Jumat, Februari 15, 2013

Renungan Dakwah



Tempat paling aman untuk bersembunyi adalah ruang kejujuran. Tempat yang paling nyaman untuk lari adalah lapangan pertaubatan. Layang-layang justru bisa terbang saat melawan angin. Jangan gentar saat memang harus menentang. Tetapi pastikan ada benang terhubungan pada-Nya.


Tiap orang hebat di kedudukan apa pun mulai bermasalah saat lebih berhasrat menjadi menarik daripada menjuangkan apa yang diyakininya. Tiap ahli bidang apa pun mulai bermasalah saat lebih berhasrat tunjukkan keahlian dibanding berkarya pada apa yang dicintainya. Tiap penyeru menuju jalan apa pun mulai bermasalah ketika terjebak pada kesibukan menanggapi saja, bukan bawakan gagasannya jadi amal.

Kata Al-Qur’an, tugas kita bukan jadi hakim, melainkan SAKSI yang baik agar kelak punya pembela saat jadi terdakwa di pengadilan-Nya. Setelah itu jadilah penyeru kebajikan. Kitalah penyala cahaya, bukan pengeluh gelap. Kita bawakan teladan sebelum mengenalkan. Maka, saat semua di sekitar terasa gelap dan sesak, curigalah bahwa kita ini yang dikirim Alloh sebagai cahaya tuk mereka. Berkilaulah!

Penyeru kebajikan percaya dan terpesona pada sekecil apa pun niat baik, bahkan yang masih malu. Tugas mereka menumbuhkannya. Para penyeru kebajikan terhubung ke langit dengan ibadahnya, menjadikan kerendahan hati sebagai penggenap bagi cantiknya kebenaran. Penyeru kebajikan ialah wujud rahmat-Nya; lembut hati dan pemaaf, memudahkan bukan mempersulit, membawa kabar gembira dan tak membuat lari.

Sederhana itu memperindah semua. Yang miskin jadi kaya. Yang kaya jadi mulia. Yang jelata dipercaya. Yang berkuasa dicinta. Tiap orang akan mati di atas apa yang dia biasakan hidup padanya. Maka sekecil apa pun kebaikan sangat berharga tuk diistiqomahkan. Kebenaran hanya cantik, bila bersanding dengan kerendahan hati. Kebaikan hanya manis, jika dibersamai ketulusan jiwa. Rasakanlah!

Pandai, tampan, shalih; itu memesona. Tetapi mengunjuk-unjukkan pada sesama bahwa kita pintar, rupawan, atau taat; pasti memuakkan. Berbahagialah dia yang berhasil sembunyikan ibadahnya dari mata manusia, tetapi mampu tampilkan bekas indahnya berupa akhlak mulia.

Tiap musibah telah diukur kadarnya; takkan lampaui apa yang bisa ditanggung. Jadi yang diuji-Nya bukan kemampuan, melainkan kemauan. Tiap penghalang di jalan kehidupan tertakdir ada untuk satu alasan sederhana: mengetahui sebesar apa tekad kita untuk melampauinya.

Melihat spion itu perlu. Tetapi sesekali saja. Merenungi masa lalu itu niscaya. Tetapi jangan sampai ia membelenggu langkah maju kita. Sebab kita tak tahu ke mana takdir membawa, mari syukuri ketidaktahuan itu dengan merencanakan dan upayakan yang terbaik. Mari kerjakan apa yang semestinya kita kerjakan. Sebab jika tidak, kita akan mendapat kesulitan yang semestinya tidak kita dapatkan.

Banyak hal tak kita minta, tapi ALloh tak pernah alpa berikannya. Maka pada apa yang kita mohon, jangan marah jika dapat yang lebih. Ikhlas tak selalu berarti ringan rasa hati kala melakukan. Yang berat itu jua keikhlasan, bahkan pahala sebanding kadar kepayahan. Yang ikhlas itu semurni susu; bergizi dan mudah dicerna. Jika tercampur kotoran dan darah; membuat muntah atau tertelan jadi penyakit.

Rasa, kata, dan laku yang ikhlas bagai susu; nikmat didengar dan dilihat, mudah dicerna jadi energi jiwa, menggerakkan amal sholih sesama. Sebaliknya; pikiran, ucapan, tulisan, dan tindakan, yang riya’ lagi kagum diri; ia memuakkan, dan jika tertelan menebar kefasikan. Ikhlas membuat syaitan tak sanggup hinggap, tak berdaya menggoda. Kesejatiannya rahasia, malaikat pencatat pun terhijab darinya.

Setiap nikmat membawa serta ujiannya. Ketamapanan Yusuf juga sepaket dengan iri saudara, perbudakan hina, goda wanita dan penjara. Setiap musibah seringnya juga jalan menuju kejayaan; di penjaralah Yusuf berjumpa rekan yang kelak merekomendasikannya pada Raja. Kekuasaan dipergilirkan, juga nasib kaum. Bani Israil di Mesir Berjaya bersama Yusuf; lalu Dinasti itu kalah; mereka diperbudak.

Niat-niat berkebajikan mendahului kita menghadap Alloh untuk mengetuk pintu-pintu karunia yang memampukan kita mewujudkannya. Cinta dan kebersamaan dengan mereka yang mulia, mengantar kita ke kedudukan yang mungkin takkan dicapai hanya dengan amal pribadi. Betapa susah mencari sahabat sejati. Sulit, sebab yang kau cari sahabat yang memberi. Sahabat untuk diberi, ah, banyak sekali.

Bersalah itu manusiawi. Menyangkal kesalahan itu menjatuhkan harga diri. Menyalahkan kesalahan itu menjatuhkan harga diri. Menyalahkan orang lain atas kesalahan kita, menjijikkan. Berbuat baik itu terpuji. Mengungkit-ungkit kebaikan; membuat risih. Menyuruh orang berterima kasih atas kebaikan kita; memalukan. Cara memperbesar kesalahan; dengan menganggapnya kecil. Cara memperbesar kebaikan; dengan menyembunyikannya dalam senyum Tuhan.

“Sesungguhnya orang-orang yang shalih dilipat-sangatkan bagi mereka ujiannya. Dan tidaklah menimpa seorang mukmin setusukan duri atau bahkan lebih ringan dari itu melainkan dihapus baginya kesalahannya dan ditinggikanlah derajatnya.” (Hadist Shahih Jami’us Shaghir No.1660)

Dan pesan Guru kami; Bacalah Al-Qur’an dengan menangis. Jika tak mampu, pura-puralah menangis. Lalu tangisilah kepura-puraanmu. Juga menghadirkan ke dalam hati nikmatnya surga (betapa belum layak kita) dan mengerikannya neraka (betapa dekat karena dosa)

Berbakti yang tak mudah; menyusuri getir di tiap langkah pengabdian; MENARI DI ATAS BATAS. Bergiat dalam makna mensyukuri; kemuliaan yang terjemput; BEKERJA MAKA KEAJAIBAN. Begitulah para peyakin sejati. Bagi mereka, hikmah hakiki tak selalu muncul di awal pagi; YAKINLAH, DAN PEJAMKAN AMTA. Menghayati ujian Ibrahim; lika-liku yusuf; tersuruknya Ayyub; berjayanya Sualaiman; pedih-pilunya Musa, Nuh dan Isa.

^_^

Mudah-mudahan manfaat. Wallohu’alambisshawab.
Diambil dari sebuah buku karya Ust. Salim A.Fillah: “Menyimak Kicau Merajut Makna”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar