"Kamu
emang enggak selalu bisa jadi apa yang kamu inginkan, tapi kamu selalu bisa
untuk jadi diri kamu sendiri. Come on girl,
just be yourself. Percayalah,
selama kamu bisa menerima diri kamu apa adanya, selama yang kamu lakukan adalah
kebaikan, selama kamu menjaga lisanmu dari perkataan buruk, selama
pikiran dan hatimu bersih, kamu akan selalu kelihatan cantik."
****
Itu petuah mama waktu aku iseng minta pendapatnya tentang fashion beserta
aksesoris yang ingin aku kenakan di acara ulang tahun salah saatu temen
deketku. Sebenernya aku enggak begitu suka sih sama acara party model
begitu. Tapi karena dia temen baik aku, aku bela-belain deh buat dateng. Itupun
setelah denger pendapatnya mama. Katanya, enggak ada salahnya untuk memenuhi
undangan, walaupun mungkin itu adalah acara yang kurang kita suka. Kalau kita
diundang, berarti yang mengundang kita itu sedang menghormati kita, kalau kita
dihormati atau dihargai orang lain, balaslah dengan penghormatan yang lebih
baik, kalau enggak bisa setidaknya dengan penghormatan yang sama. Intinya mama
nyaranin aku buat dateng. Acaranya besok, dan malam ini aku masih bingung mau
pake apa. Dari tadi nyoba ini nyoba itu, kayaknya masih belum sreg. Mama
ditanyain bukannya ngasih masukan malah ngasih petuah.
****
“Emang enggak boleh gitu ya Ma, kalau aku berusaha
untuk tampil cantik?”
"Tentu saja boleh, sayang. Allah kan memang cinta
keindahan. Hanya saja, Allah tidak suka yang berlebihan. Termasuk dalam
berpenampilan. Hmm, sejatinya cantik itu tentang menjaga diri. Ada banyak hal
yang harus kita jaga. Menjaga penampilan adalah salah satunya. Tapi bukan
satu-satunya. Yang lebih utama lagi adalah menjaga hati kamu agar senantiasa
cantik.”
“Wajah itu sudah jelas bentuknya seperti apa. Tidak bisa
berubah-ubah. Seberapa hebatpun kamu mempercantiknya, wajah kamu ya akan tetep
seperti itu. Enggak akan bisa berubah seperti wajahnya orang lain. Hanya
kelihatannya saja yang sedikit berbeda. Tapi bentuk aslinya selalu sama. Bahkan
semakin bertambahnya usia, wajah itu akan semakin mengerut.”
“Tapi kalau hati lain. Hati memiliki kecantikan yang tak
terbatas. Kita bisa mempercantik hati kita, sampai secantik apapun yang kita
mau. Tak peduli seberapa buruk hati kita sebelumnya. Hati masih bisa berubah.
Hati selalu punya kesempatan untuk tumbuh lebih cantik.”
“Dulu waktu mama masih muda, ya seusia kamu gini lah ya, mama
juga sama, berusaha untuk tampil secantik mungkin di hadapan orang lain,
apalagi kalau lagi jalan bareng sama temen-temen. Apalagi kalau ada cowoknya.
Hanya ingin dikatakan cantik, dipuji ininya begitu atau itunya begini. Padahal
kalau mau dipikir-pikir lagi untuk apa? Toh, cantik di mata orang lain juga
tidak akan membuat orang yang melihatnya jadi lebih baik, malah terkadang
membuat iri orang lain karena kecantikannya. Malah untuk kondisi tertentu, bisa
membahayakan kalau bertemu laki-laki yang tidak bertanggungjawab. Sebelum
menikah dengan papamu, Mama juga pernah mengalami fase berusaha tampil secantik
mungkin di hadapan laki-laki yang mama suka.”
“Terus papa jadi suka sama mama gitu?”
“Sayangnya enggak. Papa enggak masuk dalam list laki-laki yang
dulu mama suka. Sampai ada temen mama yang memberikan pandangan lain tentang
perempuan yang cantik dan laki-laki yang baik. Menurut temen mama itu, tiap
perempuan punya versi sesuai seleranya masing-masing untuk mendefinisikan
laki-laki yang baik itu seperti apa. Tapi kalau buat dia, laki-laki yang baik
itu, setidaknya mengerti kalau perempuan itu bukan makhluk yang bisa
sembarangan dipandang, apalagi disentuh. Katanya lagi, buat apa suka memaksakan
diri untuk tampil cantik secara fisik agar cepet dapat jodoh, padahal laki-laki
yang diinginkannya, laki-laki baik versinya, siapapun nanti orangnya, juga
tidak akan terlalu memandang atau memperhatikannya.”
“Yang bisa menundukkan pandangan gitu ya, Ma?”
“Bisa jadi demikian, sayang. Tapi kalau temen mama itu sih
berfikirnya sederhana aja, katanya; kalau
laki-laki sudah bisa menghargai perempuan dengan sebegitu mulianya, dia pasti
akan berusaha untuk memperlakukan pasangannya dengan sebegitu baiknya.”
****
Salah satu yang aku sukai dari cara mama dalam mendidikku adalah
dengan membuat ruang privasi antara kami berdua. Seingatku, sejak aku memasuki
SMP, mama mulai memperkecil gap hubungan antara anak dan ibu.
Maksudnya, banyak peran lain yang mama lakukan terhadapku, misalkan peran sebagai
seorang teman untuk mendengar ataupun didengarkan, yang ternyata sangat
berpengaruh terhadap kedekatanku dengan mama bahkan sangat mempercepat proses
penanaman nilai-nilai dari mama ke aku. Di ruang privasi itu kami bisa
berbicara apa saja secara terbuka. Saling cerita, saling bertukar pikiran,
saling memberikan masukan. Di ruang privasi itu juga biasanya mama mengevaluasi
perkembangan aspek-aspek dalam hidupku, dari hal kecil yang berhubungan dengan
ibadahnya gimana, sampai masa depannya mau seperti apa.
Termasuk malam itu, setelah selesai dengan urusan fashion untuk
esok hari, aku cerita tentang kondisiku yang lagi dalam masa-masa sulit.
Entahlah bingung harus mulai dari mana. Kerja keras yang tak kunjung
mendapatkan hasil, padahal orang lain dengan usaha yang biasa-biasa saja dengan
mudahnya mendapat apa yang aku inginkan. Belum lagi orang-orang rese yang
belakangan banyak muncul dalam kehidupan aku. Seperti biasa, mama selalu bisa
menjadi pendengar yang baik. Mendengarkan dengan sabar dan sepenuh hati
ceritaku dari awal sampai selesai, dengan wajah-sayangnya yang sesekali
tersenyum simpati, atau sekedar mengangguk menguatkan. Setelah aku selesai
cerita, giliran mama yang cerita. Dan aku selalu suka apa yang diceritakannya.
Termasuk ceritanya malam ini, tentang hati yang cantik.
****
“Enggak perlu iri dengan kemudahan yang didapatkan oleh orang
lain, Sayang. Kalaupun mau iri, irilah pada mereka yang bisa bertahan dalam
kesulitan. Kemudahan bisa dimiliki siapa saja. Allah yang Maha Adil sudah
menjatahkan kita kemudahan di urusan yang berbeda-beda. Mungkin dalam hal ini,
itu memang bukan jatah kamu untuk mendapatkannya. Hidup ini berputar kan,
begitu juga dengan kemudahan dan kesulitan. Kitanya aja yang suka lupa, makanya
suka ngeluh kalau dikasih kesulitan. Padahal kesulitan dan kemudahan itu adalah
keniscayaan dalam hidup. Selalu akan kita temui. Hanya menunggu giliran saja.
Kalau enggak dikasih kesulitan, gimana caranya kita belajar sabar, gimana bisa
kita menjadi kuat. Kesabaran dan kekuatan itulah yang akan didapatkan oleh
mereka yang bisa bertahan dalam kesulitan, bukan mereka yang bersuka cita dalam
kemudahan. Percayalah, Allah selalu berpihak pada orang-orang yang sabar,
Sayang. Jadi bersabarlah atas segala kesulitan, sabar dengan sebaik-baiknya
kesabaran, niscaya Allah akan memaniskan akhirnya. Kalaupun kita diberi
kemudahan, cukup kita simpan dalam ruang syukur kita saja, sebagai ungkapan
terimakasih atas kebaikan dan pertolangan Allah. Atau jika berksempatan,
terjemahkanlah terimakasih itu dengan turut memudahkan urusannya orang lain.”
"Lagipula, sehebat apapun tempat yang dituju atau hal yang
kamu inginkan; perjalanan, proses, selalu menyuguhkan pelajaran dan pengalaman
yang lebih bermakna ketimbang tujuan itu sendiri. Cuma kadang kitanya enggak
sadar aja, merasa klo tujuan itu satu-satunya hadiah atau berkah dari Allah.
Padahal selama perjalanan, Allah sudah memberikan kita banyak hadiah yang jauh
lebih berharga dan bermakna dari tujuan itu sendiri. Coba diinget lagi, apa
saja hal yang sudah dilalui untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan itu. Bisa
jadi, pelajaran juga pengalaman yang kamu dapatkan malah jauh lebih berharga
dari sekedar apa yang kamu inginkan itu."
“Iya ya, Ma. Enggak kepikiran sampe sana.” Mama cuma senyum, aku malah mulai nangis.
“Kalau terkait temen kamu yang rese itu, sayang sekali, kita enggak
bisa merencanakan apa yang ingin kita rasakan. Perasaan itu datang dengan
sendirinya. Hati kita hanya bisa merespon apa yang dilakukan oleh orang lain
melalui apa yang kita rasa. Apakah itu suka, ataupun benci. Tapi kita selalu
punya pilihan untuk mengendalikannya, Sayang. Misalkan, dengan mengatur rasa
suka agar tidak berlebihan juga rasa benci agar tak sampai melampaui batas.
Agar kebencian itu tidak terlalu mengotori hati kamu.”
“Kalau udah terlanjur benci gimana dong, Ma? Kan kita
enggak bisa juga memaksa perasaan kita untuk menyukai orang lain.”
“Bisa kok, kalau kitanya mau.”
“Gimana caranya, Ma?”
“Dengan membuka hati, Sayang. Dan tak ada cara terbaik untuk
membuka hati selain dengan berbaik sangka. Pada Allah, juga pada orang
lain. Berbaik sangka kalau siapapun yang Allah kirim dalam kehidupan kita,
semata-mata untuk kebaikan kita. Berbaik sangka kalau pada dasarnya setiap
manusia itu punya sisi yang baik. Kalaupun misalkan ada beberapa manusia yang
Allah kirim dalam kehidupan kita itu adalah orang yang buruk, atau orang yang
tidak kita suka; itu semata-mata hanya untuk mendewasakan kita, membuat kita
menjadi manusia yang lebih baik lagi. Bukan untuk menyusahkan kita.”
“Susah banget, Ma.”
“Memang enggak semudah dan sesederhana itu sih. Mungkin bisa
kita mulai dengan mencintai manusia dengan seutuhnya.”
“Maksudnya, Ma?”
“Manusia punya kelebihan dan kekurangan. Bukan manusia kalau
punya kelebihan saja. Bukan manusia juga kalau tanpa kekurangan. Mencintai
manusia seutuhnya itu berarti mencintai sesama manusia satu paket dengan
kelebihan dan kekurangannya. Bukan hanya kelebihannya saja. Kalau kamu menyukai
seseorang hanya karena perilakunya yang menyenangkan, tinggal menunggu waktu
saja kamu akan membencinya karena dia juga bisa setiap saat melakukan sesuatu
yang tidak kamu suka. Tapi kalau kamu mencintainya selayaknya manusia
seutuhnya, kebaikannya akan kamu sukai, kekurangannya mungkin masih tidak kamu
sukai, tapi cinta yang lurus akan mudah membujuk hati kamu untuk menerima dan
memaklumi kekurangannya. Karena kita sama-sama manusia yang punya kelebihan dan
kekurangan, kebaikan juga keburukan. Hati yang cantik akan lebih sibuk untuk
memahami daripada menyalahkan.”
“Aku bisa enggak ya Ma, punya hati yang secantik itu?”
“Tentu saja bisa, Sayang.”
#diorama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar