“Ayah,
mana yang lebih ayah cintai, bunda atau anak-anak bunda?” sengaja betul Kak Putri menggoda ayah dan bunda di
malam itu, malam ulang tahun pernikahan mereka.
“Ayah
sayang kalian semua, Putri. Bunda, dan anak-anak ayah.”
“Aduh,
ayah. Kak Putri kan nanyanya yang lebih, berarti jawabannya kami atau bunda.
Bukan semuanya.” kali ini aku kompak dengan kak Putri, menggoda mereka.
Sebenarnya kami sudah tahu jawabannya. Ya pasti bunda lah ya, bunda kan udah
lama banget hidup sama ayah. Udah merasakan kebahagiaan dan penderitaan
bersama-sama. Kami hanya ingin mendengarkan kalimat itu langsung dari ayah.
“Ayo,
makan dulu.” Bunda
yang juga ada bersama kami berusaha mengalihkan suasana, tapi kak Putri tetep
ngotot.
“Jawab
dulu, Ayah.”
“Iya
deh, ayah jawab.” Ayah
diam sejenak kami semua khidmat menanti jawaban ayah. Kak putri udah
senyum-senyum aja.
“Siapa, Ayah?
Siapa?” Aku
pura-pura enggak sabaran
“Tentu
saja, ayah lebih mencintai anak-anak ayah daripada bunda. Lebih mementingkan anak-anak.
Iya, kan Bunda?”
“Hah?” Aku dan kak Putri cuma melotot kaget, bunda tidak
menjawab, mukanya sedikit cemberut. Cemburu, lucu sekali melihatnya.
“Kalian
tahu, apa hal paling penting yang harus dilakukan seorang ayah demi
anak-anaknya?
“Apa
emang ayah?”
“Mencintai
ibu mereka dengan cinta yang setulus-tulusnya, dengan cinta yang
sebenar-benarnya cinta. Sayangnya, tak akan ada cinta yang setulus-tulusnya
itu, yang sebenar-benarnya cinta itu, tanpa dilandasi cinta kepada Allah.
Karena sejatinya, ketulusan dan kebenaran itu hanya ‘berkiblat’ kepada Allah.” Aih, wajah si bunda langsung merona merah, walaupun
ditahan-tahan. Lebih lucu daripada sebelumnya. Kami malah bingung dengan
kata-kata Ayah.
“Maksudnya,
Yah?”
***
Sekian
belas abad silam, tersebutlah wanita sederhana nan mulia bernama Ummu Sulaim.
Adalah Abu Talhah, pria paling kaya diantara kaumnya, yang sangat ingin
menikahi janda yang mulia itu. Sayangnya, mereka berbeda akidah. Sedangkan bagi
Ummu Sulaim, tak ada pernikahan dengan akidah yang berbeda. Karena cintanya
terhadap Ummu Sulaim, Abu Talhah berpindah akidah. Mereka menikah dengan mahar
paling indah yang tidak akan pernah dilupakan oleh penduduk langit; syahadat
untuk keislaman Abu Talhah.
Merekalah,
pasangan yang diabadikan di salah satu ayat Allah, karena bersedia menjamu tamu
padahal waktu itu mereka hanya punya makanan yang cukup untuk keluarga sendiri
(semenjak masuk islam, hampir seluruh kekayaan Abu Talhah dibagi-bagikan).
Akhirnya, anaknya hanya dikasih minum dan ditidurkan, sementara suami-isteri
itu hanya pura-pura makan. Yang benar-benar makan hanya para tamu saja.
Suatu
hari, anak kesayangan mereka meninggal. Waktu itu, sang ayah sedang di masjid.
Sepulangnya dari masjid, Abu Talhah mencari-cari anaknya. Kata isterinya,
anaknya baik-baik saja. Seolah tidak terjadi apa-apa; malam itu Ummu Sulaim
benar-benar melayani suaminya dengan pelayanan yang sebaik-baiknya. Esoknya,
setelah suaminya lebih tenang. Ummu Sulaim bertanya kepada suaminya:
“Wahai
suamiku, bagaimana menurutmu jika ada yang menitipkan barang kepadamu dan
pemiliknya mengambilnya. Haruskah kita mengembalikannya, padahal kita sudah
terlanjur suka dengan barang itu.”
“Iya,
kita harus mengembalikannya. Itu bukan hak kita.”
“Suamiku,
sesungguhnya, anak kita adalah titipan Allah. Dan Allah sudah mengambilnya dari
kita.”
Lalu,
dalam sejarah peradaban islam. Kedua pasangan itu, tercatat memiliki tujuh anak
yang semuanya hafal keseluruhan Al-Quran.
***
Itu
cerita ayah menjelaskan maksud kata-katanya tadi. Jika masih belum mengerti
benar, begini kira-kira tambahannya. Bunda memiliki intensitas yang lebih
banyak daripada ayah untuk mengurus dan mendidik anak-anaknya, bahkan darah dan
genetikanya tersalur langsung melalui air susu ibu. Biasanya, peran bunda juga
lebih besar dalam membangun pemahaman dan karakter anak-anaknya. Nah, kalau
bunda tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari ayah, ribut melulu sama
ayah, terus mental dan psikologisnya enggak stabil, bisa dibayangkan apa efeknya
buat anak-anak. Anak-anak tidak akan mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan
pendidikan yang cukup dari orangtuanya.
Makanya,
mereka yang kurang beruntung karena memiliki keluarga yang broken home,memilki peluang yang lebih besar untuk
menjadi anak yang kurang baik, melakukan penyimpangan sebagai pelarian.
Itu pentingnya, ayah harus benar-benar mencintai bunda. Semakin besar cintanya,
semakin besar juga perhatian dan kasih sayng bunda untuk anaknya, semakin baik
juga perkembangan anaknya. Dan tentu saja, hanya mereka yang mendapatkan cinta
yang berkecukupan, yang bisa menebarkan cinta kemanusiaan pada sesama.
Kalau
masih belum ngerti juga, coba kita lihat kondisi kita sekarang. Indonesia,
sebagai negara dengan muslim terbesar di dunia, memiliki angka perceraian
mencapai dua ratus ribu pertahun dari dua juta angka
pernikahan. Sepuluh persen.
Artinya, dari seratus orang yang menikah, sepuluh orang
diantaranya yang bercerai. Angka tertinggi diantara negara mayoritas muslim
lainnya. Uniknya lagi, sebagain besar yang meminta perceraian itu adalah
isteri, bukan suami. Tentu saja, karena suami dirasa masih belum bisa
memberikan kasih sayang, cinta dalam berbagai macam bentuknya.
Kira-kira
begitulah hubungan cinta segi lima. Cinta yang saling berkaitan antara ayah,
bunda, anak-anaknya, masyarakat, dan tentu saja Allah. Masih belum nyambung
juga? Capek deh. :D
***
“Ayah,
bagaimana cara kita mendapatkan pasangan yang baik?” Tanya kak Putri, setelah
mendengarkan cerita ayah
“Laki-laki
yang baik hanya diperuntukkan bagi perempuan yang baik. Begitu sebaliknya.
Karenanya, tidak ada hal yang lebih utama bagi laki-laki atau perempuan yang
belum menggenapkan agamanya, selain menjaga dan memperbaiki diri dengan
sebaik-baiknya. Bagi ayah dan bunda yang sudah menikah? Sama saja.
Bedanya, tanggung jawab kami lebih berat, karena harus mendidik kalain juga,
sehingga usaha perbaikannya juga harus lebih keras.”
***
Perayaan
ulang tahun pernikahan itu selesai setelah makan-makan, pemberian hadiah kepada
ayah-bunda, cerita ini itu tentang masa lalu dan masa depan keluarga. Malam
ini, bunda lebih banyak diamnya. Mungkin masih terpesona dengan kata-kata ayah
sebelumnya. Kami masuk ke kamar masing-masing. Katanya, ayah dan bunda ingin
melanjutkan merayakan ulang tahun pernikahannya berdua saja. Ehm. Ehm.
Maksudnya, mau saling mengevaluasi setelah sholat berjamaah dan berdoa bersama.
Sebelumnya, aku membantu kak Putri membereskan ruang keluarga. Mengambil kertas
berhiasan indah yang tertinggal, yang kak Putri sengaja buat untuk disertakan
pada kado ulang tahun pernikahan ayah dan bunda, tulisannya:
“Ayah,
Bunda; kami mencintai kalian karena Allah.”
#diorama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar