Selasa, Januari 19, 2016

Forum Lelaki 8

Menurutku, tak ada pekerjaan yang lebih rumit selain mengurusi orang-orang. Astaga, ribet sekali menghadapi orang dengan beragam kemauan dan karakternya masing-masing. Ada yang begini, ada yang begitu, suka ini tapi enggak suka itu, suka itu tapi enggak suka ini. Dan, aku paling ribet dan males menghadapi orang yang melankolis. Dikit-dikit mainnya perasaan. Serasa hanya mereka saja yang punya perasaan dan bisa merasakan. Sialnya, itulah yang sedang aku hadapi di sebuah kepanitiaan, kebetulan aku ketua panitianya. Masalahnya lagi, ternyata yang harus aku hadapi adalah masalah orang-orang yang ada di kepanitiaannya, yang berefek pada tanggungjawab mereka di kepanitiaan. Mau enggak mau, aku terpaksa terlibat dalam masalah mereka.

***

“Manusia itu terlalu unik dan kompleks untuk dibedakan dengan kotak-kotak seperti itu. Kamu jangan terjebak dengan teori-teori macam begitu. Cukup gunakan pembagian itu sebagai salah satu cara untuk memahami orang lain, tapi bukan untuk menjustifikasi apalagi digunakan sebagai acuan pembenaran.”

Itu penjelasan ayah setelah mendengar ceritaku tentang masalah orang-orang yang di kepanitiaan. Entah yang melankolis, korelis, sanguinis ataupun plegmatis.

“Maksudnya, Yah?”

“Iya, mentang-mentang melankolis, seolah-olah dibenarkan untuk terlalu sensitif. Mentang-mentang korelis, inginnya dominan melulu. Mentang-mentang plegmatis, selalu lama mengambil keputusan walaupun banyak orang yang terdzolimi. Padahal, setiap kondisi membutuhkan penyikapan yang berbeda. Sebagaimana manusia juga memiliki karakter yang berbeda. Parahnya lagi, sulit yang mau berubah akibat pembagian-pembagian itu. Serasa, karakter tersebut adalah pemberian Tuhan yang sudah melekat dan tak bisa diubah. Padahal, yang namanya karakter, serumit apapun itu, seberapa lambatpun itu selalu bisa berkembang dan berubah. ”

“Lalu, bagaimana memperlakukan orang dengan masing-masing karakter itu, Ayah?”

“Cara terbaik memperlakukan orang lain adalah dengan memperlakukan mereka seperti apa yang mereka inginkan; memperlakukan mereka dengan cara yang mereka senangi. Catatannya perlakuan itu harus membuat mereka lebih baik, tidak manja apalagi menimbulkan ketergantungan.”

“Dulu, ketika zaman rasulullah masih hidup, sekelompok sahabat ditanya oleh sahabat yang lain; siapa diantara kalian yang paling dekat dengan rasulullah. Semua orang yang ada di ruangan itu mengaku kalau merekalah yang paling dekat dengan rasulullah. Setelah diselidiki, ternyata rasul memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda-beda, sesuai dengan karakternya masing-masing. Itulah salah satu sebab kenapa rasul sangat dicintai oleh para sahabatnya.”

“Kalau begitu, kita plin-plan dong, Yah? Kok menghadapi orang lain dengan menggunakan karakter yang berbeda?”

“Bukan plin-plan, Nak. Kita hanya sedang berusaha untuk menghormati mereka, untuk memahami mereka, juga memberikan yang terbaik yang kita bisa untuk mereka. Tentu saja kita harus punya prinsip dan karakter tersendiri sebagai jati diri kita, yang menggambarkan siapa sebenarnya kita. Perbedaan perlakuan terhadap orang yang berbeda karakter itu adalah cara mengkomunikasikan karakter dan kepribadian kita. Isinya sama, maksudnya juga sama, Cuma caranya saja yang berbeda. Agar maksud itu bisa tersampaikan dengan baik. Banyak tujuan yang mulia tapi ditangkap sebagai sesuatu yang tidak mulia karena kita salah menyampaikannya, salah mengkomunikasikannya.”

“Tapi ada lho, Yah, yang dikomunikasikan dengan cara yang baik malah jadi keenakan; sulit sekali berubah. Malah tidak sadar-sadar dengan kesalahannya.”

“Yang dimksud dengan cara yang baik itu, tidak selalu menggunakan cara yang lemah lembut. Cara yang baik itu cara yang bisa dimengerti, dipahami, dan dilaksanakan. Bisa saja sesekali kita menggunakan cara yang keras dan tegas. Catatannya, ketegasan itu bukan berasal dari kekesalan atau kekecewaan kita, tapi untuk benar-benar membuat orang yang dimaksud menjadi lebih baik. Percaya deh, sesuatu yang diniatkan dengan baik, dilakukan dengan proses yang terbaik, selalu menghasilkan sesuatu yang baik pula.”


“Kita adil enggak sih, Yah, kalau memperlakukan orang berbeda-beda begitu?”

“Kita akan sulit melihat keadilan, jika kita hanya melihat suatu masalah dari satu sisi saja. Semakin kita melihat dari banyak sisi, semakin mudah keadilan itu bisa terlihat. Lalu, kalau kita sudah bisa melihat dari berbagai sisi, kita tentukan sisi mana yang paling tepat untuk menyelesaikan masalah itu. Dengan begitulah proses memahami keadilan sekaligus pendewasaan akan berjalan dengan baik.”

“Bahkan, disitulah letak keadilannya. Memperlakukan orang sesuai dengan proporsinya masing-masing. Sesuai kapasitas juga karakternya masing-masing. Tidak melulu sama. Tak harus disamaratakan. Memberikan tanggungjawab yang lebih besar kepada seseorang akan dilihat tidak adil jika kita melihatnya dari sisi kesamarataan. Padahal, dengan tanggungjawab itu sebenarnya orang yang dimaksud memiliki kesempatan yang lebih banyak untuk mengembangkan potensinya.”

“Lalu, seberapa jauh kita harus ikut terlibat dalam masalah mereka, Ayah?”

“Coba deh, ayah tanya dulu, apa sebenernya tujuan acara yang kamu dan temen-temen kamu buat?”

“Ya, intinya untuk memberikan kemanfaatan kepada orang lain, Ayah.”

“Nak, tanggungjawab kita dalam sebuah  acara, bukan sekedar membuat acara menjadi sukses. Egois sekali jika hanya itu motivasinya. Padahal, secara tidak langsung kita diberikan tanggungjawab untuk membuat orang-orang yang terlibat dalam acara itu menjadi manusia yang lebih baik lagi; lebih berkembang secara karakter ataupun potensi. Jangan ngomong tentang kemanfaatan untuk orang lain jika kita masih belum mengerti tentang hal sesederhana itu. ”

“Seberapa jauh kita harus terlibat, tergantung kondisinya masing-masing. Ada saatnya kita membiarkan mereka bekerja sendiri, agar mereka bisa lebih kreatif, mandiri dan jauh dari ketergantungan. Ada saatnya kita harus bersama mereka, turun secra langsung untuk menyelesaikan masalah bersama-sama. Intinya, apapun sikap kita sebagai seorang pemimpin, harus memastikan semua tugas berjalan dengan baik.”

“Bagaimana kalau diantara mereka ada yang tidak menyukai tindakan atau kebijakan yang kita ambil, Ayah?”

“Tugas kita bukan unuk membahagiakan semua orang. Lagipula, tidak mungkin semua orang bisa kita bahagiakan. Dalam hal ini, tugas kita adalah memastikan kebaikan yang sebaik-baiknya untuk organisasi. Artinya, jika ada beberapa orang yang tidak menyukai, padahal itu adalah yang terbaik untuk organisasi, tinggal dipahamkan baik-baik antar personal. Tidak perlu diperpanjang dengan macam-macam pemikiran.”

“Oke deh, Ayah. Trims atas masukannya.”

***

Kalian tahu kenapa Ayah bisa berbicara seperti itu? Karena bagi ayah, keluarga adalah organisasi paling penting dalam kehidupan kami; yang harus diatur dan dijaga baik-baik. Nantilah, lain kali aku ceritakan bagaimana ayah mengaturnya. :D


#diorama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar