Senin, Januari 18, 2016

Kuliah Cinta 4

“Putri, Bunda sama sekali enggak keberatan kalau kamu masang foto di facebook atau sarana komunikasi yang lainnya. Tapi please dong, yang biasa-biasa aja. Jangan yang lagi norak, jangan yang lagi lebay, jangan yang ganjen, jangan yang enggak penting. Bunda risih tahu enggak sih ngeliatnya.”

“Ih, Bunda lebay deh. Biasa aja kali Bunda. Temen-temen Putri juga pada masang fotonya kok, malah lebih parah daripada Putri.”

***

Ini salah satu yang kurang aku sukai dari bunda. Kadang suka over protective dengan pikiran kunonya. Masa masalah foto aja diributin, itu kan enggak penting-penting amat. Tapi buat bunda, semua hal yang berkaitan dengan anaknya akan menjadi penting.Jangan tanya darimana bunda tahu tentang foto itu, bunda rajin banget ngecek facebook-ku dan adikku, bahkan terkadang suka mengecek hp kami tanpa sepengetahuan kami. Yang terakhir aku baru tahu belakangan dan marah banget waktu tahu itu, sampai diem-dieman sama bunda, sampai harus didamaikan ayah, sampai bunda sedikit dimarahin sama ayah karena enggak mau ngalah, sampai harus buat kesepakatan-kesepakatan segala.

Dan ayah selalu bisa menjadi orang netral di hdapan kami. Apa yang dibilang ayah benar waktu itu, walaupun bunda suka ngecek hp dan facebook-ku, walaupun kadang-kadang bunda juga nanyain aku ke temen-temenku, tapi bunda tidak pernah mencampuri urusanku di hadapan temen-temenku, hanya sesekali mengomel dan mengevaluasi kalau ada yang enggak beres sama aku (itupun di forum perempuan, hanya aku dan bunda). Akhirnya, aku dan bunda berdamai setelah tiga hari kurang sepuluh menit (kan enggak boleh lebih dari tiga hari saling diamnya :D). Karena ternyata, enggak enak banget harus diem-dieman sama bunda.

Setelah itu, aku dan bunda kembali seperti semula. Malah jadi lebih deket lagi, apalagi beberapa hari kemudian ketika bunda mengakui kesalahan dan meminta maaf dengan tulus. Ah, oke banget deh bunda waktu itu. Tapi tetep kesel juga waktu bunda bilang, diem-deman itu, bunda diomelin ayah itu, semuanya skenario ayah bunda untuk melihat seberapa dewasa aku. Dan intinya, aku enggak lulus dalam ujian itu. Masih terlalu kekanak-kanakan. Huff.

Tapi terkait foto tadi, tetep. Aku masih belum setuju dengan yang bunda bilang. Akhirnya, malam itu aku kembali mendapatkan kuliah cinta dari bunda, hanya gara-gara foto;

“Emang tujuan Putri apa sih upload foto-fotu yang seperti itu?”
“Biar temen-temen Putri tahu aja kegiatan Putri apa dan bagaimana, Bunda.”
“Tapi kan enggak harus semuanya dipublish, Nak. Apalagi yang sifatnya privasi. Kamu bisa memilih beberapa foto saja”
“Emang kenapa sih, Bunda? Enggak boleh ya?”
“Boleh-boleh saja Nak. Bunda, hanya ingin melihat anak bunda menjadi perempuan yang cantik.”
“Makasih bunda, jadi malu dan terharu. Tapi apa hubungannya sama foto bunda?”
“Putri, kamu itu perempuan. Cantik lagi kayak bundanya...”
“Please deh bunda, jangan mulai lagi ...”
“Iya, iya, denger ya, bunda serius nih..”
“Iya, Bunda. Apa?”

“Putri, sebagai perempuan, kamu harus memahami bahwa sejatinya, kecantikan perempuan ada di hati bukan di wajah. Sedangkan, sikap kita, perilaku kita, keseharian kita adalah cermin dari hati kita. Kamu juga harus memahami kebijakan yang sederhana ini: Tidak semua kecantikan dan kelebihan yang kita miliki bisa diperuntukkan untuk semua orang. Bahkan ada hak dan porsinya masing-masing. Ada yang harus dimanfaatkan untuk sebanyak mungkin manusia. Ada kelebihan yang hanya menjadi hak orang-orang tertentu saja. Kamu tidak boleh tertukar menyimpan kelebihan yang harusnya diberikan kepada orang lain dan mengobral kelebihan atau kecantikan yang sebenarnya bukan hak setiap orang.”

“Maksudnya, Bunda?”
“Nak, kamu tahu apa kebahagiaan tertinggi seorang perempuan?”
“Apa bunda?”
“Mungkin sekarang kamu masih belum merasakannya, tapi nanti kamu akan mengalaminya.”
“Apa itu Bunda, apa?”
“Cerita enggak ya?”
“Ayo dong Bunda, kasih tahu, kasih tahu.”

“Tak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang perempuan, selain mendapatkan ridho suami dan anak yang sholeh dan sholehah. Karena hal itulah yang bisa menjadikan seorang perempuan mulia, bahkan jauh lebih mulia daripada para bidadari. Untuk mendapatkan ridho suami, kamu harus menghormati dan memperlakukan suamimu dengan baik. Salah satu cara untuk menghormati suami adalah dengan menjaga pribadimu, dengan menjaga privasimu, dengan menjaga hak-haknya.”

“Tapi kan Putri belum menikah, Bunda?”

“Disitulah letak keutamaannya, sayang. Disitulah letak penghormatannya, letak penghargaannya, sekaligus letak kesetiaannya. Ketika kamu sudah mulai menjaga, padahal belum tahu siapa suamimu, mengenalnyapun belum. Itulah kesetiaan yang sejati, Nak. Percyalah, tidak ada kebaikan yang sia-sia. Dan kebaikan akan selalu dikembalikan dengan kebaikan yang lebih baik lagi.”

“Begitu ya, Bun?”
“Iya, Nak. Sayangnya, dulu bunda tidak bisa seperti itu. Nah, kamu harus lebih baik daripada Bunda.”
“Oke deh, Bunda.”
“Nah, itu baru anak bunda yang gendut..”
“Hmmm. Bunda, sesama gendut enggak boleh saling menghina..”

***

Dan begitulah, kuliah cinta malam itu diakhiri dengan kejar-kejaran antara aku dan bunda. Besok-besoknya, aku langsung menghapus foto-foto itu. Tidak semuanya, yang aku anggap lebay aja. Dan aku baru tahu kenapa bunda kesel banget dan sampe ceramahin aku panjang lebar tadi malam. Ternyata di album foto itu, ada foto aku dan bunda yang lagi ketawa lebar banget, dengan close-up pula. Lebih dari lima lagi.

#diorama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar