Kamis, Maret 01, 2012

Berbaik Sangka Kepada Alloh

Kita tak pernah tahu apa yang terjadi esok. Kita terhijab dalam kegelapan. Kita tertabir dari suatu keadaan yang kita sebut sebagai masa depan. Dalam kepekatan itu, kita hanya bisa mengira-ngira. Kita menduga-duga. Kita berprasangka. Bisa baik, bisa buruk. Bisa positif, bisa negative. Bisa optimis, bisa pesimis. Itu semua pilihan. Tetapi ketika harus menyusuri langkah-langkah dalam dekapan ukhuwah, sepertinya kita harus memlih untuk berbaik sangka.


Sepanjang kehidupan yang kita lalui selama ini, sebenarnya kita telah menjadi saksi dahsyatnya kekuatan baik sangka. Kita tak mungkin mampu untuk duduk atau berdiri hari ini, andai telah kita yakini bahwa sedetik lagi kematian menghampiri. Kita tak mungkin berani berabaring, sebab seperti tertulis dalam data, empat perlima kematian terjadi diatas ranjang. Kita tak mungkin berani bersantap, sebab aneka kuman dan virus yang jutaan mungkinan ada dalam sesuap nasi dan sekerat brokoli. Kita pasti mencoba untuk menahan nafas, sebab udara di sekitar kita berpeluang mengandung selaksa unsure dan senyawa yang mematikan.

Tapi kita masih berprangsangka baik.

Dengan prasangka baik itu kita merencanakan dengan penuh harap dan rindu, bahwa kelak di kehidupan selanjutnya Alloh akan menempatkan kita di surge. Bahwa di ujung usia nanti, kita akan dijemput oleh kematian yang paling indah. Bahwa dalam hari-hari yang akan datang, kita akan menjalani hidup yang makin bermakna, penuh cinta, dan penuh bahagia. Dengan prasangka baik kita bisa merenda mimpi, menggantungkan cita, dan menyusun rencana-rencana untuk masa depan.

Tapi kadang-kadang terbentur terjalnya hidup, adakalanya kita disergap buruk sangka. Manusiawi. Namun tak boleh dibiarkan lama-lama. Dalam dekapan ukhuwah, baik sangka sepertinya adalah satu-satunya piliihan. Agar kita menyempurnakan akar pohon iman. Agar kita bisa menjuraikan daun yang rimbun dan bunga-bunga. Agar kita mampu menjumbaikan buah yang manis, harus, lembut. Agar kita memiki batu bata yang cukup, untuk mendirikan menara cahaya, kelak di surgaNya.

Dalam dekapan ukhuwah kita hayati firman dalam hadits Qudsi itu. “Sesungguhnya Aku, kata Alloh dalam ujaran Nabi yang diriwayatkan Ibnu Majah, “Ada di sisi prasangka hambaKu pda diriKu.”

“Aku bersamanya setiap kali dia mengingatKu. Jika dia mengingatKu di kala tiada kawan, maka Aku akan mengingatnya dalam kesendirianKu. Jika dia mengingatKu dalam suatu kumpulan, niscaya Aku sebut-sebut dia dalam suatu kaum yang lebih daripada jama’ahnya. Jika dia mendekat padaKu dalam jarak sejengkal, maka Aku mengakrabinya dengan beringsut sehasta. Jika dia mendekat kepdaKu dalam jarak satu hasta, Aku akan menyambutnya dengan bergeser satu depa. Apabila dia datang kepadaKu dengan berjalan, Aku akan datang padanya dengan berlari-lari kecil.”

Dalam dekapan ukhuwah, ada berjuta kebaikan mengiringi prasangka baik kita padaNya. Dia setia bersama kita dan melimpahkan kebaikan, karena kita mengingatNya juga dengan sangkaan kebaikan.

Dalam Dekapan Ukhuwah, Ustadz Salim A. Fillah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar