“Kami perintahkan kepada
manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya
dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya
sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa
dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah
aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau
ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku.
Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri." (QS.
Al-Ahqaf :15)
Terima kasih
ibu pada kita, mungkin sudah cukup membuat kita tertegun, haru, atau mungkin
malu. Ibu yang jasa dan kebaikannya tak terbalas, dengan lautan pengabdian
sekalipun, selalu saja tak lupa mengucap terima kasih pada kita.
Hadiah
kerudung , atau mukena, atau gamis yang harganya tak seberapa, bisa diciuminya,
diiringi ucapan terima kasihnya yang berulang-ulang. Tidak cukup dengan itu,
kadang saat memakainya tidak lupa ia menceritakan kepada orang-orang di
sekitarnya, kalau barang itu hadiah dari kita, anaknya. Sepasang sandal yang
kita belikan untuknya, mungkin tak setiap tahun kita lakukan. Tapi kemana-mana,
ibu selalu memakainya untuk menunjukkan terima kasihnya pada kita.
Ketika
mengucapkan terima kasihnya, ibu tidak berhenti di situ. Terima kasihnya
berlanjut dengan doa, bertaut dengan pengharapan, menyatu dengan permintaan,
agar senantiasa kita tumbuh dalam lindungan-Nya, dimudahkan segala urusan,
sukses dalam kehidupan. Dunia dan akhirat. Terima kasihnya yang beriring doa
menjangkau semua sisi itu, mengalir setiap waktu; dalam sholat, dalam munajat,
dan momen-momen penting yang kita hadapi, atau usaha dan kerja yang kita
lakukan.
Rukayah
(57), ibu dua anak itu, tak pernah lupa mendoakan anaknya. Untuk kesuksesan
mereka, untuk keselamatan mereka. Anaknya yang pertama, Riyani, bekerya sambil
kuliah. Dari sedikit penghasilannya, selalu ia sisihkan untuk membantu ibunya.
Tapi Rukayah tak sekali pun hendak menerima kebaikan dan niat tulus anaknya. “Gunakanlah
untuk kebutuhanmu sendiri. ibu akan lebih bahagia jika kamu bisa lebih sukses,”
ujar Rukayah kepada anaknya, sembari tak lupa mengucap terima kasih.
Namun meskin
tak pernah berkenan menerima pemberian anaknya, doa Rukayah kepada anaknya selalu
mengalir. Dalam pengajian ibu-ibu yang diikutinya setiap pecan, Rukayah selalu
meminta tolong kepada sahabat-sahabatnya untuk mendoakan Riyani yang ada di
rantau, agar ia sukses, selamat, menjadi anak yang membanggakan, dan
mendapatkan yang terbaik dari Alloh Swt.
Terima kasih
ibu dalam doanya, membuatnya semakin sempurna dan indah. Itulah kunci utama
kesuksesan kita. Itulah yang paling kita butuhkan. Sebab doanya menghentak
langit, ridhanya mengucurkan berkah. Itu tidak sesederhana yang kita bayangkan.
Dia membukakan kita karunia yang tak pernah terbayangkan.
Sebuah
riwayat menyebutkan, bahwa suatu hari, saat sedang munajat kepada Alloh, Nabi
Muasa as memohon kepada-Nya untuk diperlihatkan temannya di surga kelak, sejak
di dunia ini. Maka Jibril pun mendatanginya seraya berkata, “Hai Musa, temanmu
(di surga) adalah si fulan, seorang tukang jagal. Dia tinggal di tempat anu.”
Musa pun
lalu beranjak ke sana, mendatangi warung si tukang jagal itu. Di situ ia
melihat seorang pemuda yang mirip penjaga malam, yang sedang sibuk menjual
daging. Musa mengawasi orang itu dari dekat untuk melihat pekerjaannya agar dia
bisa mengungkap amal istimewa yang dilakukan pemuda tersebut.
Namun telah
beberapa lama mengamati, Musa tidak menyaksiakan sesuatu yang mengagumkan.
Ketika malam menjelang, si pemuda beranjak pulang ke rumahnya sambil membawa
sepotong daging. Musa membuntuti, dan tatkala tiba di rumah ia meminta izin
bermalam di rumah si pemuda tanpa menjelaskan siapa dirinya.
Si pemuda
menerimanya dengan senang hati dan membawa Musa masuk ke rumahnya. Di dalam
rumah itu Musa menyaksiakan pemuda tersebut menurunkan sebuah keranjang besar
berbentuk ayunan, yang tergantung di atap rumah. Dari keranjang itu, si pemuda
mengeluarkan seorang perempuan lemah dan tua, lalu memandikannya dan menyalin
pakaiannya. Setelah itu ia menyuapinya dengan tangannya sendiri hingga terlihat
puas, lalu kemudian menaruh ibunya lagi dalam keranjang itu, dan menggantunya
kembali di tempat semula.
Musa
tertegun menyaksiakan hal itu. Lamat-lamat ia mendengar ibu tua itu mengucap
sesuatu, namun tak sepotong kata pun yang dapat dipahaminya.
Setelah
semua selesai, si pemuda kembali menghampiri tamunya, Musa as, dan menyiapkan
makan malam untuk mereka berdua. Saat sedang makan bersama, Musa bertanya,
“Siapa perempuan tua itu?” Si pemuda menjawab, “Dia ibuku. Aku selalu
melayaninya seperti itu.”
“Lalu, apa
yang diucapkan ibumu setelah itu?” Tanya Musa penasaran. Jawab lelaki itu,
“Setiap kali aku melayaninya, ia berkata, “Semoga Alloh mengampunimu dan
menjadikanmu teman Musa pada kiamat nanti, menempatkanmu dalam menaranya dan
derajatnya.”
Mendengar
ceritanya, Musa berkata, “Wahai pemuda, aku sampaikan kepadamu berita gembira
bahwa Alloh telah menjawab doa ibumu. Aku telah memohon kepada-Nya untuk
mempertemuakanku dengan temanku di surga, dan ternyata engkaulah yang
dikenalkan kepadaku. Aku telah mengamati amal-amalmu, tapi aku tidak menemukan
sesuatu kecuali penghormatan dan pemuliaanmu terhadap ibumu, serta baktimu
padanya. Dan inilah balasan perbuatan baik dan pemuliaan kepda orang tua.”
Sungguh luar
biasa kekuatan doa ibu. Bersama terima kasihnya, doa ibu membelah langit,
membuka harapan yang pasti: keberkahan, keridhaan, kebahagiaan, keselamatan,
dan segala hal yang kita butuhkan untuk sukses menjalani hidup. Ketika Imam
Ahmad menyatakan tekadnya hendak merantau mencari ilmu, sang ibu lantas
mengemas seluruh keperluan sang anak dalam perjalanan, kemudian berkata,
“Sesungguhnya Alloh jika dititipi sesuatu, Dia akan selalu menjaga titipan
tersebut. Jadi, aku titipkan dirimu kepada Alloh yang tidak akan membiarkan
titipannya terlantar begitu saja.”
Sejak
itulah, Imam Ahmad pergi dari sisi sang ibu tercinta, menuju kota Madinah,
Makkah dan Shan’a. beberapa tahun kemudian, ia kembali dengan menyandang gelar
Sang Imam, yang telah siap memberikan berbagai pengetahuan yang diperlukan umat
Islam.
Tanpa kita
tahu, mungkin Ibu selalu berdoa untuk kita. Tanpa henti. Tapa putus. Di siang
hari, terlebih di gelap gulitanya malam. Hanya untuk selalu membuktikan terima
kasihnya atas apa yang kita berikan, yang tak seberapa itu.
Tanpa kita
sadari, mungkin di antara doa-doa berikut selalu hadir dalam munajatnya kepada
Alloh Swt: “Ya Alloh, berkahilah aku pada anak-anakku, satukan hati-hati
mereka, bimbinglah mereka untuk selalu taat kepada-Mu, karuniakan kepadaku
bakti mereka, dan karuniakan mereka bakti anak-anak mereka.”
“Ya Alloh,
ajari mereka apa yang mereka tidak tahu. Ingatkan mereka apa yang mereka lupa.
Karuniakan mereka hikmah dan kecerdasan, dan bukakan untuk mereka keberkahan
langit dan bumi. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menjawab doa.”
“Tuhanku
Yang Mahamulia, Yang Mahahidup dan Berdiri sendiri, karuniakan kepada-Ku bakti
mereka dan doa mereka, pada saat hidupku dan setelah kematianku. Tuhanku,
kumpulkan kami kelak dengan ampunan dan keutamaan-Mu di surga-Mu yang tinggi,
dalam kamar-kamar-Mu yang luas, dan dalam Firdaus-Mu yang tertinggi.”
“Ya Alloh,
jadikan mereka hamba-hamba-Mu yang mendapatkan bagian yang melimpah di dunia
dan di akhirat. Jadikan dalam hati-hati dan pada wajah-wajah mereka cahaya dari
cahaya-Mu, sesungguhnya Engkaulah cahaya matahari dan bumi.”
”Ya Alloh,
anugerahi mereka kesehatan dan kekuatan, qanaah dan ridho, teman yang shalih
dan baik, dan jadikan mereka orang-orang yang Engkau cintai dan mencintai-Mu.”
“Ya Alloh,
bukakan mereka pintu-pintu rezeki-Mu yang halal dari karunia-Mu yang maha luas,
dan puaskan mereka dengan karunia-karunia-Mu yang halal atas yang haram.”
“Tuhanku,
hiasi anak-anakku yang laki-laki dan sempurnakan mereka dengan keindahan dan
kesempurnaan seperti yang telah Kau berikan kepada orang-orang pilihan-Mu;
kedewasaan, kewibawaan, keberanian, kepemimpinan, kekuatan, kehormatan,
kedermawanan, harga diri, kecerdasan, kearifan, kelembutan, kasih sayang, dan
kemuliaan.”
“Tuhanku,
kepada anak-anak perempuanku hiasi mereka dengan sesuatu yang telah menghiasi pribadi
wanita-wanita pilihan-Mu; rasa malu, harga diri, kesucian, amanah, kesabran,
menundukkan pandangan, cinta dan kasih sayang.”
Di antara doa-doa
itu, barangkali ada yang selalu diulang-ulang oleh ibu kita, dalam setiap
kesempatannya. Atau mungkin ibu punya doa-doanya sendiri, dalam bahasanya
sendiri untuk kita. Nama kita selalu terselip dalam permintaannya yang tulus
kepada Alloh, untuk melihat kita sebagai manusia-manusia yang membanggakan,
yang akan menyejukkan hatinya, yang melipur laranya, yang kelak mendoakannya
kala telah tiada.
Kita tak
boleh lupa untuk selalu menyadari itu, berapa kita perlu lebih banyak lagi
berbuat dan berdoa untuk ibu. Sebab ibu kita, pasti tak pernah lupa berterima
kasih kepada kita, melalui doa-doanya yang kadang tak pernah kita tahu.
Sumber
Inspirasi, Majalah Tarbawi Edisi Bulan Desember 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar