Sedikit
berfilosofi. Jika tuhan menciptakan sesuatu secara berpasangan, pasti yang
diciptakan berpasangan itu ada untuk saling melengkapi. Begitu juga dengan
bahagia, sudah diciptakan satu paket dengan pasangannya. Sedih namanya. Maka
beruntunglah orang yang bisa berbahagia dengan sedih dan bersedih dengan
bahagia. Bukan hanya karena hukum pergantian yang meniscaya, tapi bahagia itu
akan lebih menyenangkan jika ada sedih, dan sedih akan lebih mengharukan jika
tahu apa itu bahagia.
Jika
tidak ada sedih, maka semua rasa adalah bahagia, selanjutnya bahagia tidak akan
terasa.
Kalau ada simbol yang melambangkan sedih, bisa jadi air mata
yang yang paling cocok untuk bersanding dengan senyuman sebagai tanda bahagia.
Walaupun keduanya terlahir dari organ yang berbeda. Air mata? Terlalu
melankoliskah untuk membicarakan itu? Sepertinya tidak. Ada yang mengkhianati
kata itu, sehingga menimbulkan persepsi yang tak sepenuhnya utuh, hanya sebagai
lambang kecengengan, ketidakberdayaan, kadang kemanjaan.
Mari kita bermain kata. Ubah urutan katanya. Air mata menjadi
mata air. Bukankah terkadang air mata itu menyejukkan hati setelah dikeluarkan,
seperti mata air yang menyejukkan dahaga. Atau mungkin mata kita sudah terlalu
kotor, sehingga perlu dicuci dengan air mata, agar bisa melihat kehidupan lebih
jernih lagi. Atau coba saja gunakan air mata untuk meluluhlantakkan
kesombongan, mengecilkan kepala yang membesar, merendahkan hati yang meninggi,
membasahi peka yang mengering, atau membunuh penyakit hati yang sudah terlalu
lama berkembangbiak.
Bagaimana kalo kita dalami saja jenis air mata. Ada air mata
rindu ibu kepada anaknya. Air mata pemimpin untuk rakyatnya. Air mata
kepedulian. Air mata pengorbanan. Air mata kasih sayang. Air mata belasungkawa.
Air mata penyesalan. Air mata kerinduan terhadap Tuhan. Air mata harap-cemas.
Air mata kebahagiaan. Air mata sepertiga malam. Ada yang burukkah dengan itu
semua?
Maka
menangislah, jika itu membuatmu semakin dekat dengan-Nya.
#diorama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar