“Ya Alloh, ampunilah aku tentang apa yang
tidak mereka ketahui pada diriku.
Ya Alloh, jadikanlah aku lebih baik dari apa
yang mereka duga tentang diriku.”
(Abu
Bakar Ash-Shidiq)
Buku
ini merupakan buku sumber inspirasi iman. Ditulis oleh Ustadz Anis Matta dengan
bahasa yang gurih. Di dalamnya berisi tentang konsep hidup seorang seorang
muslim yang cemerlang yang menjadi salah satu pusat pesona Islam.
Ada delapan mata air kecemerlangan manusia
Muslim:
1.
Konsep diri yang jelas dan kuat
2.
Struktur pengetahuan dan pemikiran yang solid
3.
Tekad bulat yang kuat membaja
4.
Asset fundamental (waktu dan kesehatan) yang
termanajemen secara baik dan efisien
5.
Karakter dasar yang kuat dan tangguh
6.
Integrasi sosial
7.
Kontribusi yang nyata
8.
Konsistensi yang membuatnya bertahan di puncak
Di
dalam buku ini berisi konsep dan definisi hidup seorang muslim yang dipaparkan
dengan jelas dan gamblang. Selain itu juga berisi tentang renungan-renungan dan
langkah aplikasi praktisnya. Namun, sesi tulisan ini hanya memaparkan inti
gagasan dari setiap delapan poin diatas. (jika
ingin baca detailnya, beli bukunya yaa :p)
Mata Air
Pertama: Konsep Diri
Konsep
diri adalah suatu kesadaran pribadi yang utuh, kuat, jelas, dan mendalam
tentang visi dan misi hidup; pilihan jalan hidup beserta prinsip dan nilai yang
membentuknya; peta potensi; kapasitas, dan kompetensi diri; peran yang menjadi
wilayah aktualisasi dan kontribusi; serta rencana amal dan karya unggulan. Konsep
Diri menciptakan perasaan terarah dalam struktur kesadaran pribadi kita. Keterarahan
adalah salah satu mata air kecemerlangan.
Konsep
Diri manusia Muslim adalah kesadaran yang mempertemukan antara
kehendak-kehendak Alloh dengan kehendak-kehendaknya sebagai manusia; antara
model manusia Muslim yang ideal dan universal dengan kapasitas dirinya yang
nyata dan unik, antara nilai-nilai Islam yang komprehensif dan integral dengan
keunikan-keunikan pribadinya sebagai individu; antara ruang aksi dan kreasi
yang disediakan islam dengan kemampuan pribadinya untuk beraksi dan berkreasi;
dan antara idealisme Islam dengan realitas kemampuan pribadinya.
Mata Air Kedua:
Cahaya Pikiran
Perubahan,
perbaikan, dan pengembangan kepribadian harus selalu dimulai dari pikiran kita.
Sebab, tindakan, perilaku, sikap, dan kebiasaan kita sesungguhnya ditentukan
oleh pikiran-pikiran yang memenuhi benak kita. Bukan hanya itu, semua emosi
atau perasaan yang kita rasakan dalam jiwa kita seperti kegembiraan dan
kesedihan, kemarahan dan ketenangan, juga ditentukan oleh pikiran-pikiran kita.
Kita adalah apa yang kita pikirkan.
Maka,
kekuatan kepribadian kita akan terbangun saat kita mulai memikirkan pikiran-pikiran
kita sendiri, memikirkan cara kita berpikir, memikirkan kemampuan berpikir
kita, dan memikirkan bagaimana seharusnya kita berpikir. Benih dari setiap
karya-karya besar yang kita saksikan dalam sejarah, selalu terlahir pertama
kali di sana: di alam pikiran kita. Itulah ruang pertama dari semua kenyataan
hidup yang kita saksikan.
Mata Air Ketiga:
Kekuatan Tekad
Tekad
adalah jembatan dimana pikiran-pikiran masuk dalam wilayah fisik dan menjelma
menjadi tindakan. Tekad adalah energi jiwa yang memberikan kekuatan kepada
pikiran untuk merubahnya menjadi tindakan.
Pikiran
tidak akan pernah berujung dengan tindakan, jika ia tidak turun dalam wilayah
hati, dan berubah menjadi keyakinan dan kemauan, serta kemudian membulat
menjadi tekad. Begitu ia menjelma menjadi tekad, maka ia memperoleh energi yang
akan merangsang dan menggerakkan tubuh untuk melakukan perintah-perintah
pikiran.
Bila
tekad itu kuat dan membaja, maka tubuh tidak dapat, atau tidak sanggup menolak
perintah-perintah pikiran tersebut. Akan tetapi, bila tekad itu tidak terlalu
kuat, maka daya rangsang dan geraknya terhadap tubuh tidak akan terlalu kuat,
sehingga perintah-perintah itu tidak terlalu berwibawa bagi tubuh kita.
Maka,
kekuatan dan kelemahan kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh sebesar apa
tekadnya, yang merupakan energi jiwa dalam dirinya. Tekad yang membaja akan
meloloskan setiap pikiran di seluruh prosedur kejiwaan, dan segera merubahnya
menjadi tindakan.
Mata Air Keempat:
Keluhuran Sifat
Pada
akhirnya semua kekuatan internal –konsep diri, pikiran dan tekad- yang telah
kita bangun dalam diri kita, haruslah bermuara pada munculnya sifat-sifat
keluhuran. Kecemerlangan seseorang di dalam hidup sesungguhnya berasal –salah satunya-
dari mata air keluhuran budi pekertinya. Dari mata air keluhuran itu, semua
nilai-nilai kemanusiaan yang mulia terjalin menjadi satu kesatuan, dan
menampakkan diri dalam bentuk sifat-sifat terpuji.
Sifat-sifat
itulah yang akan tampak di permukaan kepribadian kita, mewakili keseluruhan
pesona kekuatan kepribadian yang kita miliki, yang sebagiannya terpendam di
kedalaman dasar kepribadian kita. Kekuatan pesona sifat-sifat keluhuran itu
seperti sihir, yang akan menaklukan akal dan hati orang-orang yang ada di
sekitarnya, atau yang bersentuhan dengannya secara langsung.
Setiap
sifat memiliki akal tersendiri yang terhunjam dalam di kedalaman pikiran dan
emosi kita. Seperti juga pohon, sifat-sifat itu tersusun sedemikian rupa di
mana sebagian mereka melahirkan sebagian yang lain. Ada sejumlah sifat-sifat
tertentu yang berfungsi seperti akar pada pohon, yang kemudian tumbuh
berkembang menjadi batang, dahan dan ranting, daun dan buah. Demikianlah kita
tahu bahwa semua sifat keluhuran berakar pada lima sifat: cinta kebenaran,
kesabaran, kasih sayang, kedermawanan, dan keberanian.
Mata Air Kelima:
Manajemen Aset Fundamental
Obsesi-obsesi
besar, pikiran-pikiran besar, dan kemauan-kemauan besar selalu membutuhkan daya
dukung yang juga sarana besarnya. Salah satunya dalam bentuk pengelolaan dua asset
fundamental secara baik, yaitu kesehatan dan waktu.
Fisik
adalah kendaraan jiwa dan pikiran. Perintah-perintah pikiran dan
kehendak-kehendak jiwa tidak akan terlaksana dengan baik, bila fisik tidak
berada dalam kondisi kesehatan yang prima. Kadang-kadang, jumlah “penumpang”
yang mengendarai fisik kita melebihi kapasitasnya dan membuatnya jadi oleng. Akan
tetapi, perawatan yang baik akan menciptakan keseimbangan yang rasional antara
muatan dan kapasitas kendaraan.
Waktu
adalah kehidupan. Setiap manusia diberikan kehidupan sebagai batas masa kerja
dalam jumlah yang berbeda-beda, yang kemudian kita sebut dengan umur yang
terbentang dari kelahiran hingga kematian. Tidak ada manusia yang mengetahui
akhir dari batas masa kerja itu, yang kemudian kita sebut ajal. Hal itu
menciptakan suasana ketidakpastian, tetapi itulah asset paling berharga yang
kita miliki.
Ibarat
menempuh sebuah perjalann yang panjang, fisik kita berfungsi sebagai kereta,
dan waktu yang terbentang jauh atau dekat seperti rel kereta. Seorang masinis
boleh menentukan stasiun terakhir yang kita tuju, tetapi dia harus menjamin
bahwa kereta yang dikemudikannya dan rel yang akan dilewatinya benar-benar
berada dalam keadaan baik.
Kesehatan
dan waktu adalah dua perangkat keras kehidupan yang sangat terbatas. Akan tetapi,
manusia-manusia cemerlang selalu dapat meraih sesuatu secara maksimal dari
semua keterbatasan yang melingkupinya.
Mata Air Keenam:
Integrasi Sosial
Kemampuan
beradaptasi dengan lingkungan masyarakat di mana kita berada bukan saja
merupakan ukuran kematangan pribadi seseorang, tetapi lebih dari itu. Sebab,
lingkungan sosial kita harus dipandang sebagai wadah kita untuk menyemai semua
kebaikan yang telah kita kembangkan dalam diri.
Dengan
cara pandang ini, maka setiap diri kita akan membangun hubungan sosialnya
dengan semangat partisipasi: menyebarkan bunga-bunga kebaikan di taman
kehidupan masyarakat kita.
Dengan
semangat ini, maka semua usaha kita untuk menciptakan keharmonisan sosial
menjadi niscaya. Bukan saja karena dengannya kita dapat menyebarkan kebaikan
yang tersimpan dalam diri kita, tetapi juga karena kita menciptakan landasan
yang kokoh untuk meraih kesuksesan, berkah kehidupan, dan kebahagiaan dalam
hidup.
Jika
kematangan pribadi merupakan landasan bagi kesuksesan sosial, maka kesuksesan
sosial merupakan landasan bagi kesuksesan lain dalam hidup, seperti kesuksesan
profesi.
Mata Air Ketujuh:
Kontribusi
Kehadiran
sosial kita tidak boleh berhenti pada tahap partisipasi. Harus ada langkah yang
lebih jauh dari sekadar itu. Harus ada karya besar yang kita kontribusikan
kepada masyarakat, yang berguna bagi kehidupan mereka; sesuatu yang akan
dicatat sebagai jejak sejarah kita, dan sebagai amal unggulan yang membuat kita
cukup layak mendapatkan ridho Alloh SWT dan sebuah tempat terhormat dalam surga-Nya.
Kontribusi
itu dapat kita berikan pada wilayah pemikiran, atau wilayah profesionalisme,
atau wilayah kepemimpinan, atau wilayah financial, atau wilayah lainnya. Namun,
kontribusi apa pun yang hendak kita berikan, sebaiknya memenuhi dua syarat:
memenuhi kebutuhan masyarakat kita dan dibangun dari kompetensi inti kita. Masyarakat
adalah pengguna karya-karya kita, maka yang terbaik yang kita berikan kepada
mereka adalah apa yang paling mereka butuhkan, dan yang tidak dapat dipenuhi
oleh orang lain. Akan tetapi, kita tidak dapat berkarya secara maksmal di luar
dari kompetensi inti kita. Karena itu, kita harus mencari titik temu di antara
keduanya.
Caranya
adalah sebagai berikut: buatlah peta kebutuhan kondisional masyarakat kita, dan
kemudian buatlah peta potensi kita, untuk menemukan kompetensi inti diri kita. Apabila
titik temu itu telah kita lakukan; menjemput momentum sejarah untuk meledakkan
potensi kita menjadi karya-karya besar yang monumental. Ini semua mengharuskan
kita memiliki kesadaran yang mendalam akan tugas sejarah kita sebagai pribadi,
sekaligus firasat yang tajam tentang momentum-momentum sejarah kita.
Mata Air Kedelapan:
Konsistensi
Sebagai
manusia beriman, kita meyakini sebuah prinsip, bahwa bagian yang paling
menentukan dari seseorang adalah akhir hidupnya. Maka, persoalan paling berat
yang kita hadapi sesungguhnya bukanlah mendaki puncak gunung, tetapi bagaimana
bertahan di puncak gunung itu hingga akhir hayat.
Mengukir
sebuah prestasi besar dalam hidup dan mempertahankannya hingga akhir hayat,
adalah dua misi dan tugas hidup yang berbeda; berbeda pada kapasitas energi jiwa
yang diperlukannya, berbeda pada proses-proses psikologisnya, berebeda pada
syarat suksesnya, dan berbeda pula pada ukuran kesuksesannya.
Untuk
dapat bertahan di puncak, kita harus menghindari jebakan-jebakan kesuksesan,
seperti rasa puasa yang berlebihan atau perasaan menjadi besar dengan
kesuksesan yang telah kita raih. Kita harus mempertahankan obsesi pada
kesempurnaan pribadi, melakukan perbaikan berkesinambungan, melakukan
pertumbuhan tanpa batas akhirm dan mempertahankan semangat kerja dengan menghadirkan
kerinduan abadi kepada surga dan kecemasan abadi dari neraka, serta
menyempurnakan semua usaha-usaha manusiawi kita dengan berdoa kepada Alloh
untuk mendapatkan husnul khotimah. Semua
itu agar kita menjemput takdir sejarah kita yang terhormat di bawah naungan
ridho Alloh SWT, dan agar kita kelak menceritakan episode panjang kepahlawanan
ini kepada saudara-saudara kita di surga.
Mudah-mudahan
sedikit resensi buku ini manfaat.
Wallohu’alam
bisshawab.
(jazakalloh
khoiron kepada ikhwah yang telah memberikan buku ini, mudah-mudahan Alloh
membalas kebaikan antum, aamiin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar