Tidak ada kenikmatan yang lebih baik dan
lebih kekal kecuali di surga…
Dalam sebuah
kegiatan Ramadhan Camp yang diadakan oleh Q-Gen (Quran Generation), Ustadz Umar
Makka menyampaikan taujih tentang Ramadhan. Beliau mengatakan ada empat faktor
keberhasilan dalam Ramadhan.
Yang pertama, yaitu semakin besar rasa
takutnya kepada Alloh. Rasa takut seperti takut jika ibadah selama ini tidak
diterima oleh Alloh. Takut jika sholatnya tidak diterima oleh Alloh. Sehingga semakin
khusyu’ dalam menjalankan ibadah.
Yang kedua, yaitu istiqomah dalam menjalankan
ibadah. Tidak hanya giat beribadah dalam bulan ramadhan saja. Tapi di
bulan-bulan lain juga bisa terus semangat dalam beribadah.
Yang ketiga, yaitu semakin Qana’ah dalam menyikapi
pemberian Alloh. Qana’ah yaitu rasa cukup atas pemberian yang Alloh berikan. Ketika
diberikan rezeki, ia menyikapinya dengan Qana’ah.
Yang keempat, yaitu semakin ingat dengan
kematian.
^_^
Izinkan di
notes kali ini, aku ingin menyampaikan kisah penuh hikmah, kisah ini diambil
dari buku yang sangat inspiratif karangan Muslimah Thamrin yang berjudul “Bahagia Sukses Mulia Dengan Al-Qur’an”, mudah-mudahan
manfaat ^^
Kisah nyata
berikut ini, yang dituturkan oleh seorang Polisi lalu-lintas, tentang akhir
hayat penggemar musik dan pencinta al-Qur’an, menarik untuk disimak. Ia menceritakan
bagaimana kesudahan akhir hidup dari beberapa orang yang meninggal dalam
kecelakaan, yang disaksikannya tatkala sedang bertugas.
“Ketika itu,
kami dengan seorang kawan sedang bertugas di sebuah pos jalan. Kami asyik
ngobrol.. tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang amat keras. Kami mengalihkan
pandangan. Ternyata, sebuah mobil bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur
dari arah berlawanan. Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong
korban.
Kejadian yang
sungguh tragis. Kami lihat dua awak mobil dalam kondisi sangat kritis. Keduanya
segera kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah.
Kami cepat-cepat
menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat mengerikan.
Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku menuntun
mereka mengucapkan kalimat syahadat.
Ucapkanlah “Laailaaha
Illallaah.. Laailaaha Illallaah..” perintah temanku.
Tetapi sungguh
mengherankan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu yang sedang populer, yang
aku sendiri senang dengan lagu itu. Keadaan itu membuatku merinding. Temanku tampaknya
sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat.. kembali ia menuntun korban
itu membaca syahadat.
Aku diam
membisu. Aku tak berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum
pernah menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti
ini. Temaku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat. Tetapi..
keduanya tetap terus saja melantukan lagu.
Tak ada
gunanya.. suara lagunya semakin melemah.. lemah dan lemah sekali. Orang pertama
diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua. Tak ada gerak.. keduanya telah
meninggal dunia.
Kami segera
membawa mereka dalam mobil. Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatah pun. Selama
perjalanan hanya ada kebisuan, hening.
Kesunyian pecah
ketika temanku memulai bicara. Ia berbicara tentang hakikat kematian dan su’ul
khatimah (kesudahan yang buruk). Ia berkata: “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk. Kesudahan hidup
itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya selama di dunia.” Ia bercerita
panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang diriwayatkan dalam buku-buku
Islam. Ia juga berbicara bagaimana seorang akan mengakhiri hidupnya sesuai
dengan masa lalunya secara lahir batin.
Perjalanan ke
rumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang kematian. Pembicaraan itu
makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa kami sedang membawa mayat.
Tiba-tiba
aku menjadi takut mati. Peristiwa ini benar-benar memberi pelajaran berharga
bagiku. Hari itu, aku shalat khusyu’ sekali. Tetapi perlahan-lahan aku mulai
melupakan peristiwa itu.
^_^
Aku kembali
pada kebiasaanku semula.. aku seperti tak pernah menyaksikan apa yang menimpa
dua orang yang tak kukenal beberapa waktu lalu. Tetapi sejak saat itu, aku
memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu. Aku tak mau
tenggelam menikmatinya seperti sedia kala. Mungkin itu ada kaitannya dengan
lagu populer yang pernah kudengar dari dua orang yang sedang sekarat dahulu.
Kejadian Yang
Menakjubkan.. selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu.. sebuah kejadian
menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai mobilnya
dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah terowongan menuju kota.
Ia turun
dari mobilnya untuk mengganti ban yang kempes. Ketika ia berdiri di belakang
mobil untuk menurunkan ban serep, tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi
menabraknya dari arah belakang. Lelaki itu pun langsung tersungkur seketika.
Aku dengan
seorang kawan, -bukan yang menemaniku pada peristiwa yang pertama- cepat-cepat
menuju tempat kejadian. Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami
menghubungi rumah sakit agar langsung mendapat penanganan.
Dia masih
muda, dari tampangnya, ia kelihatan seorang yang ta’at menjalankan perintah
agama. Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga tak
sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami membujurkannya
di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci al-Qur’an..
dengan suara amat lemah. “Subhanalloh!”
dalam kondisi kritis seperti itu, ia masih sempat melantunkan ayat-ayat suci
al-Qur’an? Darah mengguyur seluruh pakaiannya; tulang-tulangnya patah bahkan ia
hampir mati.
Dalam kondisi
seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat
al-Qur’an dengan suaranya yang merdu. Selama hidup aku tak pernah mendengar
suara bacaan al-Qur’an seindah itu. Dalam batin aku bergumam sendirian: “Aku
akan menuntun membaca syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku
terdahulu.. apalagi aku sudah punya pengalaman,” aku meyakinkan diriku sendiri.
Aku dan
kawanku seperti kena hipnotis mendengarkan suara bacaan al-Qur’an yang merdu
itu. Sekonyong-konyong tubuhku merinding menjalar dan menyelusup ke setiap
ronga. Tiba-tiba suara itu berhenti. Aku menoleh ke belakang. Kusaksikan dia
mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat.
Kepalanya
terkulai, aku melompat ke belakang. Kupegang tangannya, detak jantungnya,
nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia telah meninggal dunia.
Aku lalu
memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes, kusembunyikan tangisku, takut
diketahui kawanku. Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah wafat. Kawanku
tak kurasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus
menangis, air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat
mengharukan.
Sampai di
rumah sakit.. kepada orang-orang di sana kami mengabarkan perihal kematian
pemuda itu dan peristiwa menjelang kematiannya yang menakjubkan. Banyak orang
yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang meneteskan air
mata. Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri
jenazah dan mencium keningnya.
Semua orang
yang hadir memutuskan untuk tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti
kapan jenazah akan dishalatkan. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir
kepada jenazah, semua ingin ikut menyalatinya.
Salah seorang
petugas rumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut mengantarkan jenazah
hingga ke rumah keluarganya. Salah seorang saudaranya mengisahkan ketika
kecelakaan, sebetulnya almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu
rutin ia lakukan setiap hari Senin. Di sana, almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim dan orang-orang miskin.
Ketika terjadi kecelakaan, mobilnya
penuh dengan beras, gula, buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya.
Ia juga tak lupa membawa buku-buku agama
dan kaset-kaset pengajian. Semua itu
untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang yang ia santuni. Bahkan ia juga
membawa permen untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak kecil.
Bila ada
yang mengeluhkan padanya tentang kejenuhan dalam perjalanan, ia menjawab dengan
halus. “Justru saya memanfaatkan waktu
perjalananku dengan menghafal dan mengulang-ulang bacaan al-Qur’an, juga dengan
mendengarkan kaset-kaset pengajian, aku mengharap ridho Alloh pada setiap
langkah kaki yang aku ayunkan,” kata almarhum.
Aku ikut
menyalati jenazah dan mengantarnya sampai ke kuburan. Dalam liang yang sempit,
almarhum dikebumikan. Wajahnya dihadapkan ke kiblat. “Dengan nama Alloh dan
atas Agama Rosululloh”
Pelan-pelan,
kami menimbunnya dengan tanah. Mintalah kepada Alloh keteguhan hati saudaramu,
sesungguhnya dia akan ditanya. Almarhum menghadapi hari pertamanya dari
hari-hari akhirat..
Dan aku..
sungguh seakan-akan sedang menghadapi hari pertamaku di dunia. Aku benar-benar
bertaubat dari kebiasaan burukku. Mudah-mudahan Alloh mengampuni dosa-dosaku di
masa lalu dan meneguhkanku untuk tetap mentaatinya, memberiku kesudahan hidup
yang baik (husnul khotimah) serta menjadikan kuburanku sebagai taman-taman
Surga. Amiin..
^_^
Dari gambaran
kisah diatas, terungkap sebuah hikmah yang agung untuk dijadikan pelajaran
tentang kesudahan akhir hidup seorang su’ul khotimah dan khusnul khotimah. Ada beberapa
poin penting yang tergambar dari kesudahan akhir hidup seorang yang mencintai
al-Qur’an. Dalam kisah tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa almarhum yang mencintai al-Qur’an adalah
sosok yang Bahagia, Sukses dan Mulia, yang telah menemui Tuhannya dengan
khusnul khotimah, Insya Alloh.
Mudah-mudahan
manfaat :)
Wallohu'alam
bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar