Sebutlah Salim
namanya, santri di sebuah pesantren.
Saat itu
saat pelajaran di kelas pikirannya dipenuhi dengan gambaran tentang pena baru
yang dibeli temannya beberapa hari lalu, maka dia yang baru mendapatkan kiriman
uang dari orangtuanya berniat sekeluarnya dari kelas hari ini akan segera menuju
pasar membeli barang yang sama.
Ia memikirkan
gerangan warna apa yang akan ia pilih dan berharap-harap harganya tidak naik
sehingga ia masih memiliki kelebihan uang yang bisa dia belikan barang yang
lainnya..
Tiba-tiba
lamunan Salim buyar seketika tatkala gurunya memanggil namanya dan memintanya
maju ke depan kelas.
“Pergilah ke
pasar dan tetaplah berada disana sampai jam 12 siang nanti, lalu temuilah aku
jika kau sudah sampai kembali di pesantren ini.” kata gurunya kemudian.
Salim meski
tak mengerti untuk apa gurunya menyuruhnya ke pasar pergi juga dengan pikiran
dipenuhi kebingungan, sepanjang jalan pikirannya tak berhenti berpikir :
“Kenapa guru
mengeluarkan aku dari kelas? Sebenarnya pelajaran apa yang disampaikannya hari
ini? Dan bagaimana jika aku tertinggal kisah-kisahnya yang selalu banyak
dikisahkan diantara pembahasan pelajaran-pelajaran? Siapa yang akan aku minta
untuk mengulangkan untukku pelajaran-pelajarannya? Duuuh.. mengapa aku tadi
melamu dan tidak menyimak pelajaran?”
Pertanyaan-pertanyaan
itu terus membebani pikirannya hingga ketika ia sampai di pasar, ia tak lagi
ingat pena yang ingin dibelinya. Ia hanya duduk di depan pertokoan dan
membayangkan kelasnya, membayangkan wajah guru dan teman-temannya, membayangkan
pelajaran-pelajarannya hari ini yang tertinggal akibat lamunannya.
Dan ia
begitu menyesal..
Tepat jam 12
Salim kembali ke asrama dan menemui gurunya. Ia bertanya dengan hati-hati
mengapa sang guru mengeluarkannya dari kelas pagi tadi, dan guru itu pun
menjawab:
“Jasadmu di
pasar namun hatimu bersamaku lebih aku sukai daripada saat dimana jasadmu
bersamaku namun hatimu di pasar.”
Kisah ini
pernah diceritakan guruku diantara pelajaran-pelajaran indahnya dan beliau
melanjutkan dengan menyebut sebuah hadits yang rasanya sering engkau dengar:
“Alloh tidak melihat kepada jasad dan kulit
kalian akan tetapi yang Alloh lihat dari kalian adalah hati kalian.”
Sahabat…
Saat engkau mengerjakan sholat, jasadmu
ruku dan sujud. Sejatinya Alloh SWT lebih peduli kepada hatimu ada dimanakah
kala itu?
Saat tanganmu bersedekah kepada pengemis yang
datang di rumahmu, sungguh Alloh SWT lebih peduli kepada hatimu adakah
keikhlasan di dalamnya?
Saat jasadmu berpuasa dan perutmu menahan
lapar dan dahaga, Alloh SWT sedang melihat hatimu adakah lapar dan haus akan
rahmat-Nya ada disana?
Sahabat…
Saat kita diizinkan oleh-Nya beribadah,
mari kita kembali periksa langkah, koreksi hati..telusuri jiwa..
Adakah hati kita bersama dengan-Nya?
Sumber inspirasi:
Buku “Tutur Hati” oleh Ustadzah Halimah Alaydrus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar