Senin, Agustus 06, 2012

Merencanakan Kematian


Tidak ada kenikmatan yang lebih baik dan lebih kekal kecuali di surga…


Dalam sebuah kegiatan Ramadhan Camp yang diadakan oleh Q-Gen (Quran Generation), Ustadz Umar Makka menyampaikan taujih tentang Ramadhan. Beliau mengatakan ada empat faktor keberhasilan dalam Ramadhan.

Yang pertama, yaitu semakin besar rasa takutnya kepada Alloh. Rasa takut seperti takut jika ibadah selama ini tidak diterima oleh Alloh. Takut jika sholatnya tidak diterima oleh Alloh. Sehingga semakin khusyu’ dalam menjalankan ibadah.
Yang kedua, yaitu istiqomah dalam menjalankan ibadah. Tidak hanya giat beribadah dalam bulan ramadhan saja. Tapi di bulan-bulan lain juga bisa terus semangat dalam beribadah.
Yang ketiga, yaitu semakin Qana’ah dalam menyikapi pemberian Alloh. Qana’ah yaitu rasa cukup atas pemberian yang Alloh berikan. Ketika diberikan rezeki, ia menyikapinya dengan Qana’ah.
Yang keempat, yaitu semakin ingat dengan kematian.

^_^

Izinkan di notes kali ini, aku ingin menyampaikan kisah penuh hikmah, kisah ini diambil dari buku yang sangat inspiratif karangan Muslimah Thamrin yang berjudul “Bahagia Sukses Mulia Dengan Al-Qur’an”, mudah-mudahan manfaat ^^

Kisah nyata berikut ini, yang dituturkan oleh seorang Polisi lalu-lintas, tentang akhir hayat penggemar musik dan pencinta al-Qur’an, menarik untuk disimak. Ia menceritakan bagaimana kesudahan akhir hidup dari beberapa orang yang meninggal dalam kecelakaan, yang disaksikannya tatkala sedang bertugas.

“Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik ngobrol.. tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.

Kejadian yang sungguh tragis. Kami lihat dua awak mobil dalam kondisi sangat kritis. Keduanya segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.

Kami cepat-cepat menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan. Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat.

Ucapkanlah “Laailaaha Illallaah.. Laailaaha Illallaah..” perintah temanku.

Tetapi sungguh mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu yang sedang populer, yang aku sendiri senang dengan lagu itu. Keadaan itu membuatku merinding. Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat.. kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat.

Aku diam membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini. Temaku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi.. keduanya tetap terus saja melantukan lagu.

Tak ada gunanya.. suara lagunya semakin melemah.. lemah dan lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak.. keduanya telah meninggal dunia.

Kami segera membawa mereka dalam mobil. Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama perjalanan hanya ada kebisuan, hening.

Kesunyian pecah ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia.” Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku Islam. Ia juga berbicara bagaimana seorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir batin.

Perjalanan ke rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.

Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat khusyu’ sekali. Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu.

^_^

Aku kembali pada kebiasaanku semula.. aku seperti tak pernah menyaksikan apa yang menimpa dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu populer yang pernah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.

Kejadian Yang Menakjubkan.. selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu.. sebuah kejadian menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.

Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.

Aku dengan seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit agar langsung mendapat penanganan.

Dia masih muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah agama. Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.

Ia melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an.. dengan suara amat lemah. “Subhanalloh!” dalam kondisi kritis seperti itu, ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah bahkan ia hampir mati.

Dalam kondisi seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar suara bacaan al-Qur’an seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu.. apalagi aku sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.

Aku dan kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan al-Qur’an yang merdu itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap ronga. Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat.

Kepalanya terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya, nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.

Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah wafat. Kawanku tak kurasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat mengharukan.

Sampai di rumah sakit.. kepada orang-orang di sana kami mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri jenazah dan mencium keningnya.

Semua orang yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.

Salah seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin. Ketika terjadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.

Bila ada yang mengeluhkan padanya tentang kejenuhan dalam perjalanan, ia menjawab dengan halus. “Justru saya memanfaatkan waktu perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan al-Qur’an, juga dengan mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridho Alloh pada setiap langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum.

Aku ikut menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan. Dalam liang yang sempit, almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat. “Dengan nama Alloh dan atas Agama Rosululloh”

Pelan-pelan, kami menimbunnya dengan tanah. Mintalah kepada Alloh keteguhan hati saudaramu, sesungguhnya dia akan ditanya. Almarhum menghadapi hari pertamanya dari hari-hari akhirat..

Dan aku.. sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Alloh mengampuni dosa-dosaku di masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup yang baik (husnul khotimah) serta menjadikan kuburanku sebagai taman-taman Surga. Amiin..

^_^

Dari gambaran kisah diatas, terungkap sebuah hikmah yang agung untuk dijadikan pelajaran tentang kesudahan akhir hidup seorang su’ul khotimah dan khusnul khotimah. Ada beberapa poin penting yang tergambar dari kesudahan akhir hidup seorang yang mencintai al-Qur’an. Dalam kisah tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa almarhum yang mencintai al-Qur’an adalah sosok yang Bahagia, Sukses dan Mulia, yang telah menemui Tuhannya dengan khusnul khotimah, Insya Alloh.

Mudah-mudahan manfaat :)
Wallohu'alam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar