Selasa, Februari 28, 2012

Petani yang sukses

Sukses bukan diukur dengan materi, tapi menurutku sukses itu bagaimana bisa member sebanyak-banyak manfaat itu sukses.


Ada sebuah kisah tentang petani yang sukses menyekolahkan adik-adiknya, kisah ini didapat dari bukunya Salim A. Fillah, dalam dekapan ukhuwah. Kita simak kisah berikut..

Di perjalanan, pemuda itu terbiasa menyapa dan mengajak bicara siapa saja yang berdiri di dekatnya ataupun duduk di sebelahnya. Setelah itu tergantung lawan biacara; jika merka merasa nyaman, dia akan mengerahkan kemampuannya berakrab-akrab. Dia akan hanyut bersama mereka dalam perbincangan mengasyikkan. Tapi jika yang dsiapa terlihat merasa terganggu, dia akan kembali mengakrabi buku yang telah disa siapkan. Sebelum meletakkan bagasi di ruang penyimpanan atas, dia tak pernah lupa membuka tas punggungnya, mengeluarkan sebuah buku dan melemparkannya ke kursi. Setelah itu duduk.

Hari itu yang duduk disampinya dalam penerbangan Jakarta-Singapura tampak tak biasa. Seorang ibu. Sudah cukup sepuh degan keriput wajah mulai mnggayut. Kerudungnya kusut. Sandalnya jepit sederhana. Dan dalam pandangan si pemuda, beliau tampak aga udik. Tenaga kerjakah? Setua ini?

Tetapi begitu si pemuda menyapa, si ibu tersenyum padanya dan tampaklah raut muka yang sumringah dan merdeka. Sekilas, garis-garis ketuaan di wajahnya menjelma menjadi semburat cahaya kebijaksanaan. Si pemuda takjub.

“Ibu hendak kemana?” tanyanya sambil tersenyum ta’zhim.
“Singapura Nak,” senyum sang ibu bersahaja.
“Akan bekerja atau..?”
“”Bukan Nak. Anak Ibu yang nomor dua bekerja disana. Ini mau menengok cucu. Kebetulan menantu Ibu baru saja melahirkan putra kedua mereka.”

Si pemuda sudah merasa tak enak atas pertanyaannya barusan. Kini dia mencoba lebih hati-hati.
“Oh, putra Ibu sudah lama bekerja disana?”
“Alhamdulillah, lumayan. Sekarang, katanya sudah jadi Permanent Resident begitu. Ibu juga nggak ngerti apa masksudnya, hehe.. yang jelas disana jadi arsitek. Tukang gambar gedung.”
Si pemuda tertegun. Arsitek? Hebat.
“Oh iya, putra Ibu ada berapa?”
“Alhamdulillah Nak, ada empat. Yang di Singapura ini, yang nomor dua. Yang nomor tiga sudah jadi dokter beda di Jakarta. Yang nomor empat sedang ambil S2 di Jrman. Dia dapat beasiswa.”
“Masya Alloh. Luar biasa. Alangkah bahagia menjadi ibu dari putra-putra yang sukses. Saya kagum sekali pada Ibu yang berhasil mendidik mereka.” Si pemuda mengerjap mata dan mendecakkan lidah.
Si Ibu mengangguk-angguk dan berungkali berucap “Alhamdulillah.” Lirih. Matanya brkaca-kaca.

“Oh iya, maaf ibu, bagaimana dengan putra Ibu yang pertama?”
Si ibu menundukkan kepala. Sejenak tangannya memainkan sabuk keselamatan yang terpasang di pinggang. Lalu dia tatap lekat-lekat si pemuda. “Dia tinggal di kampong Nak, bersama dengan Ibu. Dia bertani meneruskan menggarap secuil sawah peninggalan bapaknya.” Si ibu terdiam. Beliau menghela nafas panjang, menegakkan kepala. Tapi kemudian menggeleng, menerawang ke arah jendela sambil tersenyum yang entah apa artinya. Si pemuda menyesal telah bertanya. Dia ikut prihatin.

“Maaf Bu, kalau pertanyaan saya menyinggung Ibu. Ibu mungkin jadi sedih karena tidak bisa membanggakan putra pertama Ibu sebagaimana putra-putra Ibu yang lain.”

“Oh tidak Nak. Bukan begitu!” si ibu cepat-cepat menatap tajam namun lembut pada si pemuda. “Ibu justru sangat bangga pada putra Ibu itu. Sangat-sangat bangga. Sangat-sangat bangat!” si ibu menepuk-nepuk pundak si pmuda dengan mata berbinar seolah dialah sang putra pertama.

“Ibu bangga sekali padanya, karena dialah yang rela membanting tulang dan menguras tenaga untuk membiayai sekolah adik-adiknya. Bahkan dialah yang senantiasa mendorong, menasehati, dan mengirimi surat penyemangat saat mereka di rantau. Tanpa dia, adik-adiknya takkan mungkin jadi seperti sekarang ini!” sang Ibu terisak.

^_^

Sang kakak mengajarkan kepada kita, karena berkat kerja keras beliaulah adik-adiknya bisa sukses hingga sekarang. Sebab atas dorongan dan bimbingannyalah semua keberhasilan itu digapai. Dia yang telah memerah rasa ternikmat dari cinta tulusnya pada keluarga dan mempersembahkannya demi kebermaknaan hidup adik-adiknya. Subhanalloh..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar