Kamis, Januari 14, 2016

Packing

Okey, mari sudahi kepenatan malam ini dengan bercengkrama bersama mama. Orang yang selalu menempati urutan nomor satu dalam hatiku. Eh enggak deh, mungkin suatu hari nanti akan menjadi nomor dua, kalau Tuhan sudah mengirimkan seorang pangeran untukku. Tahu deh kapan. Uhuk uhuk..

***

“Ma, kenapa ya aku suka canggung gitu kalo ketemu dia?” sebelumnya, mama udah tahu kalo dia yang kumaksud adalah temen cowok satu kampusku yang nyebelin banget.

"Kecanggungan tidak akan ada diantara dua orang yang tidak ada apa-apanya. So, if you are so awkward to meet him, maybe there is something between you." * Mama senyum-senyum aja, becandain aku.

"Ih, mama sembarangan deh. Aku enggak suka sama dia kok, Ma."

"Idih, siapa yang bilang suka. 'Something' itu kan enggak selalu suka, bisa juga benci, bisa enggak suka gimana gitu, bisa juga sekedar simpati. Tapi emang biasanya lebih banyak karena suka sih. Cie, anak mama, ternyata. Udah mulai suka sama cowok nih.” Mama mulai kumat isengnya, godain aku.

“Enggak, Ma. Enggak.” 
“Tampangnya gimana?” Mama kalo lagi ngegodain didiemin, jadi semena-mena, harus diladeni.

“Ganteng sih, Ma. Salah satu cowok favorit di kampus. Sayang, kalau buang sampah suka sembarangan.”
 “So?”
“Aduh Ma, hanya cewek  bodoh yang memilih cowok ganteng yang suka buang sampah sembarangan.”
“Loh, kok gitu?”
“Iya lah, Ma. Masa  mau menyerahkan hidup dan masa depan dunia-akhirnya sama laki-laki yang enggak bertanggungjawab sih. Gila aja.”
“Wuih, berat amat standar anak mama.”
“Enggak kok, Ma. Intinya kan bertanggungjawab. Nah, buatku cowok yang buang sampah sembarangan itu bukan cowok yang bertanggungjawab. Titik.”  Mama cuma senyum sendiri denger penjelasan aku. Lupa sendiri kalau awalnya kami Cuma bercanda.

“Tapi inget ya kesepakatan kita, jangan mau dipacarin sama cowok, secinta apapun kamu sama dia. Terserah temen-temen kamu itu mau pada pacaran, mau berapa lama atau sama siapa. Tapi jangan sama anak mama. There is no special advantege on ‘pacaran’, Honey. ‘Pacaran’ is not special relationship. Biasa aja. Hanya alasan untuk mencintai. Padahal mencintai itu bisa dengan banyak cara. Dan pacaran bukan cara yang keren. Lagipula mencintai itu bisa dengn banyak cara. Tapi hanya ada satu cara untuk memiliki; menikahi. Bukan memacari.”

“Iya, Mamah sayang. I see. I see. Kan udah kita bahasa bertahun-tahun yang lalu.” Dan mama sensitif banget klo udah ngomongin pacaran, padahal tadi kan cuma bercanda, Ma.

****

Jadi ceritanya, mama itu trauma. Dulu sama papa pacaran bertahun-tahun sampai akhirnya mereka menikah dan punya anak yang cantik, manis, dan lucu; ya aku. Haha. Jangan terlalu cepet menyimpulkan kalau aku itu narsis. Enggak kok, cuma kadang-kadang aja. Itu juga cuma sedikit. Beneran. Tapi tentang anak cantik yang manis dan lucu tadi benar adanya. Aku pikir semua bayi dilahirkan dalam keadaan lucu, manis dan karena aku cewek ya cantik. Mungkin itu salah satu kebaikan Tuhan untuk menghibur pengorbanan dan perjuangan para ibu setelah kesakitan melahirkan anaknya. Enggak lucu juga kan, udah sakit-sakit melahirkan sampai mempertaruhkan nyawa, tapi bayi yang lahir jelek, nyebelin dan buat illfeel. Bisa-bisa ada ibu yang menyesal karena melahirkan anaknya. Kok anakku begini sih? Haha. Untung Tuhan enggak setega itu.

Maka dijadikanlah semua bayi itu lucu, menggemaskan, manis, imut, sebagai modal awal kebahagiaan bagi para ibu. Terkait nanti bagaimana tampangnya kalau udah gede, itu sih tergantung nasib. Tapi alhmadulillah sih, kalau aku di kasih tampang kayak begini sama Tuhan. Halah.. Untungnya lagi, Tuhan itu Maha Adil, enggak menilai kemuliaan kita dari tampangnya. Kasihan banget nasib orang-orang jelek kalau yang dinilai adalah tampangnya. Untungnya lagi, Tuhan sudah mensetting perasaan seseorang untuk memasukkan katagori ‘jelek’ dan ‘enggak jelek’ ke dalam area relatif. Coba kalau mutlak. Repot kan kalau orang seluruh dunia menobatkan seseorang sebagai manusia terjelek di muka bumi. Karena ‘jelek’ itu relatif, tenang aja, sejelek apapun tampang manusia, pasti masih ada yang suka, karena masih banyak manusia lainnya yang tidak menilai seseorang dari tampangnya. Tapi dari hati dan prilakunya. Aw, aw, aw, kok jadi so sweet gini sih. Untungnya lagi nih ya,, udah ah bakalan sampe bsok enggak kelar-kelar ceritanya...

Nah, waktu aku lagi lucu-lucunya, menginjak usia tiga tahun, papa ketahuan selingkuh. Mama enggak terima dan sakit hati banget dong. Mama minta cerai. Papa berusaha mempertahankan rumahtangga, mama tetep enggak mau. Bagi mama, selingkuh adalah kesalahan yang tidak layak untuk dimaafkan. Dan papa tidak berkutik lagi karena papa bersalah. Mereka bercerai dan hak asuhku jatuh kepada mama. Dua tahun kemudian mama menikah lagi dengan papa tiriku yang sekarang. Dan sampai sekarang keluarga kami menjadi keluarga kecil yang berbahagia. Bersama adik tiriku yang bandelnya keterlaluan sangat, tapi suka ngangenin. Sedangkan papa kandungku? Enggak tahu deh kemana, enggak pernah kasih kabar or menengok aku sekalipun. Dasar laki-laki enggak bertanggungjawab. Kata mama sih dia sudah enggak di Indo lagi. Kadang aku pengen sih ketemu dia, gitu-gitu kan dia papa kandungku juga. Tapi di satu sisi, aku juga benci banget sama dia, benci karena dia enggak bertanggungjawab. Benci karena dia udah nyakitin mama. Tapi kalau kata papa tiriku, yang suka bolak-balik ke luar negeri karena urusan kantor itu, waktu aku  cerita tentang kegundahanku; Family is not about blood. Family is about people who love and loved you.** And I love you. So much. Like I love your Mom, like I love your brother, Like I love our family. Hiks, melelehlah aku.

Sejak itu aku yakin banget kalau mama enggak salah pilih, dan sejak saat itu juga rasa sayangku berkali lipat pada papa tiriku dan benar-benar menganggapnya sebagai papa kandungku, sebagaimana ia memperlakukanku dengan sangat baik, selayaknya anak kandung, like always as his very very special little girl. Always. Kenyataannya, beliau memang juara. Papa nomor satu di seluruh dunia. Sayangnya, setahun yang lalu, beliau sudah meninggal. Menyisakan kesan mendalam di keluarga kami. Apa yang dilakukan dari hati memang selalu meninggalkan kesan, dan kesan itulah yang mempermudah mengingat pesan, berupa pelajaran hidup yang sudah tertanam dalam keluarga kami.

Nah, sejak itu mama jadi single parent (lagi). Mengambil alih semua tanggungjawab sebagai ibu sekaligus kepala keluarga. Aku jadi deket banget sama Mama. Suka cerita klau ada apa-apa. Suka berantem dan ledek-ledekan juga sih kadang-kadang. Apalagi di rumah kita cuma berdua. Adekku di pesantren semenjak SMA. Bertobat gitu deh ceritanya. Pengen jadi orang sholeh katanya. Jadi jarang pulang.

***

“Eh, tadi mama judes banget ya? Maaf.”
“Iya tahu, Ma. Padahal kan kita lagi becandaan, lagi ledek-ledekan. Mama lagian yang mulai.”
“Maaf sih, mama jadi inget masa lalu tadi.”
“It’s okey Mam, never mind.” Kami saling melempar senyum. Biasanya klo udah begini bakalan serius nih style mama. Pertama tadi merasa bersalah karena terlalu judes, kedua karena inget masa lalu yang menyedihkan itu.

“So, what’s going on, Honey?”

“Iya, Mam. Jadi masalahku itu bukan karena aku suka sama cowok tadi. Malah sebaliknya, illfeel banget aku sama dia. Ada ya, manusia semenyebalkan dia. Bawaannya ngerepotin melulu, dikit-dikit minta tolong ini, minta tolong itu. Udah gitu suka nyalahin orang kalau ada yang enggak beres. Mentang-mentang dia ketua divisinya. Aku enggak betah dong, Mam. Akhirnya aku minta dipindahkan ke divisi lain sama ketua organisasinya. Boleh sih. Tapi tetep aja masih ketemu dia. Akhirnya aku suka menghindar deh, daripada perasaannya enggak enak dan emang enggak pengen banget ketemu dia. Kalau sesekali ketemu canggung banget. Padahal harusnya enggak gitu ya, Ma?”

“Dear, dalam hidup, kadang kita harus menghadapi berbagai hal, yang kalau boleh milih, mungkin kita akan memilih untuk menghindarinya. Tapi kalau kita menghindar terus, kapan kita mau jadi dewasa?"***

OMG, jleb. Mama klo lagi serius nasihatnya bikin hati teriris. Tapi bener juga sih.

“Lagian kan, kita enggak bisa nyalahin keadaan. Karena pada dasarnya, keadaan itu terjadi karena kita juga. Kita juga enggak bisa meminta atau berharap orang lain yang menyesuaikan dengan kondisi kita. Berapa ribu orang yang harus kita repotkan kalau begitu. Kita yang harusnya menyesuaikan dengan kondisi orang lain, biar hati kitanya enggak capek. Kalaupun ada beberapa hal yang enggak bisa kita sesuaikan karena itu prinsip banget buat kita, setidaknya kita menghormati dan menghargainya. Setidaknya dengan begitu, kita enggak menambah kondisi jadi lebih rumit. It’s about yourself, Honey. Not others.”

Udahan dulu dong, Ma. Pengen nangis inih, tapi sepertinya mama enggak mendengar suara hatiku. Hiks.. Mama malah tersenyum, penuh simpati

“Dear, anggap saja sekarang kita akan mengalami perjalanan jauh. Dan kita harus packinguntuk menyiapkan segalanya. Sebenarnya, packing itu belajar memilih, mana-mana saja yang kita bawa dan pertahankan, seperti halnya memilih siapa atau apa yang akan kita masukkan ke dalam hati.**** Hidup adalah perjalanan itu sendiri, sedangkan hati adalah kopernya. Karena kapasitasnya terbatas, masukan secukupnya saja di dalamnya. Masukkan apa yang benar-benar kamu butuhkan. Tinggalkan yang memberatkanmu, singkirkan yang merepotkan. Termasuk perasaan-perasaan yang enggak penting itu. Karena perasaan itu akan memberatkanmu. Akan memenuhi isi hatimu. Padahal itu tidak terlalu dibutuhkan dalam perjalanan. Dan tentu saja, perjalanan hidup kamu masih panjang. Sejatinya masa lalu itu tentang perasaan, sedangkan masa depan itu tentang pemikiran. Jadi jangan terlalu memabawa perasaan ke masa depan. Gunakanlah pemikiran untuk menghadapinya."

Ada air mata yang tak lagi terbendung. Dari matanya mama, kemudian menyusul dari mataku. Ada tenaga tertentu yang mendorong kami saling berpelukan dalam tangis.

“Maafin aku ya, Ma. Sudah buat mama sedih.”

“Gpp, Dear. Makasih untuk selalu menguatkan Mama, untuk menjadi alasan kuat mama melanjutkan hidup dan berjuang sekuat tenaga walaupun tanpa papa. Tadi itu rasanya Mama sedang menasihati diri sendiri. Memang seharusnya demikian bukan? Ketika kita menasihati orang lain, harusnya pada saat yang sama kita memposisikan diri juga sebagai orang yang dinasihati, sebagai orang yang berbuat salah. Biar kitanya enggak sombong, enggak merasa lebih baik, juga bisa lebih bijak karena nasihat kita sendiri. Makasih sudah menasihati mama secara tidak langsung. Betapa belakangan ini mama juga lelah menghadapi hidup. I love you, my dear. Always prod of you." Tangan itu semakin kuat merengkuhku. Ada kecupan yang bertubi-tubi mendarat di kepalaku.

Aku? Masih speechless. Thank you, Mam, for the hardest and the best job in the world; for being My Mom. If I should describe you in one word, I won’t say ‘mine.. or ‘love’ or ‘happiness.., I will say ‘Alhamdulillah.’*****



________________________________________________________

* quote by Ika Natassa, dengan penyesuaian
** quote by Jackie Chan, dengan penyesuaian
*** quote by Ristee, dengan penyesuaian
**** inspired by Alanda Kariza
***** quote by P&G, combine with Falla Adinda


#diorama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar