Yey,
bentar lagi aku libur dong. Artinya, aku akan punya waktu yang lebih banyak
bersama keluarga. Berantem sama adikku, ngerumpi bareng bunda, atau bercerita
sama ayah. Jalan-jalan bareng, makan bareng, ngobrol bareng. Pokoknya
menyenangkan.
***
Kita
sering sekali terjebak pada mekanisme hubungan formal antara anak dan orangtua,
membuat hubungan begitu berjarak. Sulit untuk saling jujur dan terbuka. Peran
mereka yang begitu luar biasa, yang melahirkan anak-anaknya, yang memeberi
makan, memberi uang jajan, memberi tempat tinggal dan penghidupan lainnya;
membuat kita memiliki kekhawatiran tersendiri untuk selalu terbuka dan jujur
kepada mereka, terutama tentang kekurangan, kelemahan dan hal-hal yang dirasa
kurang berkenan lainnya. Takut sekali mengecewakan mereka. Banyak sekali yang
berusaha kita sembunyikan dari mereka. Akibatnya, orangtua kita tidak
benar-benar mengenal anaknya karena anak-anaknya tidak leluasa menunjukan
keasliannya, apa adanya, identitasnya sebagai individu.
Di
sisi lain, sebagian besar orangtua juga lupa melihat anaknya sebagai manusia,
terlalu banyak memandangnya sebagai anak, sebagai pewaris keturunan juga
harapan keluarga. Lalu, mekanisme peran dan tanggungjawab itu jika tidak
ditempatkan dengan proporsional, membuat hubungan menjadi kaku. Banyak sekali
anak yang kesulitan mengucapkan kalau mereka sayang sama orangtuanya, begitu
juga sebaliknya. Padahal, dibalik status dan peran sebagai anak atau sebagai
orangtua, kita sama-sama manusia yang tentunya juga memiliki kebutuhan untuk
dikenal dan diperlakukan sebagai manusia biasa, yang nyata juga sejajar. Tidak
melulu sebagai anak, tidak selalu sebagai orangtua.
***
Orangtuaku
mengerti betul tentang itu, bahwa dibalik peran kami masing-masing sebagai
orangtua ataupun anak, kami juga sama-sama manusia. Dengan sedih senangnya,
dengan segala kurang lebihnya. Entah dari kapan pemahaman itu tertanam. Sering
sekali kami melepas peran kami sebagai anak atau sebagai orangtua ketika
dibutuhkan, ketika peran itu membuat kami semakin jauh atau semakin tak
terjangkau. Berbicara sejajar, sesama manusia yang perlu dukungan satu sama
lain, sesama manusia yang membutuhkan hiburan ketika sedih, sesama manusia yang
saling tolong menolong. Seperti kata ayah;
“Sesempurna
apapun sebuah hubungan, seberapa banyakpun cinta yang di dalamnya, seberapa
rekatpun kedekatan antar sesamanya, seberapa sucipun latar belakang yang
melandasinya; selalu membutuhkan mekanisme yang tepat untuk bisa tetap
bertahan, untuk tetap mengembangkannya pada tahap yang lebih dalam lagi.”
Itulah
kenapa keluarga kami memiliki forum keluarga, forum perempuan antara aku dan
bunda atau forum lelaki antar ayah dan adikku, atau acara-acara kebersamaan
yang lainnya, atau dari cara-cara ayah bunda memperlakukan kami. Layaknya
seperti manusia biasa; ayah terbuka tentang kesulitan dengan kerjaan kantornya,
bunda yang kerepotan ngurusin rumah tangga, atau aku dan adikku yang bertanya
dan bercerita ini itu. Ayah bunda juga tidak keberatan atau canggung untuk
menceritakan perjalanan kehidupan mereka, jika itu dibutuhkan. Sering malah,
bahkan dari cerita-cerita itulah kami lebih mengenal mereka.
Ayah
dan Bunda melakukan tugasnya dengan baik untuk mendidik, mengayomi dan
memberikan teladan, tanpa melupakan satu hal; diri sendiri. Bahwa seberapa banyak harapan yang mereka gantungkan kepadaku,
seberapa inginnya mereka agar aku seperti ini seperti itu, aku tetaplah diriku
sendiri yang tidak selalu bisa seperti apa yang mereka inginkan. Terkadang, aku yang mengalah,
lebih sering mereka yang mengalah. Walaupun aku yang sering salah, ruang salah
itu selalu bisa mereka manfaatkan menjadi ruang pembelajaran untukku. Seperti
kata bunda;
“Kali
ini mungkin bunda yang benar, tapi tidak selalu bunda yang salah. Setiap kita
punya kebenaran dan kesalahan di sisi masing-masing. Tapi setidaknya, jangan
biarkan hatimu berhenti bersuara. Dengarkan dengan baik, karena tak ada
siapapun yang bisa memaksa hatimu.”
“Hanya
saja, kita harus menggunakan akal dan perasaan secara bijaksana, karena;
secerdas-cerdasnya akal enggak mungkin bisa mengerti bahasa hati, dan
sebersih-bersihnya hati juga tidak selalu bisa menjangkau kemampuan akal.
Mungkin kondisi bunda dulu berbeda dengan kondisi kamu sekarang. Bunda hanya
bisa ngasih masukan seperti ini seperti itu, pada akhirnya kamu yang harus
memutuskan. Kamu yang akan menjalankan.”
***
Maka,
karena aku dan orangtuaku sama-sama manusia. Buatku, membahagiakan orangtua tak
harus serepot menunggu menjadi orang sukses terlebih dahulu, mengiriminya uang
rutin, atau memberikannya hadiah dari uang hasil keringat sendiri.Bisa
jadi itu salah atu bagiannya. Tapi tentu saja bukan satu-satunya. Kasihan
sekali orangtua kita jika hanya itu yang bisa kita berikan untuk membahagiakan
atau membalas jasa-jasa mereka. Rata-rata kita baru bisa melakukan itu setelah
bekerja, setelah lulus kuliah. Tentu saja kita dikejar target lain untuk
membangun keluarga sendiri, dan jika sudah memiliki keluarga sendiri, sudah
pasti juga intensitas untuk membahagiakan orangtua dengan jalan itu akan
berkurang.
Buatku
membahagiakan ayah bunda cukup dengan mengenal dan memperlakukan mereka seperti
manusia yang lainnya dengan berbagi sedih bahagia atau sekedar tertawa bersama,
mendengar keluhnya, sekedar memberikan perhatian kepada mereka atau dengan
kebaikan-kebaikan kecil lainnya. Tentu saja dengan menghargai dan menghormati
peran mereka sebagai orangtua.
***
“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam...
Eh, anak bunda udah pulang” bunda berhenti dari
kerjaan menyapu terasnya
“Ye,
ngaku-ngaku. Emang aku anaknya bunda? Orang aku anaknya ayah kok.”
“Putri...” bunda
pura-pura marah dengan gagang sapu yang terangkat.
#diorama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar