Rabu, Juli 13, 2016

Bunda...

Bunda, aku pernah berputus asa, terlempar oleh gelap yang segelap-gelapnya. Hampa, kosong dan menyakitkan. Tak tahu harus apa, tak tahu harus bagaimana. Hidup tapi serasa mati. Resah. Gelisah. Menakutkan. Sampai akhirnya aku mengenal apa itu harapan. Ia memang tak selalu bisa membawa pada kebahagiaan, ia juga tak selalu bisa mengisi kekosongan. Tapi ia telah membuatku bertahan, memberiku alasan untuk bertahan lebih lama, untuk berjuang, untuk lebih percaya dengan kekuasaan Tuhan.

Bunda, telah lama aku mencari tahu apa yang dimaksud dengan bahagia. Kenapa begitu sulit untuk kuraih. Begitu jauh, sulit sekali terjangkau. Lantas, aku mencoba untuk menysusun mozaik-mozaik kebahagiaan yang pernah menyapa. Sebagian harus kuhapus karena semu. Apakah layak disebut kebahagiaan jika hati tak tenang, jika dengan kebahagiaan itu banyak orang lain yang menderita. Akhirnya, aku bertemu dengan kenyataan yang mengajarkan kerja keras; lalu menerima kerja keras itu dengan penuh kesyukuran, apapun hasilnya. Dengan begitu kebagian bisa lebih nyata untuk dirasakan. Akhirnya, aku menyadari, bahawa kebahagiaan itu akan lebih nikmat dirasakan sambil mengurangi penderitaan orang lain.

Bunda, aku juga sangat menginginkan untuk hidup berkecukupan. Berbagai cara pernah kujalani untuk mencapainya. Mengumpulkan harta. Mengumpulkan segala. Tapi tak pernah bisa. Sulit sekali. Sampai aku menyadari bahwa orang yang berkecukupan adalah mereka yang bisa memberi, lain dari itu bukan.

Bunda, aku sangat malu ketika menyadari bahwa keluhanku adalah bukti dari ketidakdewasaanku. Karena ternyata, dewasa itu sangatlah relatif. Seseorang bisa dewasa untuk suatu masalah, tapi belum tentu untuk masalah yang lainnya. Orang perorang punya pengalamannya sendiri, punya latarbelakang yang membentuk dirinya sendiri. Tak manusiawi jika semuanya disamakan, lebih tak manusiawi lagi jika mengharuskan mereka untuk selalu sama dengan kita, untuk mengikuti segala keinginan kita.

Bunda, sekarang aku menyadari bahwa dewasa adalah pelajaran sepanjang hidup. Tak boleh berhenti untuk didalami, tak boleh selesai untuk diselami, tak boleh berakhir, tak boleh. Bahkan sejatinya, dewasa itu harus selalu ditambah, harus selalu digali, harus selalu ditingkatkan, dari masalah ke masalah, dari peristiwa ke peristiwa, dari fase hidup ke fase hidup yang lainnya. Dan pembelajarannya begitu unik, sangat spesial. Tak cukup sekali diajari, tak cukup berkali-kali, tak pernah cukup. Karena sebagaimana kesabaran, kedewasaan memang sengaja diciptakan Allah tanpa batas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar