Selasa, Januari 10, 2012

Karyawan Gratis Kader PKS


Karyawan Gratis Kader PKS

Ini pengalaman Bu Siti dan Bu Nur Rohmah saat melakukan Direct Selling (DS), menjelang kampanye dulu. Kegiatan itu untuk mendekatkan PKS, Partai Keadilan Sejahtera, kepada masyarakat secara langsung. Jadi kader-kader PKS akan mendatangi rumah-rumah warga, mengetuk pintunya dan bersilaturahmi untuk memperkenalkan jati diri partainya.


Bu Siti dan Bu Nur Rohmah bukan orang baru di partai ini. Sejak belum ada partai, mereka berdua sudah aktif di dalam dakwah. Itu sebabnya Bu Siti, beliau anggota majelis syuro 2005-2010, dan Bu Nur Rohmah, yang menjadi penggerak partai di DPW Papua, saat beliau masih di sana, datang dan ikut acara itu bersama teman-teman dari DPC PKS Ngaglik, panitia langsung mengarahkannya untuk mendatangi sebuah rumah besar di belakang Pasar Gentan. Sambil tersenyum akhwat itu bilang, “Rumah itu cocoknya untuk orang sekaliber Bu Siti dan Bu Nur,” kata mereka.

Bu Siti dan Bu Nur, tanpa rasa curiga, kenapa teman-teman seolah mengarahkannya untuk mendatangi rumah itu, mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Ternyata rumah itu adalah basis dari sebuah partai lama yang terhitung besar.

Saat sang pemilik rumah membukakan pintu, ia langsung mempersilakan pergi, bahasa halus dari mengusir, ketika tahu yang datang ke sana adalah orang-orang PKS.

“Mbak-mbak pergi saja, kita sudah mempunyai pilihan. Kita nggak mungkin terpengaruh dengan ajakan Mbak ini!” katanya tegas.

“Kita cuma mau silaturahmi, Pak. Ini dalam rangka PKS mendengar. Kita ingin mendengarkan aspirasi masyarakat.”

Tetapi, sang bapak tidak mau menerima jawaban itu. Ia tetap menyuruh mereka pergi. Keluarlah sang ibu, ibu dari bapak tersebut, demi kesopanan, sang ibu mempersilahkan masuk mereka berdua. Mereka pun duduk di ruang tamu. Lambang partai mereka disablonkan di dinding rumah, berukuran besar.

“Mbak, nggak usah diambil hati, ya. Anak saya ini, anggota dewan di DPRD Kabupaten. Wajar kalau ia terlihat melihat Mbak.”

Mereka berdua tersenyum, pantas saja.

Meski begitu, mereka bertiga terlibat dalam obrolan yang hangat, sebagai sesama ibu-ibu. Di tengah obrolan, sang bapak kembali ke ruang tamu.

“Wah, PKS ini curang. Belum saatnya kampanye kok sudah curi start!” cetusnya.

“UU kan sudah ada, Pak. Sekarang sudah boleh kampanye. Tetapi saya ke sini bukan dalam rangka kampanye, Pak. Ini sekedar silaturahmi.”

Di saat mereka sedang bercakap-cakap itu, nada panggil telepon Bu Nur berbunyi. Bu Nur mengangkatnya. “Jadi bagaimana? Ulu hatinya masih sakit? O, sekarang diare juga? Ya sudah, berarti obat yang dulu itu dihentikan saja, jangan diteruskan. Omeorazolenya tetap diminum ya?”

Sang bapak terlihat kaget mendengar dialog itu.

“Mbak-Mbak ini sebenarnya siapa to?”

“O ya, perkenalkan, Pak. Ini dr. Nur Rohmah, beliau sedang mengambil spesialis dalam di Rumah Sakit Sardjito. Insya Alloh, sebentar lagi lulus. Kalau saya Siti, saya juga masih kuliah S-3 di UGM, sehari0harinya saya dosen di sebuah PTS.”

Bapak itu kembali tertegun.

“Saya iri sama PKS. Mosok dokter, dosen mau diterjunkan di lapangan. Ibu-ibu ini apa dibayar untuk melakukan ini?

Mereka berdua tertawa mendengar pertanyaan itu.

“Kami melakukan ini bukan karena uang, Pak. Ini masalah keyakinan. Kalau apa yang kami bawa baik, mestinya itu dirasakan juga oleh orang-orang di sekitar kami. Kalau mereka tidak mengenal kami, bagaimana mereka tahu bahwa apa yang kami bawa kebaikan?”

“Wah, Bu, di partai kami, bahkan untuk memasang bendera, satu bendera saja dihargai lima ribu rupiah. Kalau nggak ada uangnya kami tak bisa bergerak. Bayangkan berapa yang harus kami keluarkan agar bendera kami selalu ada di ruas jalan? Sedangkan PKS. Kader-kadernya selalu mau bekerja gratis.”

“Bekerja ikhlas, Pak.”

Acara yang semula tegang itu pun akhirnya menjadi obrolan yang menarik, bahkan sempat juga berisi pemeriksaan dan konsultasi kesehatan anggota keluarga itu. Bu Nur bilang, “Saya belajar dari ketenangan Bu Siti. Meski kami sempat dibentak-bentak, Bu Siti menghadapinya dengan tenang, tak ada sedikit pun rasa takut dan gemetar.”

Bu Siti bilang, “Alhamdulillah barang Bu Nur, jadinya, keahliannya sebagai dokter bisa melunakkan hati sang bapak.”

Keesokan harinya, di kantornya, kantor anggota dewan, bapak tersebut bercerita kepada Pak Endri Nugroho, anggota dewan dari PKS.

“Salut aku kepada kader-kadermu. Sudah punya jabatan kok ya masih mau berjalan dari rumah ke rumah memperkenalkan partaimu. Tak dibayar lagi. Terus, kok ya yang didatangi aku! Kepadaku saja bisa begitu ya? Apalagi kepada orang yang belum punya pilihan, pasti banyak yang terpengaruh ya?”

^_^

Ada sebuah pesan yang disampaikan alumni saat dauroh rekrutmen, “KOMITMEN dan KEIKHLASAN akan sangat membantu kita untuk terus berjuang.”

^_^

Semangat selalu saudara/iku, dimanapun ranah kita, bekerjalah dengan keikhlasan. Mudah2an Alloh memberikan istiqomah dalam jalan tarbiyah ini..

^_^

Doakan juga tahun 2012 ini akan diadakan pemilihan gubernur jakarta. Mudah2an Alloh memberikan kemenangan dakwah.

#cerita diambil dari Buku Tarbiyah Madal Hayah, Chicken Soup for Tarbiyah.
#kalau ada uang, mungkin bisa membeli bukunya, banyak kisah penuh hikmah disana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar