Jumat, Januari 22, 2016

Limit

Kalian pernah merasa jenuh dengan suatu rutinitas? Melakukan hal yang sama, begitu-begitu saja, jauh banget dari semangat, membosankan, bahkan jika dibolehkan; ingin lari saja dari rutinitas itu. Jangan bilang untuk mengembangkan diri di sana, bertambah ini, bertambah itu, mendapatkan ini mendapatkan itu. Untuk bertahan saja rasanya sulit sekali. Belum lagi kalau udah enggak begitu nyaman dengan beberapa orang yang ada di dalamnya. Belum lagi kalau ada tuntutan ini itu yang menumpuk.  Belum lagi, urusannya masih banyak lagi. Benar-benar ada di limit kemampuanku.

***

“Putri yang sabar dong, Nak.”
“Bunda, kesabaranku udah habis.”
“Kesabaran itu enggak ada habisnya, sayang.”
“Tapi, Putri udah enggak kuat lagi Bunda.”
“Kalau begitu, untuk hal ini Putri enggak sabar.”

“Eh, Iya juga ya, Bun. Habis gimana dong?”

“Bisa jadi salah satu cara terbaik untuk memperbesar kemampuan kita adalah dengan mengambil tanggungjawab yang lebih besar. Catatannya, kita harus benar-benar sadar, dengan kesadaran yang sesadar-sadarnya atas resiko dan konsekuensi dari tanggungjawab itu. Agar tanggungjawab itu benar-benar membuat kita lebih bertanggungjawab, bukan malah sebaliknya. Mungkin, Putri hanya baru sekedar mengambil tanggungjawab, tapi lupa untuk memikirkan segala konsekuensinya di awal, jadinya banyak yang terlalaikan.” Aih si bunda,  orang lagi pusing kok malah disuruh menambah tanggungjwab.

“Tapi kan Bunda sendiri yang pernah bilang, kalau Allah selalu memberikan beban sesuai dengan kemampuan hamba-Nya.”

“Iya, bener. Bukan manusia namanya jika tidak punya keterbatasan. Tapi bukan berarti dengan begitu, kita hanya pasrah untuk menerima kemampuan itu apa adanya. Allah memberikan kita keleluasaaan untuk mencari tahu sendiri  dan mengukur seberapa besarbatas kemampuan itu. Bahkan kita diberikan hak untuk memperbesarnya, terus meningkatkannya. Lagipula, batas itu hanya bisa kita ketahui kalau kita sudah berusaha dengan sesunggh-sungguhnya, kalau kita sudah berusaha dengan sehabis-habisnya. Itulah batas kemampuan maksimal kita. Dan dari batas itulah Allah akan menyesuaikan beban, amanah, sekaligus tanggungjawab kita. Makanya, Putri jangan ngomong kemampuannya terbatas dulu, padahal belum melakukan apa-apa, padahal kerjanya masih biasa-biasa saja, padahal masih belum sungguh-sungguh menjalaninya.”

"Ya, bunda kenapa baru bilang sekarang sih, kok telat banget Putri tahu konsep yang begitu?"

"Tidak ada kata terlambat untuk sebuah kebaikan sayang, karena suatu kebaikan, sekecil apapun kebaikan itu, selalu punya nilai tersendiri dihadapan Allah. Bahkan bisa jadi, kebaikan yang terlambat itu jauh lebih bernilai karena mengandung kebaikan lain dari proses perubahannya."

"Maksudnya, Bunda?"

"Kamu tahu salah satu keuntungan orang yang memiliki kesalahan, bahkan kesalahan yang paling fatal sekalipun?"

"Apa itu, Bunda?" 

"Bisa jadi mereka lah orang yang bisa benar-benar menikmati indahnya taubat, indahnya perubahan  ke arah yang jauh lebih baik lagi. Sedangkan, orang yang selalu merasa sudah melakukan kebaikan, padahal kebaikannya maih sangat sdikit, sulit sekali merasakan sensasi taubat yang sesungguh-sungguhnya taubat. Terjebak dalam rutinitas kebaikan itu sendiri, tanpa menyadari untuk apa kebaikan itu. Lupa, bahwa kebaikan sekecil apapun harus dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. Makanya, sebaik apapun diri kita, jangan pernah meremehkan mereka yang lebih buruk daripada kita. Bisa jadi, keburukan itulah yang suatu saat membuatnya melakukan kebaikan yang jauh lebih besar daripada apa yang pernah kita lakukan.”

***

Tahun itu adalah tahun yang paling membahagiakan bagi si tukang sepatu. Pasalnya, setelah 30 tahun mengumpulkan uang untuk berangkat haji bersama isterinya, tahun itu genap sudah tabungannya untuk memberangkatkan mereka berdua ke tanah suci. Mulia sekali niat itu, walaupun dengan segala keterbatasan yang dimilikinya sebagai tukang sepatu.

Suatu hari isterinya tergoda untuk meminta makanan dari tetangganya, karena mencium bau harum dari masakannya, tapi kaget mendengar jawaban tetangganya;

“Tetanggaku yang baik, makanan ini tidak halal bagimu. Daging yang kami masak adalah bangkai yang kami temukan di jalan. Kami tidak tega melihat anak-anak kami kelaparan. Kami sudah banting tulang mencari makanan yang lebih baik, tapi kami tidak menemukannya. Akhirnya hanya bangkai ini yang kami temukan, lalu kami masak biar anak-anak dan keluarga kami tidak semakin menderita."

Di rumah, isteri tukang sepatu menceritakan kepada suaminya tentang kondisi tetangganya. Tanpa berfikir panjang, si tukang sepatu memberikan semua tabungan hajinya kepada tetangga yang dimaksud. Perbuatan mulia yang membuat bukan saja mereka berdua yang diterima hajinya (padahal mereka tidak jadi berangkat), tapi juga membuat seluruh ibadah haji umat muslim pada tahun itu diterima Allah. Adalah Abdullah bin Mubarrak, perantara yang ditunjuk Allah untuk memberikan kabar bahagia tentang tukang sepatu itu melalui mimpinya.

***

Aku merenung sejenak, mengingat cerita ayah di atas, agak kaget dengan penjelasan bunda selanjutnya.

“Nak, terkadang kita sering tertukar untuk menentukan sebuah limit, sebuah batas. Menggunakan batas maksimal nikmat untuk bersyukur, dan menggunkan batas minimal musibah untuk bersabar. Manusia baru bersyukur ketika mendapatkan nikmat yang sangat besar, tapi sudah mengeluh dengan musibah yang begitu kecil. Padahal seharusnya, kita harus tetap bersyukur atas nikmat sekecil apapun, dan berusaha sesabar mungkin untuk musibah sebesar apapun.”

“Bagaimana caranya bersabar, Bunda?”

“Sabar adalah berkusnudzon padaNya, yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa Dia selalu memberikan yang terbaik untuk hambaNya, seadil-adilnya. Walaupun terkadang, kita tidak tahu dimana letak keadilanNya. Walaupun terkadang, kita harus membuktikan sendiri bentuk keadilanNya.

“Sabar adalah kita tetap di sini, berusaha bertahan sekuat mungkin dengan kebaikan bersama pagi, siang, sore dan malam. Sabar adalah menunggu sambil berusaha juga berdoa. Tidak dengan diam tapi dengan pemahaman; bahwa terkadang, Allah menunda apa yang tidak baik bagi kita saat ini untuk ditukar nanti di waktu terbaik , waktu dimana kita benar-benar sudah siap atau waktu dimana kita benar-benar nembutuhkannya. Sabar adalah berusaha untuk lebih banyak mendengar daripada berbicara, mengendalikan diri untuk tidak sombong menunjukkan kelebihan kita diantara kekurangan orang lain. Sabar adalah berlari sejauh-jauhnya dari segala keluh kesah, dari penyesalan yang berlebihan, dari kekecewaan yang terlalu, dari tuntutan yang tidak sepantasnya, atau dari sesuatu yang tak bertanggungjawab.

“Aduh, susah sekali, Bunda. Mana yang lebih berat buat bunda?”

“Sabar bagi bunda adalah menjaga keluarga, benar-benar menghormati ayah, membalas kasih sayangnya dengan segala bakti, juga mencintai anak-anak dengan kasih sayang yang berkecukupan. Dan tentu saja, meladeni segala pertanyaan dan keluh kesah Putri.”

Bunda tersenyum nakal.  Aku cuma cemberut, pura-pura kesal, padahal dalem banget. Lalu, kami tersenyum bersamaan. Tulus.


#diorama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar