Tak
ada yang lebih indah sekaligus berbahaya daripada dunia khayalan. Dunia dimana
kita bisa menjadi siapapun yang kita inginkan, dunia dimana kita bisa melakukan
apapun yang kita mau. Hanya saja semua itu semu. Dan sore ini aku dihantarkan
oleh penatnya pikiran untuk memasukinya, bersamaan dengan senja yang mulai
menjingga.
Sedari dulu, aku selalu ingin menikmati apa yang sedang aku
lakukan. Tak peduli apakah itu rutinitas ataukah spontanitas. Hanya saja
pekerjaanku, yang hampir setiap hari menyita waktu dengan porsi paling banyak
dari kegiatan lainnya, tidak termasuk dalam kegiatan yang bisa aku nikmati.
Belum bisa mendapatkannya di dunia nyata, akupun tergoda untuk melanglangbuana
ke dunia khayalan.
Sayangnya, sebelum aku berkelana lebih dalam lagi ke dunia
khayalan, tiba-tiba, seseorang mendekapku halus dari belakang. Membuyarkan
lamunanku. Aku tak perlu menengok ke belakang untuk tahu siapa orang itu. Aku
sudah tahu sebelum mendengar suaranya. Aku sangat kenal dengan tangan itu, juga
dagu yang menempel di pundakku. Dan aku, selalu suka momentum seperti ini.
Buatku, tak ada tempat yang lebih nyaman selain dekapan mama.
***
"Lagi mikirin apa sih anak mama yang satu ini,
serius amat kayaknya?" mama
bertanya dengan nada seolah aku anak kecil saja. Tapi aku selalu suka nada itu.
"Enggak ada kok Ma. Lagi iseng aja."
"Kan mama pernah bilang; enggak harus cerita, tapi enggak
boleh bohong. Kalau lagi ada masalah, bilang aja. Kalau enggak mau cerita juga
tinggal bilang. Sama mama sendiri ini. Setidaknya mama tahu kalau kamu lagi ada
masalah, walaupun kamu enggak mau cerita masalahnya apa. Jadi, mamanya enggak
terlalu khawatir."
"Idih, Mama suuzon nih. Kan kata Mama kita enggak
boleh suuzon, karena kita enggak pernah tahu pasti apa yang ada di hatinya
orang lain." selalu
menyenangkan menggoda mama dengan membalikkan kata-katanya.
"Iya deh. Maaf. Kan biasanya kalau kamu banyak diemnya,
terus berdiri berlama-lama enggak jelas ngeliatin jalan dari teras lantai atas
kayak gini, artinya lagi ada masalah serius bukan?"
"He, he, he... " aku cuma cengengesan, ketangkep basah.
"Mau cerita sama mama?" tanya mama setelah melepas dekapannya, setelah
tersenyum manis kepadaku. Aku cuma menagangguk, mengikuti mama yang duduk di
kursi teras.
***
"Kenapa?"
"Biasa Ma, masalah kerjaan. Mama kan tahu, kerjaanku
sekarang itu cuma batu loncatan untuk mencapai cita-citaku. Aku enggak suka
sama kerjaannya. Enggak nyaman juga sama orang-orangnya. Sudah berusaha menikmati
segala prosesnya. Sudah melakukan yang terbaik apa yang aku bisa, tapi tetep
saja enggak bisa menikmati. Susah. Kayaknya aku mau resign aja
deh Ma. Tapi masih belum yakin, sayang aja kalau melewatkan kesempatan yang
sudah ada." aku langsung melampiaskan semua apa yang aku rasakan, seperti
biasanya mama menjadi pendengar yang baik.
"Oh gitu. Boleh aja kalau mau resign, tapi mau sampai kapan? Seingat Mama, tahun ini
saja kamu sudah dua kali ganti-ganti pekerjaan."
"Iya sih Ma, habisnya belum nemu tempat yang cocok sih.
Enggak salah kan, kalau aku berusaha mencari yang terbaik, mencari pekerjaan
yang bener-bener bisa aku nikmati, bukan hanya pekerjaan yang menghasilkan uang
saja?"
"Iya enggak salah juga sih. Tapi buktinya, sekarang kamu
masih mencari-cari mana yang terbaik. Mama khawatir aja masalahnya bukan ada di
pekerjaannya, tapi ada di kamunya."
"Maksudnya, Ma?"
"Mama jadi inget, dulu, waktu pertama kali mama naik kereta
antar kota, yang jaraknya ratusan kilometer, Mama menaiki kereta yang salah.
Mama yang baru sadar di tengah perjalanan, langsung kesal sekaligus khawatir.
Sama sekali tidak bisa menikmati perjalanan. Seorang Ibu tua yang duduk di
samping mama menangkap kegelisahan Mama. Beliau menyapa mama, mengajak ngobrol,
dan bertanya kenapa mama nampak gelisah. Mama bilang kalau mama salah naik
kereta. Harusnya, mama naik kereta ke arah utara. Tapi mama menaiki kereta yang
arahnya ke selatan. Beliau cuma senyum dan bilang,manusia memang
bisa salah, tapi Allah tak pernah salah dalam membuat ketetapan atas apa yang
terjadi untuk kita, termasuk atas ketetapanNya membuat mama salah naik kereta
di pengalaman pertama."
"Katanya lagi, mungkin Allah
sengaja membuat mama seperti itu, karena Allah ingin mama melihat dunia lain
terlebih dulu, sebelum mama benar-benar menemukan tujuan mama. Akhirnya mama
mengerti, dan perjalanan yang salah itu, menjadi salah satu perjalanan yang
paling menyenangkan sekaligus berharga dalam kehidupan mama. Mama bisa
berkenalan dengan orang baru, bisa menikmati pemandangan dari dalam kereta yang
luar biasa indahnya, dan yang paling penting, bisa diberi kesempatan mengerti
maksud ketetapan Allah.”
Mama berhenti sejenak, memberikan kesempatan kepadaku untuk
mencerna apa yang disampaikannya. Aku yang sedari tadi mendengar dengan sangat
khusyu, sudah mulai mengerti arah pembicaraan mama
“Dari situ mama sadar, ternyata menikmati itu pekerjaan hati.
Seberapa keraspun tangan kita bekerja, seberapa lelahpun akal kita berfikir,
kita tak akan bisa menikmati pekerjaan yang kita lakukan. Karena sekali lagi,
menikmati itu adanya di hati. Dan hati enggak bisa dipaksa, Sayang. Hati hanya
bisa dikondisikan.”
“Oh, pantesan aku susah banget menikmati, sudah
berusaha mati-matian, tetep aja enggak bisa, ternyata salah sasaran toh. Terus
gimana dong Ma, caranya mengkondisikan hati, supaya aku bisa menikmati
pekerjaanku yang sekarang?” sekali
lagi Mama tersenyum manis sebelum amenjawab petanyaanku itu
“Dalam hal ini, sebagaimana kita enggak boleh suuzon sama orang
lain, kita juga enggak boleh suuzon kepada Allah, karena kita enggak pernah
tahu secara pasti apa yang sudah Allah rencanakan buat kehidupan kita. Tapi
yang pasti, Allah sudah menyiapkan yang terbaik untuk kehidupan kita. Kita
hanya harus menyiapkannya, berusaha dengan sebaik mungkin, disertai doa yang
sungguh-sungguh."
"Lalu jika ada keinginan kita tak menjadi nyata, kita hanya
harus percaya, kalau Allah lebih tahu mana yang lebih kita butuhkan dari apa
yang kita minta. Dan ikhlaskan keinginan yang tak terkabulkan itu agar berubah
menjadi pahala. Semoga dengan begitu, perlahan-lahan kamu bisa menikmatinya.
Dan hanya orang yang bisa merasakan nikmat Allah lah yang bisa benar-benar
bersyukur. Nah, kalau kita sudah bisa bersyukur, sebagaimana yang sudah
dijanjikan, Allah juga akan menambah nikmat kita.”
beberapa saat kami saling diam, saling tatap, saling senyum dan
saling mengerti tanpa kata lagi. Aku mengangguk berterimakasih. Mama juga
mengangguk masih dengan senyumnya.
***
Mama membuatkanku 'rumah' yang sangat nyaman dalam dekapannya.
Tapi ia tak pernah memaksaku untuk meninggali rumah yang kusebut dekapan itu
selamanya. Ia sangat mengerti, kalau suatu hari akan ada seorang pangeran yang
membawa putri kesayangaanya ini pergi meninggalkannya. Hanya saja, akan selalu
ada pintu yang terbuka ketika aku ingin pulang kapan saja. Pulang, ke rumah
yang ia bangun dengan sedemikian sabarnya. Pulang, ke dekapannya.
#diorama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar