Okey,
mari sudahi kepenatan malam ini dengan bercengkrama bersama mama. Orang yang
selalu menempati urutan nomor satu dalam hatiku. Eh enggak deh, mungkin suatu
hari nanti akan menjadi nomor dua, kalau Tuhan sudah mengirimkan seorang
pangeran untukku. Tahu deh kapan. Uhuk uhuk..
***
“Ma, kenapa ya aku suka canggung gitu kalo ketemu
dia?” sebelumnya,
mama udah tahu kalo dia yang kumaksud adalah temen cowok satu kampusku yang
nyebelin banget.
"Kecanggungan tidak akan ada diantara dua orang yang tidak
ada apa-apanya. So, if you are
so awkward to meet him, maybe there is something between you."
* Mama senyum-senyum aja, becandain aku.
"Ih, mama sembarangan deh. Aku enggak suka sama
dia kok, Ma."
"Idih, siapa yang bilang suka. 'Something' itu kan enggak
selalu suka, bisa juga benci, bisa enggak suka gimana gitu, bisa juga sekedar
simpati. Tapi emang biasanya lebih banyak karena suka sih. Cie, anak mama,
ternyata. Udah mulai suka sama cowok nih.” Mama mulai kumat isengnya, godain
aku.
“Enggak, Ma. Enggak.”
“Tampangnya gimana?” Mama kalo lagi ngegodain didiemin, jadi semena-mena,
harus diladeni.
“Ganteng sih, Ma. Salah satu cowok favorit di kampus. Sayang,
kalau buang sampah suka sembarangan.”
“So?”
“Aduh Ma, hanya cewek bodoh yang memilih cowok ganteng
yang suka buang sampah sembarangan.”
“Loh, kok gitu?”
“Iya lah, Ma. Masa mau menyerahkan hidup dan masa depan
dunia-akhirnya sama laki-laki yang enggak bertanggungjawab sih. Gila aja.”
“Wuih, berat amat standar anak mama.”
“Enggak kok, Ma. Intinya kan bertanggungjawab. Nah,
buatku cowok yang buang sampah sembarangan itu bukan cowok yang
bertanggungjawab. Titik.” Mama cuma senyum sendiri denger penjelasan aku. Lupa
sendiri kalau awalnya kami Cuma bercanda.
“Tapi inget ya kesepakatan kita, jangan mau dipacarin sama
cowok, secinta apapun kamu sama dia. Terserah temen-temen kamu itu mau pada
pacaran, mau berapa lama atau sama siapa. Tapi jangan sama anak mama. There is no special advantege on ‘pacaran’, Honey. ‘Pacaran’ is not
special relationship. Biasa aja. Hanya alasan untuk mencintai. Padahal
mencintai itu bisa dengan banyak cara. Dan pacaran bukan cara yang keren.
Lagipula mencintai
itu bisa dengn banyak cara. Tapi hanya ada satu cara untuk memiliki; menikahi.
Bukan memacari.”
“Iya, Mamah sayang. I see. I see. Kan udah kita bahasa
bertahun-tahun yang lalu.” Dan
mama sensitif banget klo udah ngomongin pacaran, padahal tadi kan cuma
bercanda, Ma.
****
Jadi ceritanya, mama itu trauma. Dulu sama papa pacaran
bertahun-tahun sampai akhirnya mereka menikah dan punya anak yang cantik,
manis, dan lucu; ya aku. Haha. Jangan terlalu cepet menyimpulkan kalau aku itu
narsis. Enggak kok, cuma kadang-kadang aja. Itu juga cuma sedikit. Beneran.
Tapi tentang anak cantik yang manis dan lucu tadi benar adanya. Aku pikir semua
bayi dilahirkan dalam keadaan lucu, manis dan karena aku cewek ya cantik.
Mungkin itu salah satu kebaikan Tuhan untuk menghibur pengorbanan dan perjuangan
para ibu setelah kesakitan melahirkan anaknya. Enggak lucu juga kan, udah
sakit-sakit melahirkan sampai mempertaruhkan nyawa, tapi bayi yang lahir jelek,
nyebelin dan buat illfeel. Bisa-bisa
ada ibu yang menyesal karena melahirkan anaknya. Kok anakku begini sih? Haha.
Untung Tuhan enggak setega itu.
Maka dijadikanlah semua bayi itu lucu, menggemaskan, manis,
imut, sebagai modal awal kebahagiaan bagi para ibu. Terkait nanti bagaimana
tampangnya kalau udah gede, itu sih tergantung nasib. Tapi alhmadulillah sih,
kalau aku di kasih tampang kayak begini sama Tuhan. Halah.. Untungnya lagi,
Tuhan itu Maha Adil, enggak menilai kemuliaan kita dari tampangnya. Kasihan
banget nasib orang-orang jelek kalau yang dinilai adalah tampangnya. Untungnya
lagi, Tuhan sudah mensetting perasaan seseorang untuk
memasukkan katagori ‘jelek’ dan ‘enggak jelek’ ke dalam area relatif. Coba
kalau mutlak. Repot kan kalau orang seluruh dunia menobatkan seseorang sebagai
manusia terjelek di muka bumi. Karena ‘jelek’ itu relatif, tenang aja, sejelek
apapun tampang manusia, pasti masih ada yang suka, karena masih banyak manusia
lainnya yang tidak menilai seseorang dari tampangnya. Tapi dari hati dan
prilakunya. Aw, aw, aw, kok jadi so sweet gini sih. Untungnya lagi nih ya,,
udah ah bakalan sampe bsok enggak kelar-kelar ceritanya...
Nah, waktu aku lagi lucu-lucunya, menginjak usia tiga tahun,
papa ketahuan selingkuh. Mama enggak terima dan sakit hati banget dong. Mama
minta cerai. Papa berusaha mempertahankan rumahtangga, mama tetep enggak mau.
Bagi mama, selingkuh adalah kesalahan yang tidak layak untuk dimaafkan. Dan
papa tidak berkutik lagi karena papa bersalah. Mereka bercerai dan hak asuhku
jatuh kepada mama. Dua tahun kemudian mama menikah lagi dengan papa tiriku yang
sekarang. Dan sampai sekarang keluarga kami menjadi keluarga kecil yang
berbahagia. Bersama adik tiriku yang bandelnya keterlaluan sangat, tapi suka
ngangenin. Sedangkan papa kandungku? Enggak tahu deh kemana, enggak pernah
kasih kabar or menengok aku sekalipun. Dasar laki-laki enggak bertanggungjawab.
Kata mama sih dia sudah enggak di Indo lagi. Kadang aku pengen sih ketemu dia,
gitu-gitu kan dia papa kandungku juga. Tapi di satu sisi, aku juga benci banget
sama dia, benci karena dia enggak bertanggungjawab. Benci karena dia udah nyakitin
mama. Tapi kalau kata papa tiriku, yang suka bolak-balik ke luar negeri karena
urusan kantor itu, waktu aku cerita tentang kegundahanku; Family is not about blood. Family is about people who love and loved
you.** And I love you. So much. Like I love your Mom, like I love your brother,
Like I love our family. Hiks,
melelehlah aku.
Sejak itu aku yakin banget kalau mama enggak salah pilih, dan
sejak saat itu juga rasa sayangku berkali lipat pada papa tiriku dan
benar-benar menganggapnya sebagai papa kandungku, sebagaimana ia
memperlakukanku dengan sangat baik, selayaknya anak kandung, like always as his very very special little girl. Always. Kenyataannya, beliau memang
juara. Papa nomor satu di seluruh dunia. Sayangnya, setahun yang lalu, beliau
sudah meninggal. Menyisakan kesan mendalam di keluarga kami. Apa yang dilakukan
dari hati memang selalu meninggalkan kesan, dan kesan itulah yang mempermudah
mengingat pesan, berupa pelajaran hidup yang sudah tertanam dalam keluarga
kami.
Nah, sejak itu mama jadi single parent (lagi). Mengambil alih
semua tanggungjawab sebagai ibu sekaligus kepala keluarga. Aku jadi deket
banget sama Mama. Suka cerita klau ada apa-apa. Suka berantem dan ledek-ledekan
juga sih kadang-kadang. Apalagi di rumah kita cuma berdua. Adekku di pesantren
semenjak SMA. Bertobat gitu deh ceritanya. Pengen jadi orang sholeh katanya.
Jadi jarang pulang.
***
“Eh, tadi mama judes banget ya? Maaf.”
“Iya tahu, Ma. Padahal kan kita lagi becandaan, lagi
ledek-ledekan. Mama lagian yang mulai.”
“Maaf sih, mama jadi inget masa lalu tadi.”
“It’s okey Mam, never mind.” Kami saling melempar senyum. Biasanya klo udah begini
bakalan serius nih style mama. Pertama tadi merasa bersalah karena terlalu
judes, kedua karena inget masa lalu yang menyedihkan itu.
“So, what’s going on, Honey?”
“Iya, Mam. Jadi masalahku itu bukan karena aku suka sama cowok
tadi. Malah sebaliknya, illfeel banget aku sama dia. Ada ya, manusia
semenyebalkan dia. Bawaannya ngerepotin melulu, dikit-dikit minta tolong ini,
minta tolong itu. Udah gitu suka nyalahin orang kalau ada yang enggak beres.
Mentang-mentang dia ketua divisinya. Aku enggak betah dong, Mam. Akhirnya aku
minta dipindahkan ke divisi lain sama ketua organisasinya. Boleh sih. Tapi
tetep aja masih ketemu dia. Akhirnya aku suka menghindar deh, daripada
perasaannya enggak enak dan emang enggak pengen banget ketemu dia. Kalau
sesekali ketemu canggung banget. Padahal harusnya enggak gitu ya, Ma?”
“Dear, dalam hidup, kadang kita harus menghadapi
berbagai hal, yang kalau boleh milih, mungkin kita akan memilih untuk
menghindarinya. Tapi kalau kita menghindar terus, kapan kita mau jadi
dewasa?"***
OMG,
jleb. Mama klo lagi serius nasihatnya bikin hati teriris. Tapi bener juga sih.
“Lagian kan, kita enggak bisa nyalahin keadaan. Karena pada
dasarnya, keadaan itu terjadi karena kita juga. Kita juga enggak bisa meminta
atau berharap orang lain yang menyesuaikan dengan kondisi kita. Berapa ribu
orang yang harus kita repotkan kalau begitu. Kita yang harusnya menyesuaikan
dengan kondisi orang lain, biar hati kitanya enggak capek. Kalaupun ada
beberapa hal yang enggak bisa kita sesuaikan karena itu prinsip banget buat
kita, setidaknya kita menghormati dan menghargainya. Setidaknya dengan begitu,
kita enggak menambah kondisi jadi lebih rumit. It’s about yourself, Honey. Not others.”
Udahan
dulu dong, Ma. Pengen nangis inih, tapi sepertinya mama enggak mendengar suara
hatiku. Hiks.. Mama malah tersenyum, penuh simpati
“Dear, anggap saja sekarang kita akan mengalami perjalanan jauh.
Dan kita harus packinguntuk
menyiapkan segalanya. Sebenarnya,
packing itu belajar memilih, mana-mana saja yang kita bawa dan pertahankan,
seperti halnya memilih siapa atau apa yang akan kita masukkan ke dalam
hati.**** Hidup
adalah perjalanan itu sendiri, sedangkan hati adalah kopernya. Karena
kapasitasnya terbatas, masukan secukupnya saja di dalamnya. Masukkan apa yang
benar-benar kamu butuhkan. Tinggalkan yang memberatkanmu, singkirkan yang
merepotkan. Termasuk perasaan-perasaan yang enggak penting itu. Karena perasaan
itu akan memberatkanmu. Akan memenuhi isi hatimu. Padahal itu tidak terlalu
dibutuhkan dalam perjalanan. Dan tentu saja, perjalanan hidup kamu masih
panjang. Sejatinya masa lalu itu tentang perasaan, sedangkan masa depan itu
tentang pemikiran. Jadi jangan terlalu memabawa perasaan ke masa depan.
Gunakanlah pemikiran untuk menghadapinya."
Ada
air mata yang tak lagi terbendung. Dari matanya mama, kemudian menyusul dari
mataku. Ada tenaga tertentu yang mendorong kami saling berpelukan dalam tangis.
“Maafin aku ya, Ma. Sudah buat mama sedih.”
“Gpp, Dear. Makasih untuk selalu menguatkan Mama, untuk menjadi
alasan kuat mama melanjutkan hidup dan berjuang sekuat tenaga walaupun tanpa
papa. Tadi itu rasanya Mama sedang menasihati diri sendiri. Memang seharusnya
demikian bukan? Ketika kita menasihati orang lain, harusnya pada saat yang sama
kita memposisikan diri juga sebagai orang yang dinasihati, sebagai orang yang
berbuat salah. Biar kitanya enggak sombong, enggak merasa lebih baik, juga bisa
lebih bijak karena nasihat kita sendiri. Makasih sudah menasihati mama secara
tidak langsung. Betapa belakangan ini mama juga lelah menghadapi hidup. I love you,
my dear. Always prod of you." Tangan itu semakin kuat
merengkuhku. Ada kecupan
yang bertubi-tubi mendarat di kepalaku.
Aku? Masih speechless.
Thank you, Mam, for the hardest and the best job in the world; for being My
Mom. If I should describe you in one word, I won’t say ‘mine.. or ‘love’ or
‘happiness.., I will say ‘Alhamdulillah.’*****
________________________________________________________
* quote by Ika Natassa, dengan penyesuaian
** quote by Jackie Chan, dengan penyesuaian
*** quote by Ristee, dengan penyesuaian
**** inspired by Alanda Kariza
***** quote by P&G, combine with Falla Adinda
#diorama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar