Kita tak
pernah tahu apa yang terjadi esok. Kita terhijab dalam kegelapan. Kita tertabir
dari suatu keadaan yang kita sebut sebagai masa depan. Dalam kepekatan itu,
kita hanya bisa mengira-ngira. Kita menduga-duga. Kita berprasangka. Bisa baik,
bisa buruk. Bisa positif, bisa negative. Bisa optimis, bisa pesimis. Itu semua
pilihan. Tetapi ketika harus menyusuri langkah-langkah dalam dekapan ukhuwah,
sepertinya kita harus memlih untuk berbaik sangka.
Sepanjang kehidupan
yang kita lalui selama ini, sebenarnya kita telah menjadi saksi dahsyatnya
kekuatan baik sangka. Kita tak mungkin mampu untuk duduk atau berdiri hari ini,
andai telah kita yakini bahwa sedetik lagi kematian menghampiri. Kita tak
mungkin berani berabaring, sebab seperti tertulis dalam data, empat perlima
kematian terjadi diatas ranjang. Kita tak mungkin berani bersantap, sebab aneka
kuman dan virus yang jutaan mungkinan ada dalam sesuap nasi dan sekerat
brokoli. Kita pasti mencoba untuk menahan nafas, sebab udara di sekitar kita
berpeluang mengandung selaksa unsure dan senyawa yang mematikan.
Tapi kita
masih berprangsangka baik.
Dengan prasangka
baik itu kita merencanakan dengan penuh harap dan rindu, bahwa kelak di
kehidupan selanjutnya Alloh akan menempatkan kita di surge. Bahwa di ujung usia
nanti, kita akan dijemput oleh kematian yang paling indah. Bahwa dalam
hari-hari yang akan datang, kita akan menjalani hidup yang makin bermakna,
penuh cinta, dan penuh bahagia. Dengan prasangka baik kita bisa merenda mimpi,
menggantungkan cita, dan menyusun rencana-rencana untuk masa depan.
Tapi kadang-kadang
terbentur terjalnya hidup, adakalanya kita disergap buruk sangka. Manusiawi. Namun
tak boleh dibiarkan lama-lama. Dalam dekapan ukhuwah, baik sangka sepertinya adalah
satu-satunya piliihan. Agar kita menyempurnakan akar pohon iman. Agar kita bisa
menjuraikan daun yang rimbun dan bunga-bunga. Agar kita mampu menjumbaikan buah
yang manis, harus, lembut. Agar kita memiki batu bata yang cukup, untuk
mendirikan menara cahaya, kelak di surgaNya.
Dalam dekapan
ukhuwah kita hayati firman dalam hadits Qudsi itu. “Sesungguhnya Aku, kata
Alloh dalam ujaran Nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah, “Ada di sisi prasangka
hambaKu pda diriKu.”
“Aku
bersamanya setiap kali dia mengingatKu. Jika dia mengingatKu di kala tiada
kawan, maka Aku akan mengingatnya dalam kesendirianKu. Jika dia mengingatKu
dalam suatu kumpulan, niscaya Aku sebut-sebut dia dalam suatu kaum yang lebih
daripada jama’ahnya. Jika dia mendekat padaKu dalam jarak sejengkal, maka Aku
mengakrabinya dengan beringsut sehasta. Jika dia mendekat kepdaKu dalam jarak
satu hasta, Aku akan menyambutnya dengan bergeser satu depa. Apabila dia datang
kepadaKu dengan berjalan, Aku akan datang padanya dengan berlari-lari kecil.”
Dalam dekapan
ukhuwah, ada berjuta kebaikan mengiringi prasangka baik kita padaNya. Dia setia
bersama kita dan melimpahkan kebaikan, karena kita mengingatNya juga dengan
sangkaan kebaikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar