pengecut lewat sms atau inbox facebook. Dalam sms atau status facebook menunjukkan bahwa ia seorang yang sangat alim. Sering membuat sms atau status yang menunjukkan bahwa ia alim.

Kemudian memberi harapan kepada wanita, baik secara terang-terangan dengan sering menancapkan pandangan kepada wanita tersebut di kampus misalnya. Atau sindir-sindiran di sms atau inbox facebook,

“Adik sudah menikah belum? Atau sudah ada calon?”

“Saya sedang merasa kesepian dik, sepertinya hampa hidup ini, kayaknya ada yang kurang”

Atau yang parah, mengirim puisi atau kata-kata romantis,

“Seandainya istri saya kelak semisal Adik, pastilah terisi kehampaan hidup dengan mata air kebahagiaan”

“Siapa yang tidak begetar hatinya, menerima sms dari ketikan tangan yang lemah-gemulai seperti adik”

Ketahuilah wahai laki-laki, wanita itu cepat GR “Gede Rasa”, merasa diperhatikan oleh orang lain. Apalagi yang memperhatikan lawan jenis. Wanita itu makluk yang sangat manja dan sangat butuh perhatian tetapi jual mahal. Memalingkan mukanya tetapi hakikatnya sangat ingin menoleh. Mereka cepat GR karena memang hati mereka lemah, semisal kaca sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memisalkan wanita dengan kaca. Beliau bersabda,

رْفَقْ بِالْقَوارِيْرِ

“Lembutlah kepada kaca-kaca (maksudnya para wanita)”

[HR Al-Bukhari no 5856, Muslim no 2323, An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubro no 10326 dan ini adalah lafal An-Nasa’i]

Jika anda sekedar memberi lampu hijau, tetapi tidak di-follow up, karena memang niat anda tidak ingin menikah. Maka hati wanita itu akan pecah berkeping-keping seperti kaca. Sebelumnya anda adalah idolanya, maka sekarang anda adalah orang yang paling dibenci dimuka bumi. Ia akan memberitahu wanita-wanita yang lain supaya hati-hati terhadap anda. Atau dengan kata lain anda di-blacklist dalam kamus mereka.

Demikian semoga bermanfaat.

Berterima Kasih

Berterima kasih atas segala apa yang kita terima adalah wajib. Dari Alloh Swt atau dari makhluk-Nya. Karena terimakasih  kita kepada makhluk adalah terimakasih kita kepada Alloh. Meski dalam pandangan kita, sesuatu yang kita terima sangatlah kecil. Namun, tidak ada yang kecil jika kita yakin bahwa semua itu datangnya dari Alloh Swt.

Dalam interaksi kita dengan sesama manusia, kita tidak pernah lepas dari mengonsumsi kebaikan-kebaikan orang lain. Dan kita perlu bersyukur untuk itu. Berterima kasih kepada sesama manusia dan kepada Alloh Swt perlu kita lakukan. Sebab berterima kasih menggambarkan sikap menghargai kebaikan orang lain atas diri kita. Bahkan, pada hakikatnya, ia merupakan wujud rasa syukur kita kepada Alloh. Bukankah Alloh menggerakkan seseorang untuk berbuat baik dan memberikan kebaikan itu kepada kita?

Rosululloh Saw bersabda, "Orang yang tidak bersyukur atas nikmat yang sedikit berarti tidak akan bersyukur atas nikmat yang banyak. Dan, orang yang tidak berterima kasih kepada manusia berarti tidak bersyukur kepada Alloh." (HR. Baihaqi)

Bentuk terima kasih salah satu dzikir yang diajarkan guruku: "Alhamdulillah 'ala kulihal." "Segala puji bagi Alloh, atas segala kejadian."

Maha Suci Alloh yang sempurna ciptaan-Nya, maha baik atas semua tindakan-Nya.

Berterima kasih yang paling dalaam adalah menyelipkan nama mereka dalam doa-doa kita. Seperti itulah Islam mengajarkan kepada kita :)

Selasa, Desember 22, 2015

Cerita Adek Dini

Hari ini beliin jilbab titipan adek dini.
Dia pesen, "Ak, beliin jilbab yang besar dan gede ya. Warnanya putih dgn biru dongker." "Siaap."

Teringat tulisan di fb, yg tersimpan di notes:

Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Alloh, Dia memberikan banyak karunianya kepada kita. Nikmat sehat, iman, keluarga. Izinkan melalui tulisan ini saya ingin bercerita ttg adik kesayangan saya: wafa addini. 

Nama beliau adalah doa dan harapan bagi keluarga. Artinya: sempurna agamanya. Ingin sekali punya adik yang sholeha dan juga bermanfaat bagi orang lain. 

Saat ini beliau sedang baru saja naik ke kelas lima. Baru-baru ini bunda ngirim pesen: "Aak rajin-rajin sms ke adek dini ya. Beliau suka nangis karena kesepian ditinggalin kakak-kakanya." 

Beliau adalah anak terakhir dari empat bersaudara. Saya ngekos di jakarta, adik yang pertama juga lagi kuliah di trisakti jakarta, adik yang kedua baru aja masuk kuliah di ipb, dan adik yang terakhir adik dini. 

Adek dini punya aktivitas yang lumayan sibuk lho. Selain sekolah, dia ada jadwal ngaji 2x dalam sehari. dari pagi hingga zuhur beliau sekolah, setelah ashar beliau berangkat ngaji, dan pulang ke rumah sebelum maghrib, habis itu berangkat ngaji lagi di tempat yang berbeda. Ya Alloh, semoga adek dini jadi anak yang sholeha lagi manfaat bagi orang lain. 

Saya punya pengalaman dengan adek dini yang masih saya ingat hingga sekarang. 

Beliau sehabis ngaji bertanya, "Aak pake jilbab bagi cewek itu wajib ga?" 
"Wajib dong dek." 
"Berarti yang ga pake jilbab dosa dong?" 
"Iya dong." 
"Kalo masih kecil dosa ga ak?" 
"Kalo masih kecil ya gapapa. Tapi akan lebih baik belajar pake jilbab dari kecil dek." 
"Iya ya ak." 
"Iya dong. Adek yang rajin ya pake jilbab." 
"Iya ak. Kalo pergi sekolah, pergi ngaji adek pake jilbab. Kalo pergi-pergi kadang pake kadang engga ak."
"Ya kalo adek pengen jadi anak sholeha pake dong dek." 
"Iya ak. Adek pengen jadi anak sholeha." 
"Gitu dong baru adek aak, hhe." 
"Ak, mau nanya lagi.." 
"Nanya apa dek?" 
"Kalo jilbab kan banyak macemnya ak," 
"Iya terus.." 
"Terus jilbab adek udah mulai kecil nih ak, udah ga muat lagi, sekarang kalo dipake udah sampe leher ak. Ga enak lagi dipake." 
"Ooh gitu.." 
"Iya ak. Jadi gitu.." 
"Bilang aja keles kalo mau dibeliin krudung baru.." 
"Iyaa aak, hhe :)" 

Semoga adek dini selalu disayang Alloh. 

"Aak kata ustadzah adek, kalo kita ingin disayang Alloh, kita musti taat dan patuh perintah Alloh dalam Al-Quran ya ak?" 
"Iyaa dong dek, termasuk adek pake jilbab juga disuruh Alloh dalam Al-Quran. Karena perintah Alloh pasti baik buat kita dan pasti ada hikmahnya. Inshaa Alloh." 

Ya Alloh berkahilah keluarga kami semua, aamiin.

Suplemen Dakwah

Karena kita butuh suplemen untuk menguatkan di jalan ini. Salah satu caranya dengan membaca buku-buku dakwah :)

Bunda, yang tak lelah mendoakan anaknya

Bunda, yang tak pernah lelah mendoakan anaknya...

Guruku bilang, "Hanya doa yang bisa mengubah takdir kita. Maka, perbanyaklah minta doa kepada orangtua kita. Karena doa mereka sangat mustajab buat kita."

Aku yakin, Bunda selalu mendoakan anak-anaknya di setiap habis sholat. Bunda pun berpesan kepada anaknya, "Nak, mintalah kepada Alloh agar kita dijadikan orang yang beruntung. Karena orang yang beruntung akan mendapatkan kebaikan dari Alloh, dari jalan-jalan yang tidak kita duga."

Bunda, yang tak pernah lelah mendoakan kita. Rasanya belum plong hati ini kalo belum minta doa dengan bunda sebelum ujian. Ujian di kampus statistik dulu sangat nentuin banget, ga ada ngulang kalo jelek. Dan konsekuensi kalo jelek nilainya bisa dropout. "Kamu ujiannya jam berapa?" "Ujiannya jam 8-9.30" "Iya nanti bunda doain."

Kalo bunda ga ada jam ngajar, bunda akan sholat sunnah, baca Quran, dan berdoa agar dimudahkan ketika jam ujian anaknya berlangsung. Masya Alloh.

Keberhasilan kita saat ini bukanlah mutlak dari usaha kita. Keberhasilan kita saat ini salah satunya berkat doa-doa dari orangtua kita. Maka, jadilah anak yang bisa berbakti yang terus mendoakan kebaikan untuk orangtua kita.

Ya Alloh jadikan disisa umur kami bisa menjadi jalan kebahagiaan kemuliaan bagi kedua orangtua kami, aamiin.

Senin, Desember 21, 2015

Belajar Ilmu: Saling Sapa

Banyak tempat buat kita belajar. Salah satunya saling sapa. Insya Alloh manfaat.
Cari guru yang kita inginkan untuk melatih profesional kita.

Manajemen Hidup

Alloh memberikan kita porsi waktu yang sama pada semua orang. Ada yang bisa memanfaatkannya dengan baik, ada juga yang lalai.

Anugerah besar yang Alloh berikan kepada kita yaitu nikmat waktu. Manfaatkanlah waktu kita untuk hal yang baik. Kadang kita tergelincir, tapi segeralah sadar, dan perbaiki diri.

Managelah apa-apa yang Alloh karuniakan kepada kita dengan baik. Semoga hari ke hari kita semakin bijak, menjadi pribadi yang baik, baik, terus semakin baiiik.

Semoga. Insya Alloh :)

Baik dan Sholeh

"Saat ini jadi orang baik aja ga cukup. Harus memiliki karakter yang kuat dan profesional. Memiliki keberanian, keuletan, ketekunan, kesungguhan, dan jiwa profesional. Sehingga seorang muslim akan dihargai sebagai pribadi yang bermartabat."

"Menjadi sholeh juga saat ini ga cukup. Harus memiliki akhlak yang baik, dan memiliki kemanfaatan. Karena kebaikan milik semua orang. Sebarkanlah ilmu yang udah kita dapatkan."

Nasihat pagi ini.

Kisah Istri Shalihah

"Kisah Istri Shalihah…"

Seorang istri menceritakan kisah suaminya pada tahun 1415 H, ia berkata :

Suamiku adalah seorang pemuda yang gagah, semangat, rajin, tampan, berakhlak mulia, taat beragama, dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia menikahiku pada tahun 1390 H. Aku tinggal bersamanya (di kota Riyadh) di rumah ayahnya sebagaimana tradisi keluarga-keluarga Arab Saudi. Aku takjub dan kagum dengan baktinya kepada kedua orang tuanya. Aku bersyukur dan memuji Allah yang telah menganugerahkan kepadaku suamiku ini. Kamipun dikaruniai seorang putri setelah setahun pernikahan kami.

Lalu suamiku pindah kerjaan di daerah timur Arab Saudi. Sehingga ia berangkat kerja selama seminggu (di tempat kerjanya) dan pulang tinggal bersama kami seminggu. Hingga akhirnya setelah 3 tahun, dan putriku telah berusia 4 tahun… Pada suatu hari yaitu tanggal 9 Ramadhan tahun 1395 H tatkala ia dalam perjalanan dari kota kerjanya menuju rumah kami di Riyadh ia mengalami kecelakaan, mobilnya terbalik. Akibatnya ia dimasukkan ke Rumah Sakit, ia dalam keadaan koma. Setelah itu para dokter spesialis mengabarkan kepada kami bahwasanya ia mengalami kelumpuhan otak. 95 persen organ otaknya telah rusak. Kejadian ini sangatlah menyedihkan kami, terlebih lagi kedua orang tuanya lanjut usia. Dan semakin menambah kesedihanku adalah pertanyaan putri kami (Asmaa') tentang ayahnya yang sangat ia rindukan kedatangannya. Ayahnya telah berjanji membelikan mainan yang disenanginya…

Kami senantiasa bergantian menjenguknya di Rumah Sakit, dan ia tetap dalam kondisinya, tidak ada perubahan sama sekali. Setelah lima tahun berlalu, sebagian orang menyarankan kepadaku agar aku cerai darinya melalui pengadilan, karena suamiku telah mati otaknya, dan tidak bisa diharapkan lagi kesembuhannya. Yang berfatwa demikian sebagian syaikh -aku tidak ingat lagi nama mereka- yaitu bolehnya aku cerai dari suamiku jika memang benar otaknya telah mati. Akan tetapi aku menolaknya, benar-benar aku menolak anjuran tersebut.

Aku tidak akan cerai darinya selama ia masih ada di atas muka bumi ini. Ia dikuburkan sebagaimana mayat-mayat yang lain atau mereka membiarkannya tetap menjadi suamiku hingga Allah melakukan apa yang Allah kehendaki.

Akupun memfokuskan konsentrasiku untuk mentarbiyah putri kecilku. Aku memasukannya ke sekolah tahfiz al-Quran hingga akhirnya iapun menghafal al-Qur'an padahal umurnya kurang dari 10 tahun. Dan aku telah mengabarkannya tentang kondisi ayahnya yang sesungguhnya. Putriku terkadang menangis tatkala mengingat ayahnya, dan terkadang hanya diam membisu.

Putriku adalah seorang yang taat beragama, ia senantiasa sholat pada waktunya, ia sholat di penghujung malam padahal sejak umurnya belum 7 tahun. Aku memuji Allah yang telah memberi taufiq kepadaku dalam mentarbiyah putriku, demikian juga neneknya yang sangat sayang dan dekat dengannya, demikian juga kakeknya rahimahullah.

Putriku pergi bersamaku untuk menjenguk ayahnya, ia meruqyah ayahnya, dan juga bersedekah untuk kesembuhan ayahnya.
Pada suatu hari di tahun 1410 H, putriku berkata kepadaku : Ummi biarkanlah aku malam ini tidur bersama ayahku...
Setelah keraguan menyelimutiku akhirnya akupun mengizinkannya.

Putriku bercerita :

Aku duduk di samping ayah, aku membaca surat Al-Baqoroh hingga selesai. Lalu rasa kantukpun menguasaiku, akupun tertidur. Aku mendapati seakan-akan ada ketenangan dalam hatiku, akupun bangun dari tidurku lalu aku berwudhu dan sholat –sesuai yang Allah tetapkan untukku-.

Lalu sekali lagi akupun dikuasai oleh rasa kantuk, sedangkan aku masih di tempat sholatku. Seakan-akan ada seseorang yang berkata kepadaku, "Bangunlah…!!, bagaimana engkau tidur sementara Ar-Rohmaan (Allah) terjaga??, bagaimana engkau tidur sementara ini adalah waktu dikabulkannya doa, Allah tidak akan menolak doa seorang hamba di waktu ini??"

Akupun bangun…seakan-akan aku mengingat sesuatu yang terlupakan…lalu akupun mengangkat kedua tanganku (untuk berdoa), dan aku memandangi ayahku –sementara kedua mataku berlinang air mata-. Aku berkata dalam do'aku, "Yaa Robku, Yaa Hayyu (Yang Maha Hidup)…Yaa 'Adziim (Yang Maha Agung).., Yaa Jabbaar (Yang Maha Kuasa)…, Yaa Kabiir (Yang Maha Besar)…, Yaa Mut'aal (Yang Maha Tinggi)…, Yaa Rohmaan (Yang Maha Pengasih)…, Yaa Rohiim (Yang Maha Penyayang)…, ini adalah ayahku, seorang hamba dari hamba-hambaMu, ia telah ditimpa penderitaan dan kami telah bersabar, kami Memuji Engkau…, kemi beriman dengan keputusan dan ketetapanMu baginya…

Ya Allah…, sesungguhnya ia berada dibawah kehendakMu dan kasih sayangMu.., Wahai Engkau yang telah menyembuhkan nabi Ayyub dari penderitaannya, dan telah mengembalikan nabi Musa kepada ibunya…Yang telah menyelamatkan Nabi Yuunus dari perut ikan paus, Engkau Yang telah menjadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim…sembuhkanlah ayahku dari penderitaannya…

Ya Allah…sesungguhnya mereka telah menyangka bahwasanya ia tidak mungkin lagi sembuh…Ya Allah milikMu-lah kekuasaan dan keagungan, sayangilah ayahku, angkatlah penderitaannya…"

Lalu rasa kantukpun menguasaiku, hingga akupun tertidur sebelum subuh.

Tiba-tiba ada suara lirih menyeru.., "Siapa engkau?, apa yang kau lakukan di sini?". Akupun bangun karena suara tersebut, lalu aku menengok ke kanan dan ke kiri, namun aku tidak melihat seorangpun. Lalu aku kembali lagi melihat ke kanan dan ke kiri…, ternyata yang bersuara tersebut adalah ayahku…

Maka akupun tak kuasa menahan diriku, lalu akupun bangun dan memeluknya karena gembira dan bahagia…, sementara ayahku berusaha menjauhkan aku darinya dan beristighfar. Ia barkata, "Ittaqillah…(Takutlah engkau kepada Allah….), engkau tidak halal bagiku…!". Maka aku berkata kepadanya, "Aku ini putrimu Asmaa'". Maka ayahkupun terdiam. Lalu akupun keluar untuk segera mengabarkan para dokter. Merekapun segera datang, tatkala mereka melihat apa yang terjadi merekapun keheranan.

Salah seorang dokter Amerika berkata –dengan bahasa Arab yang tidak fasih- : "Subhaanallahu…". Dokter yang lain dari Mesir berkata, "Maha suci Allah Yang telah menghidupkan kembali tulang belulang yang telah kering…". Sementara ayahku tidak mengetahui apa yang telah terjadi, hingga akhirnya kami mengabarkan kepadanya. Iapun menangis…dan berkata, اللهُ خُيْرًا حًافِظًا وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِيْنَ Sungguh Allah adalah Penjaga Yang terbaik, dan Dialah yang Melindungi orang-orang sholeh…, demi Allah tidak ada yang kuingat sebelum kecelakaan kecuali sebelum terjadinya kecelakaan aku berniat untuk berhenti melaksanakan sholat dhuha, aku tidak tahu apakah aku jadi mengerjakan sholat duha atau tidak..??

Sang istri berkata : Maka suamiku Abu Asmaa' akhirnya kembali lagi bagi kami sebagaimana biasnya yang aku mengenalinya, sementara usianya hampir 46 tahun. Lalu setelah itu kamipun dianugerahi seorang putra, Alhamdulillah sekarang umurnya sudah mulai masuk tahun kedua. Maha suci Allah Yang telah mengembalikan suamiku setelah 15 tahun…, Yang telah menjaga putrinya…, Yang telah memberi taufiq kepadaku dan menganugerahkan keikhlasan bagiku hingga bisa menjadi istri yang baik bagi suamiku…meskipun ia dalam keadaan koma…

Maka janganlah sekali-kali kalian meninggalkan do'a…, sesungguhnya tidak ada yang menolak qodoo' kecuali do'a…barang siapa yang menjaga syari'at Allah maka Allah akan menjaganya.

Jangan lupa juga untuk berbakti kepada kedua orang tua… dan hendaknya kita ingat bahwasanya di tangan Allah lah pengaturan segala sesuatu…di tanganNya lah segala taqdir, tidak ada seorangpun selainNya yang ikut mengatur…

Ini adalah kisahku sebagai 'ibroh (pelajaran), semoga Allah menjadikan kisah ini bermanfaat bagi orang-orang yang merasa bahwa seluruh jalan telah tertutup, dan penderitaan telah menyelimutinya, sebab-sebab dan pintu-pintu keselamatan telah tertutup…

(sumber : http://www.muslm.org/vb/archive/index.php/t-416953.html , Diterjemahkan oleh Firanda Andirja)

Kota Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam-, 19-11-1434 H / 25 September 2013