Memang
duniawi. Tapi tak apalah. Toh tak semua yang duniawi itu tak penting.
Menurutku, bagian terpenting dari dunia adalah fungsinya sebagai satu-satunya
tempat untuk mempersiapkan bekal kehidupan selanjutnya yang (semoga) lebih
baik. Karenanya tak ada kehidupan tanpa dunia.
Uang. Rumah. Mobil. Dan seterusnya. Kejam memang. Tak terhitung
jumlahnya kejahatan, kebohongan, konflik, pertikaian, permusuhan, nafsu dan
segala macam derivasi ketidakbaikan yang ditimbulkannya. Bahkan karenanya sudah
banyak yang mengkhianati Tuhan. Walau masih ada sedikit yang menjadi lebih
baik, bijak dan bestari karenanya. Sedikit.
Harta. Sederhana sekali aku ingin megartikulasinya. Tentang
nafas yang masih mendesah, mata yang jernih melihat, telinga yang syahdu
mendengar, tangan yang lincah bergerak, kaki yang tak bosan melangkah,
mulut yang berucap, senyum yang mengembang, kesempatan yang bertebaran,
tanggungjawab yang sedang dan akan menanti, mimpi yang menghidupkan, angin yang
menerpa, hujan yang membumi, panas yang menerik, orang yang menyayangi, bahagia
yang mengharukan, sedih yang mendewasakan, sehat yang mengikuti, sakit yang
menyembuhakan, kelebihan yang melekat, kekurangan yang membuat belajar, dan
semua yang kupunya.
Saking sederhananya, kata dan logikaku tak sanggup untuk
mengungkap semuanya. Tapi kurasa, hanya syukur yang bisa membuat kita (selalu
merasa) kaya. Dan jika ‘kaya’ sudah menjelma menjadi ‘rasa’, maka biarlah hati
sebagai indikatornya. Ya, hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar