Sebuah kisah
yang menyentuh hati, tentang seseorang yang memiliki akhlak yang agung, suri
tauladan yang terbaik, dan kekasih Alloh yang sangat kita cintai, baginda
Rosululloh Saw. Mudah-mudahan bermanfaat.
Menjelang wafat,
dalam keadaan yang sekarat , Rosululloh Saw mengumpulkan para sahabat dan
keluarganya. Semua menangis sedih melihat keadaan Rosululloh Saw. Beliau lalu
bertanya dengan suara yang lemah, “Adakah di antara kalian yang pernah aku
sakiti?” Tak ada yang menjawab. Rosululloh Saw bertanya lagi hingga ketiga
kalinya. Seorang laki-laki pun berdiri menuju Nabi, dialah Ukasyah ibn Muhsin. “Ya
Rosululloh, dulu aku pernah bersamamu di Perang Badar. Untaku dan untamu
berdampingan, saat itu engkau melecutkan cambut kepada untamu agar dapat
berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung sampingku,”
ucap Ukasyah.
Semua yang
ada di ruangan itu kaget, tega sekali Ukasyah berkata seperti itu saat
Rosululloh Saw dalam keadaan sekarat. Semua air mata sahabat yang ada di situ
mengalir deras. Rosululloh Saw lalu menyuruh bilal mengambil cambuk di rumah
putrinya, Fathimah. Bilal tampak begitu berat menunaikan perintah Nabi itu. Ia tak
ingin cambuk yang dibawanya melecut tubuh sang kekasih, namun Bilal juga tidak
berani melawan perintah Nabi. Segera setelah sampai, cambuk diberikan kepada
Nabi dan dengan cepat cambuk berpindah ke tangan Ukasyah. Masjid seketika
dipenuhi gemuruh suara para sahabat.
Tiba-tiba
dari barisan terdepan maju sosok berwajah sendu dan berjanggut basah oleh air
mata, Abu Bakar, dan sosok pemberani yang ditakuti para musuhnya di medan
pertempuran, Umar ibn Al-Khatab. Mereka berkata, “Hai Ukasyah, pukullah kami
berdua, sesukamu. Pilihlah bagian mana yang paling kau inginkan, qisas-lah
kami.” Rosululloh Saw menggelengkan kepalanya dan menyuruh kedua sahabat itu
duduk.
Melihat Abu
Bakar dan Umar duduk, Ali ibn Abi Thalib pun berdiri di depan Ukasyah dengan
berani. “Hai Hamba Alloh, inilah aku yang masih hidup siap menggantikan qisas
Rosul. Inilah punggungku, ayunkan tanganmu sebanyak apa pun, deralah aku.” Rosululloh
Saw kembali menggeleng dan menyuruh Ali duduk.
“Hai
Ukasyah, engkau tahu, kami ini kakak-beradik, kami adalah cucu Rosululloh Saw,
kami darah dagingnya, bukankah ketika engkau mencambuk kami, itu artinya
mencambuk Rosul juga.” Hasan dan Husain tampil di depan Ukasyah. Namun,
Rosululloh menyuruh cucu yang sangat dicintainya itu untuk duduk.
Masjid dipenuhi
isak tangis. Tak ada seorang pun yang rela kekasih Alloh ini dicambuk dalam
keadaannya yang sekarat.
Ukasyah berjalan
ke arah Nabi. Kini tak ada lagi yang menghalangi Ukasyah mengambil qisas. “Wahai
Ukasyah, inilah ragaku, cambuklah sesukamu.” Nabi melangkah mendekatinya.
“Ya
Rosululloh, saat engkau mencambukku, tak ada sehelai kain pun yang menghalangi
lecutan cambuk itu,” ucap Ukasyah.
Tangisan semakin
deras mengalir, semakin kencang terdengar. Nabi Saw tak berucap sepatah kata
pun. Nabi Saw melepaskan gamisnya dan tersingkaplah tubuh sucinya. Pekik takbir
yang pilu mulai menggema.
Melihat tubuh
Nabi Saw, Ukasyah langsung membuang cambuknya dan berlari memeluk tubuh Sang
Nabi. Sepenuh cinta direngkuhnya Nabi, erat, erat sekali.. Tangisnya pecah. Perasaan
kerinduan kepada Nabi ia tumpahkan saat itu. Ukasyah menangis gembira, berteriak
haru, gemetar bibirnya berucap, “Tembusanmu, jiwaku, ya Rosululloh. Siapakah yang
sampai hati meng-qisas manusia mulia sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku bisa
melekat dengan tubuhmu hingga Alloh dengan keisitmewaan ini menjagaku dari
sentuhan api neraka.”
^_^
Subhanalloh.
Inilah bentuk rasa cinta yang ditujukan oleh Ukasyah kepada Rosululloh Saw. Dalam
khutbahnya yang terakhir, Rosululloh berdoa, “Mudah-mudahan Alloh menetapkan
kalian, mudah-mudahan Alloh menjaga kalian, mudah-mudahan Alloh menolong
kalian, mudah-mudahan Alloh meneguhkan kalian, mudah-mudahan Alloh menguatkan
kalian, mudah-mudahan Alloh menjaga kalian..”
Rosululloh
Saw yang mencintai umatnya, yang di akhir hayatnya, sempat mengucapkan, “Umatku..
umatku.. umatku..” yang memikirkan bagaimanan umatnya kelak sepeninggalnya:
apakah akan taat atau durhaka kepada Alloh.. Rosululloh Saw yang di sela-sela
rasa sakit sakratulmaut yang dahsat saat bernapas saja seolah melewati lubang
jarum masih memohon lirih kepada Alloh, “Ya Alloh dahsyat nian mau ini. Timpakan
saja semua maut (rasa sakit) kepadaku, jangan kepada umatku..”
Rosululloh Saw
begitu amat cintanya kepada umatnya, selalu memikirkannya, merindukannya, tapi
aku yang mengaku sebagai umatnya tak memiliki cinta untuknya. Masya Alloh..
Alangkah indahnya hidup ini
Andai dapat kutatap wajahmu
’Kan pasti mengalir air mataku
Karena pancaran ketenanganmu
Alangkah indahnya hidup ini
Andai dapat kukucup tanganmu
Moga mengalir keberkatan dalam diriku
Untuk mengikut jejak langkahmu
Ya Rasulallah, Ya Habiballah
Tak pernah kutatap wajahmu
Ya Rasulallah, Ya Habiballah
Kami rindu padamu
Allahumma sholli ’alaa Muhammad
Ya Robbi sholli ’alaihi wassalim
Alangkah indahnya hidup ini
Andai dapat kudakap dirimu
Tiada kata yang dapat aku ucapkan
Hanya Tuhan saja yang tahu
Kutahu cintamu kepada ummat
Umati umati
Kutahu bimbangnya kau tentang kami
Syafa’atkan kami
Ya Rasulallah, Ya Habiballah
Terimalah kami sebagai umatmu
Ya Rasulallah, Ya Habiballah
Kurniakanlah syafa’atmu
Ya
Rasulullah – Raihan
Mudah-mudahan
kita dijadikan hamba yang mencintai Rosululloh dengan menghidupkan sunnahnya,
aamiin ya Robb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar