Anak-anak. Mendengar
kata ini, barangkali sudah mampu menumbuhkan benih kasih sayang dalam hati
kita. Membayangkan pertumbuhan anak-anak dari waktu ke waktu, tingkah polanya
yang menggembirakan, perkembangan bicaranya yang membuat gemas. Ya, menyanyangi,
mengasihi, mencintai anak, memang fitrah manusia yang Alloh berikan. Dan Islam
mengajarkan kita untuk melindungi dan menjaga anak-anak dengan penuh kelembutan
dan kasih sayang.
Sahabatku,
darimana kasih sayang yang paling dirasakan oleh seorang anak? Dari siapa kasih
sayang yang dirasakan paling hangat bagi
seorang anak? Darimana kebahagiaan yang sangat menyenangkan hatinya? Kedua orangtuanya,
pasti. Lalu, jika kedua orangtua kita tidak lagi lengkap. Pasti banyak duka
yang dirasakannya.
Sahabatku,
coba bayangkan. Jika kita dahulu tak memiliki seorang ayah. Bila kita saat
kanak-kanak dahulu, tak ada ayah yang membantu mencari mencari nafkah untuk
keluarga. Seandainya kita waktu masih kecil, tak didampingi ayah yang
diandalkan menjadi pelindung di saat tertentu. Anak-anak bernasib seperti itu,
ada di antara kita sekarang. Mereka, anak-anak yatim yang belum berusia baligh namun tak mempunyai ayah lagi. Lebih
berduka lagi, mereka yang tak memiliki ayah dan ibu. Ya, anak-anak yati piatu. Tak
ada rasa hangat dalam pelukan ayah dan ibu. Tak merasakan keteduhan dengan
kasih sayang ayah atau ibu. Bisakah kita membayangkan keadaan kanak-kanak kita
tanpa ayah dan tanpa ibu?
Sahabatku,
Rasululloh saw dalam hadits riwayat Muslim mengatakan, “Aku dan orang yang
memelihara anak yatim, seperti ini,” sambil mengangkat dua jari tengah dan jari
telunjuknya. Rasululloh saw juga mengatakan, “Barangsiapa yang mengusap kepala
anak yatim, karena Alloh, maka ia mendapat pahala setiap lembar lembut yang
diusapnya itu satu banyak kebaikan.” (HR. Ahmad)
Ini yang
dinamakan sedekah dengan perasaan, memberikan sesuatu diiringi tindakan dan
perasaan menyayangi, yang membuat orang bahagia dengan apa yang dilakukan. Amal
hati yang diiringi amal fisik itu yang akan menghilangkan kerisauan hati,
menerangkan hati, membersihkan noda akibat keburukan yang dilakukan sebelumnya.
Seolah, mengusap kepala anak yatim itu menggairahkan kehidupan hati kembali,
membuatnya cerah putih, memperindah amal yang bisa mendekatkan diri kepada
Alloh. Begitulah, memberi kesenangan pada orang yang membutuhkan begitu luar
biasa pahalanya.
Sahabatku,
pernah ada seorang pemuda datang kepada Rasululloh saw seraya mengeluhkan
hatinya yang risau dan kasar. Rasululloh saw berkata pada pemuda itu, “Maukah
hatimu menjadi lembut dan kebutuhanmu terpenuhi? Sayangilah anak yatim, usaplah
kepalanya, berilah makan dia dari apa yang menjadi makananmu. Pasti hatimu akan
menjadi lembut dan kebutuhanmu akan terpenuhi.” (HR. Ath Thabrani)
Dalam hadits
itu, Rasululloh saw mengajarkan kita cara untuk mengobati hati yang kasar,
terapi untuk menjadikan hati kita lembut dan dekat dengan Alloh swt. Cara itu
adalah dengan menyantuni anak yatim. Bila kita melangkah dan berusaha memenuhi
kebutuhan anak yatim, setiap usaha, gerak dan langkah itu mengandung pahala
yang akan melembutkan hati, menenangkan jiwa. Anggota tubuh yang melakukan
kebaikan akan memunculkan suasana dan pandangan yang sejuk bagi hati pelakunya.
Sahabatku,
tak ada batas waktu tertentu untuk menyayangi anak yatim, karena memang tidak
ada yang menetapkan hati dan waktu tertentu untuk menyayangi mereka. Apakah
kita ingin berusaha menjadi pendamping Rasululloh saw di surga? ^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar