Jumat, Januari 15, 2016

Genap

Apa yang paling berharga dari ikatan yang bernama pernikahan? Harusnya aku tahu terlebih dulu, entah dengan bertanya pada siapalah, atau mencari jawab dalam diri sendiri, sebelum memutuskan untuk menggenapkan hidupku bersama kamu.

***

Aku kira, kamulah nanti yang akan menjadi orang paling berharga dalam hidupku; seseorang yang membersamaiku setiap hari, seseorang yang selalu ada untukku sampai tua nanti, sampai senja menghampiri usia kita masing-masing. Lantas, selintas pikiran menyapa, bagaimana jika orangnya bukan kamu? Apa jadinya jika ternyata yang menggenapiku adalah orang lain yang bukan kamu? Apakah orang itu juga akan menjadi seseorang yang paling berharga dalam kehidupanku?

Jika berkenan, aku hendak meminta maaf. Maaf, karena pernah menjadikanmu sebagai orang paling berharga dalam hidupku. Padahal harusnya tidak demikian. Aku tak mau terjebak dengan sosokmu. Aku tak mau tenggelam pada sesuatu yang semu. Sesuatu yang selintas benar adanya, tapi tidak demikian harusnya. Iya, seharunya kamu menjadi orang paling berharga dalam hidupku karena kamulah orang yang dikirimkan Tuhan untuk menggenapiku. Bukan karena kamu begini atau kamu begitu. Sehingga jikapun orangnya bukan kamu, orang lain yang entah siapalah, aku akan tetap menjadikannya sebagai orang paling berharga dalam hidupku. Tak peduli seberapa banyak kekurangan yang dimilikinya, tak peduli sebarapa banyak perbedaan antara aku dengannya. Karena memang, begitulah harusnya. Karena memang, begitulah caranya menerima ketetapan Tuhan. Toh, pada akhirnya, hidup bukan permasalahan bersama siapa kita menjalaninya. Tapi tentang bagaimana kita menjalaninya. Jadi bukan tentang kamu, tapi tentang bagaimana menjalani kebersamaan dengan siapapun yang Tuhan kirimkan untuk menggenapiku. Kebetulan saja orang itu adalah kamu.

Adalah bahagia, rasa yang aku harapkan dengan menggenap bersamamu. Aku lupa bahwa di balik setiap harapan terhadap manusia, selalu ada rasa kecewa yang siap menghadang. Sayangnya, kamu dan aku sama-sama manusia. Dan kekecewaan muncul manakala yang kutemukan bukan hanya kebahagiaan tapi juga kesulitan. Bahkan di fase-fase awal penyesuaian kebersamaan kita, terkadang malah rasa kesal yang mendominasi. Harusnya, aku tak perlu mengalami hal itu, jika saja sebelumnya, sebelum aku memutuskan menggenapkan hidupku bersama kamu, atau bersama orang lain yang entah siapalah, aku benar-benar mengerti apa yang harusnya aku inginkan dengan menggenapkan diri melalui ikatan suci. Dan harusnya, yang paling aku inginkan bukan kebahagiaan. Bukan kamu. Bukan juga yang seperti kebanyakan orang inginkan berupa keluarga yang sakinah, mawadah, warrohmah. Bukan itu semua. Tapi keberkahan. Karena jika kita sudah mendapatkan keberkahan, semua itu akan mengikuti. Mungkin akan banyak kesulitan juga kesedihan yang akan kita hadapi, tapi keberkahan akan membuat kita menikmatinya. Bahkan kita akan mendapatkan yang lebih banyak, lebih dari apa yang kita duga, lebih dari apa yang kita inginkan, juga lebih dari sekedar apa yang kita harapkan.

Hanya saja, keberkahan hanya bisa dihasilkan dari proses yang baik. Dari proses yang diridhoi juga disenangi oleh pemberi keberkahan itu sendiri. Aku sempat khawatir kalau ada proses yang kita jalankan yang tak direstui-Nya. Sehingga keberkahan itu menjauh dari kebersamaan kita. Hatiku sangat lega manakala ada yang memahamkan bahwa proses itu sifatnya bertahap juga jangka panjang. Tidak sebentar. Tidak juga tiba-tiba. Termasuk proses dalam hal genap-menggenapkan. Artinya, selama kita masih bisa bernafas, dan yang lebih penting lagi, selama kita mau; kita selalu bisa memperbaiki proses kehidupan yang sedang kita jalani. Seberapa buruk atau separah apapun proses hidup yang kita lakukan sebelumnya. Agar keberkahan itu datang, lalu betah menyertai kehidupan kita. Ah, jika saja aku tahu sedari dulu, kalau keberkahan adalah hal paling berharga yang harus kita kejar dalam pernikahan, harusnya aku tak perlu kerepotan dalam setiap proses menggenapimu. Memang seharusnya, seseorang memutuskan untuk menggenapkan dirinya untuk mencari keberkahan, bukan sekedar ingin, apalagi hanya karena tuntutan usia.

Heh, kamuh! Ayo kita cari keberkahan itu. Pokoknya sampai dapat.

#diorama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar