Senin, April 09, 2012

Sepuluh Resep Sukses Bangsa Jepang

Jepang.. dengan segala kemajuan bangsanya.. ternyata mempunyai etos kerja yang sangat tinggi..
Bahkan orang jepang pun sangat berperilaku islami. Sifat hormat terhadap orang tua, akhlak terhadap tetangga, saling memberi hadiah kepada orang lain selagi mendapatkan rezeki lebih, kemudian juga dengan sistem pendidikan formal yang mengajarkan moral dan perilaku hidup mandiri dan sopan santun.

Dalam sebuah buku yang sangat menarik yang ditulis oleh Bapak Romi Satria Wahono, dalam bukunya “Dapat apa sih dari universitas?” membagi sebuah tulisan menarik “Sepuluh Resep Sukses Bangsa Jepang” beliau adalah mahasiswa dari Indonesia yang sudah 10 tahun studi di jepang.
Inti dari tulisan ini yaitu kita mencoba belajar sisi jepang yang baik yang bias diambil untuk membangun negeri tercinta ini.

1. Kerja Keras
Sudah menjadi rahasisa umum bahwa bangsa Jepang pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika 1957 jam/tahun. Seorang pegawai di Jepang bias menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di Negara lain memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “”agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan “ oleh perusahaan.

2. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun-temurun bangsa Jepang. Bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut (harakiri) menjadi ritual sejak Era Samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pejabat (menteri, politikus) yang terlibat masalah korupsi atau gagal menjalankan tugasnya. Bagaimana mereka secara otomatis langsung membentuk antrean dalam setiap keadaan yang membutuhkan, pembelian tiket kereta, masuk ke stadion untuk nonton sepak bola, di halte bus, bahkan untuk memakai toilet umum di stasiun-stasiun, mereka berjajar rapi menunggu giliran. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum.

3. Hidup Hemat
Orang jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap antikonsumerisme berlebihan ini tampak dalam berbagai bidang kehidupan. Para ibu rumah tangga yang rela naik sepeda menuju took sayur agak jauh dari rumah, hanya karena lebih murah 20 atau 30 yen. Banyak keluarga Jepang yang tidak memiliki mobil, bukan karena tidak mampu, tapi karena lebih hemat menggunakan bus dan kereta untuk bepergian.

4. Loyalitas
Loyalitas membuat system karier di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan system di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan.

5. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, melainkan orang Jepang mempunyai kelebihan meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Kita bisa lihat mobil yang dihasilkan jepang, mobilnya relatif lebih murah, ringan, mudah dikendarai, mudah dirawat dan lebih hemat bahan bakar.

6. Pantang Menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun di bawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat jepang menyerah. Rentetan bencana terjadi pada tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, disusul dengan kekalahan perang, dan ditambah dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo. Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya jepang sudah berhasil membangun industry otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen).

7. Budaya Baca
Jangan kaget kalau anda dating ke jepang dan masuk ke kereta listrik (densha), sebagian besar penumpangnya, baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca.

8. Kerjasama Kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistic. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus dengan lan penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam bentuk kelompok.

9. Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatuh untuk mandiri. Irsyad, anak dari sang penulis (Romi Satria Wahono) sempat merasakan masuk TK (yoichen) di jepang. Dia harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bungkusan makan siang, sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hamper sebagian besar tidak meminta biaya kepada orangtua. Mereka mengandalkan kerja part-time untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang kepada orangtua yang nanti akan mereka kembalikan pada bulan berikutnya.

10. Jaga Tradisi
Perkembangan teknologi dan ekonomi tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan kebudayaannya. Budaya minta maaf masih menjadi refleks orang jepang. Pertanian merupakan tradisi leluhur dan menjadi aset terpenting di Jepang.

Bangsa Indonesia punya hampir semua resep orang jepang tersebut, hanya mungkin kita belum mengasahnya dengan baik.
Mudah-mudahan melalui tulisan ini, kita semakin termotivasi lagi untuk terus meningkatkan amalan-amalan kebaikan. Dan mudah-mudahan oleh Alloh diberikan kesempatan untuk melanjutkan sekolah di negeri sakura ini. Aamiin ya Robb. ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar