Memasuki
Februari, tukang becak itu bekerja semakin keras. Tak sabar menanti tanggal
empat belas. Ingin segera menghentikan kebohongannnya, menyudahi
kegelisahannya, menjemput kebahagiaannya. Ah, siapa yang tak ingin berbahagia.
Dunia boleh tak memandang tukang becak seperti dirinya, keringat boleh
bercucuran membasahi bajunya, kemiskinan juga silahkan mendatanginya, tapi
kebahagiaan adalah hak seluruh semesta, hak mereka yang masih bernapas, hak
mereka yang masih ingin berbahagia, seperti dirinya, walau hanya seorang tukang
becak.
Ia hanya ingin berbahagia dengan sederhana. Tak rumit, juga jauh
dari mewah. Ia hanya ingin membahagiakan isterinya. Itu saja. Dan untuk
membahagiakan isterinya, butuh pengorbanan yang tak sedikit. Sampai melakukan
hal yang tak disukainya: berbohong. Demi sebuah kejutan. Perihal dosa, ah
entahlah. Sepertinya, untuk kali ini ia rela berdosa untuk kebahagiaan
isterinya. Dan entah kenapa ia yakin Tuhan akan memakluminya. Bukankah ini
terpaksa, berbohong demi kebaikan, berbohong atas nama ketidakberdayaan, berbohong
demi kebahagiaan yang sangat jarang dijumpainya.
Hari yang dinantikan datang juga. Tanggal empat belas.
Bertepatan dengan hari valentine. Memang sengaja kejutan itu dibuat pada hari
itu. Alasannya, sederhana saja, agar mudah diingat, tanggal dan peristiwanya.
Selain ia juga butuh waktu untuk mengumpulkan uang, dan kebetulan pada tanggal
itu uangnya sudah cukup untuk membelikan kejutan buat isterinya yang sedang
hamil. Tentang pro dan kontra valentine, ah dirinya tak mau ambil pusing. Ia
juga tak mengerti sejarah, maksud, dan tujuannya seperti apa. Ia hanya tahu
valentine adalah hari kasih sayang, hari dimana kita mengungkapkan kasih
sayang. Itupun diketahuinya dari obrolan remaja penumpang becaknya, yang sedang
membicarakan hadiah apa yang akan mereka berikan untuk pacarnya masing-masing.
Pikirnya, hari valentine seperti hari lebaran, dimana kita
saling meminta maaf. Bedanya, lebaran adalah hari raya umat islam,
diperintahkan untuk merayakannya. Sedangkan valentine, ia tak tahu itu hari
raya apa, dan seingatnya itu tidak dianjurkan untuk diperingati atau dirayakan
oleh agamanya. Karena kalau dianjurakan sudah pasti ia akan melakukannya sedari
dulu. Itu saja. Sederhana saja. Pikiran tukang becak.
Malam itu, sebagian muda-mudi tenggelam pada perayaan valentine,
dengan gaya, ritual, hadiah dan acaranya masing-masing. Beberapa golongan masih
meributkan pro-kontra perihal valentine. Sebagian yang lain sibuk menghujat
mereka yang merayakan valentine, banyak juga yang diam, membisu, apatis dan tak
tahu-menahu. Sementara itu, di halaman sebuah rumah, tepatnya di sebuah becak,
sepasang suami isteri sedang mengobrol hangat. Tiba-tiba, sang suami
mengeluarkan sebuah kardus kecil dari plastik dan memberikannya kepada wanita
yang sedang hamil di hadapannya:
“Bu, ini hadiah valentine dari Bapak.”
“Apa ini Pak?”
Wanita itu hanya bisa menangis haru, setelah membuka kotak kecil
yang diberikan suaminya. Di hadapannya sudah ada satu kardus kecil pizza.
Makanan yang sangat diidam-idamkannya sebulan yang lalu, ketika melihat iklan
sewaktu nonton televisi di rumah tetangganya. Dan itu adalah makanan pertama
yang sangat diinginkannya ketika hamil. Padahal ia tak pernah memintanya, ia
hanya bercerita pada suaminya, kalau dia melihat iklan pizza itu di televisi
dan berndai-andai untuk bisa memakannya. Itu saja. Dan hari ini makanan itu ada
di hadapannya.
“Terimaksih, Bapak. Tak perlu serepot ini.”
“Maafin Bapak ya, Bu. Baru bisa membelikannya sekarang.”
“Gpp, Pak. Bahkan Bapak tidak perlu membelikannya. Darimana
Bapak mendapat uang untuk membeli ini?”
“Maaf Bu, beberapa hari ini Bapak berbohong.”
“Bohong apa, Pak?”
“Bohong, karena tidak memberitahukan semua uang hasil menarik
becak seperti biasanya. Padahal kita sudah sepakat untuk mengelola uang
bersama.”
“Tidak, Pak. Bapak tidak berbohong. Bapak hanya menyerahkan uang
itu saja. Ibu tidak bertanya dan Bapak tidak menjawab. Jadi tidak ada
kebohongan.”
Keduanya tersenyum. Sangat tulus. Saling mengikat janji di hati
masing-masing. Janji untuk selalu membahagiakan isteri, janji untuk tidak akan
meminta apapun yang merepotkan suami. Becak dan pizza, menjadi saksi bisu atas
janji yang tak terucap itu. Sedangkan kehidupan, akan tetap berjalan, bagi
mereka yang sungguh-sungguh ingin hidup. Tak peduli apapun yang terjadi, tak peduli
seberapa berat harus menjalaninya, tak peduli seberapa sulit harus bertahan.
Tak peduli. Hidup akan tetap berjalan. Bagi mereka yang mau menjalaninya.
Sampai kapanpun. Tak terbatas pada usia, juga tak terpisahkan oleh kematian.
Karena setelah kematian ada juga kehidupan.
#diorama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar