Jumat, Januari 22, 2016

Cinta Segi Lima

“Ayah, mana yang lebih ayah cintai, bunda atau anak-anak bunda?” sengaja betul Kak Putri menggoda ayah dan bunda di malam itu, malam ulang tahun pernikahan mereka.

“Ayah sayang kalian semua, Putri. Bunda, dan anak-anak ayah.”
“Aduh, ayah. Kak Putri kan nanyanya yang lebih, berarti jawabannya kami atau bunda. Bukan semuanya.”  kali ini aku kompak dengan kak Putri, menggoda mereka. Sebenarnya kami sudah tahu jawabannya. Ya pasti bunda lah ya, bunda kan udah lama banget hidup sama ayah. Udah merasakan kebahagiaan dan penderitaan bersama-sama. Kami hanya ingin mendengarkan kalimat itu langsung dari ayah.

“Ayo, makan dulu.” Bunda yang juga ada bersama kami berusaha mengalihkan suasana, tapi kak Putri tetep ngotot.
“Jawab dulu, Ayah.”
“Iya deh, ayah jawab.” Ayah diam sejenak kami semua khidmat menanti jawaban ayah. Kak putri udah senyum-senyum aja.
Siapa, Ayah? Siapa?” Aku pura-pura enggak sabaran

“Tentu saja, ayah lebih mencintai anak-anak ayah daripada bunda. Lebih mementingkan anak-anak. Iya, kan Bunda?”

“Hah?” Aku dan kak Putri cuma melotot kaget, bunda tidak menjawab, mukanya sedikit cemberut. Cemburu, lucu sekali melihatnya.

“Kalian tahu, apa hal paling penting yang harus dilakukan seorang ayah demi anak-anaknya?
“Apa emang ayah?”

“Mencintai ibu mereka dengan cinta yang setulus-tulusnya, dengan cinta yang sebenar-benarnya cinta. Sayangnya, tak akan ada cinta yang setulus-tulusnya itu, yang sebenar-benarnya cinta itu,  tanpa dilandasi cinta kepada Allah. Karena sejatinya, ketulusan dan kebenaran itu hanya ‘berkiblat’ kepada Allah.” Aih, wajah si bunda langsung merona merah, walaupun ditahan-tahan. Lebih lucu daripada sebelumnya. Kami malah bingung dengan kata-kata Ayah.

“Maksudnya, Yah?”

***

Sekian belas abad silam, tersebutlah wanita sederhana nan mulia bernama Ummu Sulaim. Adalah Abu Talhah, pria paling kaya diantara kaumnya, yang sangat ingin menikahi janda yang mulia itu. Sayangnya, mereka berbeda akidah. Sedangkan bagi Ummu Sulaim, tak ada pernikahan dengan akidah yang berbeda. Karena cintanya terhadap Ummu Sulaim, Abu Talhah berpindah akidah. Mereka menikah dengan mahar paling indah yang tidak akan pernah dilupakan oleh penduduk langit; syahadat untuk keislaman Abu Talhah.

Merekalah, pasangan yang diabadikan di salah satu ayat Allah, karena bersedia menjamu tamu padahal waktu itu mereka hanya punya makanan yang cukup untuk keluarga sendiri (semenjak masuk islam, hampir seluruh kekayaan Abu Talhah dibagi-bagikan). Akhirnya, anaknya hanya dikasih minum dan ditidurkan, sementara suami-isteri itu hanya pura-pura makan. Yang benar-benar makan hanya para tamu saja.

Suatu hari, anak kesayangan mereka meninggal. Waktu itu, sang ayah sedang di masjid. Sepulangnya dari masjid, Abu Talhah mencari-cari anaknya. Kata isterinya, anaknya baik-baik saja. Seolah tidak terjadi apa-apa; malam itu Ummu Sulaim benar-benar melayani suaminya dengan pelayanan yang sebaik-baiknya. Esoknya, setelah suaminya lebih tenang. Ummu Sulaim bertanya kepada suaminya:

“Wahai suamiku, bagaimana menurutmu jika ada yang menitipkan barang kepadamu dan pemiliknya mengambilnya. Haruskah kita mengembalikannya, padahal kita sudah terlanjur suka dengan barang itu.”

“Iya, kita harus mengembalikannya. Itu bukan hak kita.”
“Suamiku, sesungguhnya, anak kita adalah titipan Allah. Dan Allah sudah mengambilnya dari kita.”

Lalu, dalam sejarah peradaban islam. Kedua pasangan itu, tercatat memiliki tujuh anak yang semuanya hafal keseluruhan Al-Quran.

***

Itu cerita ayah menjelaskan maksud kata-katanya tadi. Jika masih belum mengerti benar, begini kira-kira tambahannya. Bunda memiliki intensitas yang lebih banyak daripada ayah untuk mengurus dan mendidik anak-anaknya, bahkan darah dan genetikanya tersalur langsung melalui air susu ibu. Biasanya, peran bunda juga lebih besar dalam membangun pemahaman dan karakter anak-anaknya. Nah, kalau bunda tidak mendapatkan kasih sayang yang cukup dari ayah, ribut melulu sama ayah, terus mental dan psikologisnya enggak stabil, bisa dibayangkan apa efeknya buat anak-anak. Anak-anak tidak akan mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan pendidikan yang cukup dari orangtuanya.

Makanya, mereka yang kurang beruntung karena memiliki keluarga yang broken home,memilki peluang yang lebih besar untuk  menjadi anak yang kurang baik, melakukan penyimpangan sebagai pelarian. Itu pentingnya, ayah harus benar-benar mencintai bunda. Semakin besar cintanya, semakin besar juga perhatian dan kasih sayng bunda untuk anaknya, semakin baik juga perkembangan anaknya. Dan tentu saja, hanya mereka yang mendapatkan cinta yang berkecukupan, yang bisa menebarkan cinta kemanusiaan pada sesama.

Kalau masih belum ngerti juga, coba kita lihat kondisi kita sekarang. Indonesia, sebagai negara dengan muslim terbesar di dunia, memiliki angka perceraian mencapai dua ratus ribu pertahun dari dua juta angka pernikahan. Sepuluh persen. Artinya, dari seratus orang yang menikah, sepuluh orang diantaranya yang bercerai. Angka tertinggi diantara negara mayoritas muslim lainnya. Uniknya lagi, sebagain besar yang meminta perceraian itu adalah isteri, bukan suami. Tentu saja, karena suami dirasa masih belum bisa memberikan kasih sayang, cinta dalam berbagai macam bentuknya.

Kira-kira begitulah hubungan cinta segi lima. Cinta yang saling berkaitan antara ayah, bunda, anak-anaknya, masyarakat, dan tentu saja Allah. Masih belum nyambung juga? Capek deh. :D

***

“Ayah, bagaimana cara kita mendapatkan pasangan yang baik?” Tanya kak Putri, setelah mendengarkan cerita ayah

“Laki-laki yang baik hanya diperuntukkan bagi perempuan yang baik. Begitu sebaliknya. Karenanya, tidak ada hal yang lebih utama bagi laki-laki atau perempuan yang belum menggenapkan agamanya, selain menjaga dan memperbaiki diri dengan sebaik-baiknya. Bagi ayah dan bunda yang sudah menikah?  Sama saja. Bedanya, tanggung jawab kami lebih berat, karena harus mendidik kalain juga, sehingga usaha perbaikannya juga harus lebih keras.”

***

Perayaan ulang tahun pernikahan itu selesai setelah makan-makan, pemberian hadiah kepada ayah-bunda, cerita ini itu tentang masa lalu dan masa depan keluarga. Malam ini, bunda lebih banyak diamnya. Mungkin masih terpesona dengan kata-kata ayah sebelumnya. Kami masuk ke kamar masing-masing. Katanya, ayah dan bunda ingin melanjutkan merayakan ulang tahun pernikahannya berdua saja. Ehm. Ehm. Maksudnya, mau saling mengevaluasi setelah sholat berjamaah dan berdoa bersama. Sebelumnya, aku membantu kak Putri membereskan ruang keluarga. Mengambil kertas berhiasan indah yang tertinggal, yang kak Putri sengaja buat untuk disertakan pada kado ulang tahun pernikahan ayah dan bunda, tulisannya:

“Ayah, Bunda; kami mencintai kalian karena Allah.”


#diorama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar