Minggu, Januari 31, 2016

Minta Tolong

Kalau kita minta tolong ke makhluk, bakal banyak sekali hambatan. Musti pake biaya, nentuin tempat, dan janjian jamnya. Kita memang makhluk sosial, perlu bantuan orang lain. Tapi kita adalah hamba Alloh, Abdillah.

Menjadi Abdillah, sudah seharusnya sebelum minta tolong ke orang, minta tolong dululah ke Alloh. Nanti Alloh akan berikan jalan terbaik. Alloh akan tunjukkan musti ketemu dengan siapa, membaca buku apa, dan jalan-jalan terbaik-Nya.

Menjadi Abdillah, selalu berpegang teguh dengan ajaran Al-Quran. "Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Alloh) dengan sabar dan sholat." [QS. Al-Baqarah: 153]

Mintalah pertolongan dengan sabar dan sholat. Ambil air wudhu, gelar sajadah, sholat sunnah, baca Al-Quran, dan berdoa yang khusyu' kepada Alloh. Insya Alloh hati lebih tenang, dan Alloh akan tunjukkan jalan-jalan terbaik-Nya.

Hasbunalloh wani'mal wakil ni'mal maula wani'mannasir.
Semoga Alloh selalu jadi yang pertama, aamiin.

Rindu

Mungkin sekarang kita sedang berjauhan, jarang bertemu, jarang bertegur sapa.

Namun kalau hati sama-sama terpaut, jarak tak akan jadi penghalang. Aku akan selalu mendoakanmu agar kamu baik-baik saja. Semua aktivitasmu diberikan keberkahan oleh Alloh agar bernilai pahala.

Disini, aku sedang meneguhkan hati, memperbanyak ilmu, dan memantaskan diri agar nanti ketika kita bertemu, aku sudah siap membimbingmu. Membimbingmu menuju Surga yang kita rindukan, insya Alloh.

Kita akan membangun surga mulai dari rumah kita. Rumah kita jadi tempat yang nyaman untuk menguatkan hati dan tempat berbagi. Bukan karena mewahnya, tapi karena disana, akan diisi dengan kalam Alloh, dan ilmu kebaikan, insya Alloh.

Mungkin semua orang merindukan keluarga yang bahagia. Namun bagiku bahagia itu hanya bonus dari Alloh, yang utama adalah keberkahan. Karena dalam hidup akan kita temui ujian-ujian untuk menguji keimanan kita, namun jika Alloh berikan keberkahan, Alloh akan menolong urusan kita, insya Alloh.

Menyatukan dua insan dengan latarbelakang yang berbeda membuat kita akan banyak belajar. Belajar memahami, belajar mendengarkan curhat, belajar mengesampingkan ego, belajar untuk memberikan kasih sayang. Proses belajar itu yang akan membuat kita menjadi lebih dewasa, lebih bijak dalam hidup. Insya Alloh.

Hasbunalloh wani'mal wakil ni'mal maula wani'mannasir.
Semoga Alloh selalu menolong urusan kita, Aamiin Ya Robb.

Sabtu, Januari 30, 2016

Malam Minggu: Pacaran

Salah satu karunia Alloh terindah, saat kita ngumpul bareng keluarga, sama-sama ngumpul untuk belajar Quran.

Kesempatan malam ini aku bisa ngumpul bareng keluarga, dan sambil belajar Quran.

Adek Dini yang tahun depan Smp mau masuk Sekolah Islam Terpadu, lagi nyiapin hafalan buat tes masuknya.

Sekarang beliau udah masuk surat Al-Fajr.

"Ayo sini sama aak setoran."

"Aku masih belum hafal banget. Pelan-pelan gapapa ya ak."

"Iya tenang aja."

Motivasi ngafal Quran bukan sekedar cepet atau lambatnya kita ngafal. Tapi interaksi kita dengan Al-Quran. Semoga aja bukan hanya dibaca, tapi juga jadi akhlak keseharian. Akhlak Quran sangat mempesona. Tutur katanya baik, rendah hati, tidak menyakiti, hatinya bersih, jiwanya tenang, dan yang paling penting hatinya yakin ke Alloh. Selalu ingat ke Alloh.

Semoga Alloh izinkan aku bisa membangun keluarga yang Qurani, keluarga yang cinta dengan Al-Quran, yang bisa mengamalkan isi didalamnya, aamiin.

*Jadi malam minggu ini enaknya ngapain? Ya PACARAN (Perbanyak Baca Quran)

Ucapan Terimakasih

Ada cerita unik saat ngebuat ucapan terimakasih dari karya yang udah kita buat, salah satunya skripsi.

Saat itu lagi minta tanda tangan pengesahan skripsi dari dosen penguji, tiba-tiba disebelah ruangan terdengar percakapan antara dosen penguji dengan mahasiswi.

"Untuk orang ter-special *******. Ini siapa?"

"Itu pacar saya pak."

"Hapus nak. Kalo kamu tidak hapus, saya ga mau ngasih tanda tangan."

"Kok gitu pak? Emang ada masalah?"

"Jelas ada, kamu ga sadar?"

"Enggak pak, sah-sah saja dong saya tulis nama orang ter-special dalam hidup saya pak."

"Emang kamu yakin pacar kamu bakal jadi nikah sama kamu? Emang kamu yakin pacar kamu bisa jadi imam hidup kamu? Emang kamu yakin dia bakal setia menemani hidup kamu? Gimana kalo bukan? Gimana nanti kalo suami kamu ngeliat tulisan tersebut? Apa dia ga sakit hati?"

Jleb bangeeet nasehatnya.

Beliau adalah salah satu dosen di kampus statistik yang sangat sholeh dan cerdas. Beliau mengambil master dan doktor di jepang, beliau saat waktu sholat meminta break kuliah untuk sholat dahulu, semoga aja bisa ngikutin jejak langkahnya.

Kalo direnungin bener banget nasihatnya. Kita ga akan tahu takdir kita, sampai pada waktu yang Alloh tetapkan. Kita hanya berusaha dan mendoakan yang terbaik. Alloh Maha Tahu yang terbaik buat hambanya.

Kita akan menemui jalan takdirnya masing-masing, namun apakah kita mau mengambil dengan cara yang diridhoi Alloh, atau nauzubillah dengan cara yang dimurkai Alloh?

Semoga Alloh melindungi kita dari perbuatan dosa dan maksiat. Aamiin.

#notetomyself

Jumat, Januari 29, 2016

Coach Statistik

Kalo pengen cepet jadi expert kita musti berguru ke orang yang expert, berguru ke coach.

Nah, buat ilmu statistik, aku punya coach yang keren, namanya Ka Rusdin.

Beliau sekarang fokus di marketing research. Dari ilmu statistik bisa banyak manfaat kalo diaplikasikan.

Jadi semangat buat nuntut ilmu lagi, semangat buat nerapin ilmu, insya Alloh berhasil jadi consultant statistik, aamiin.

*hasil dari konsultasi dengan Ka Rusdin ba'da maghrib hari ini.

Hanya Kurang

Aku melihat hidup orang lain begitu nikmat,
Ternyata ia hanya menutupi kekurangannya tanpa berkeluh kesah..

Aku melihat hidup teman2ku tak ada duka dan kepedihan,
Ternyata ia hanya pandai menutupi dengan mensyukuri..

Aku melihat hidup saudaraku tenang tanpa ujian,
Ternyata ia begitu menikmati badai hujan dlm kehidupannya..

Aku melihat hidup sahabatku begitu sempurna,
Ternyata ia hanya berbahagia menjadi apa adanya..

Aku melihat hidup tetanggaku beruntung,
Ternyata ia selalu tunduk pada Allah untuk bergantung..

Setiap hari aku belajar memahami dan mengamati setiap hidup orang yang aku temui..
Ternyata aku yang kurang mensyukuri nikmatMu..
Bahwa di belahan dunia lain masih ada yang belum seberuntung yang aku miliki saat ini....

Dan satu hal yang aku ketahui, bahwa Allahu Rabbi tak pernah mengurangi ketetapanNya.
Hanya aku lah yang masih saja mengkufuri nikmat suratan takdir Ilahi...

Maka aku merasa tidak perlu iri hati dengan rezeki orang lain..

Mungkin aku tak tahu dimana rezekiku.. Tapi rezekiku tahu dimana diriku..

Dari lautan biru, bumi dan gunung, Allah Ta'ala telah memerintahkannya menuju kepadaku...

Allah Ta'ala menjamin rezekiku, sejak 4 bulan 10 hari aku dalam kandungan ibuku..

Amatlah keliru bila bertawakkal rezeki dimaknai dari hasil bekerja..
Karena bekerja adalah ibadah, sedang rezeki itu urusan-Nya..

Melalaikan kebenaran demi menghawatirkan apa yang dijamin-Nya, adalah kekeliruan berganda..

Manusia membanting tulang, demi angka simpanan gaji, yang mungkin esok akan ditinggal mati..

Mereka lupa bahwa hakekat rezeki bukan apa yang tertulis dalam angka, tapi apa yang telah dinikmatinya..

Rezeki tak selalu terletak pada pekerjaan kita, Allah menaruh sekehendak-Nya..

Diulang bolak balik 7x shafa dan marwa, tapi zamzam justru muncul dari kaki sang bayi, Ismail a.s.
Ikhtiar itu perbuatan.. Rezeki itu kejutan..
Dan yang tidak boleh dilupakan, tiap hakekat rezeki akan ditanya kelak..
"Darimana dan digunakan untuk apa"
Karena rezeki hanyalah "hak pakai", bukan "hak milik"...

Halalnya saja dihisab..dan haramnya diadzab..!

Maka, aku tidak boleh merasa iri pada rezeki orang lain..

Bila aku iri pada rezeki orang, sudah seharusnya juga iri pada takdir kematiannya.. astaghfirullaah al adzim..

Semoga bermanfaat.

Hafidz Dari Negeri Sakura

Inspirasi hafidz dari negeri sakura, Masya Alloh :)

Muslim Japan

Seru banget ngeliat aktivitas muslim di Jepang, ini salah satu video "Muslim Kids In Japan"
Insya Alloh bisa kesana buat nuntut ilmu, bismillah!
Ga ada yang gak mungkin, Alloh bersama kita :)

Kita belajar

Kita belajar

Bahwa tidak selamanya hidup ini indah, kadang Alloh mengizinkan kita melalui luka, pesakitan bahkan sesuatu yang kita sebut derita. Tetapi kita tahu bahwa Alloh tidak pernah meninggalkan kita, sebab itu kita perlu belajar menikmati hidup dengan bersyukur.

Bahwa tidak semua yang kita harapkan akan menjadi kenyataan, kadang Alloh membelokkan rencana kita. Tetapi kita tahu bahwa itu lebih baik dari yang kita rencanakan, sebab itu kita belajar menerima semua itu dengan ikhlas.

Ketika kaki sudah tak kuat berdiri, BERLUTUTLAH, ketika tangan sudah tak kuat menggenggam, LIPATLAH, ketika kepala sudah tak kuat ditegakkan, MENUNDUKLAH, ketika hati sudah tak kuat menahan kesedihan, MENANGISLAH, ketika hidup sudah tak mampu untuk dihadapi, BERDOALAH.

Dibelakangmu ada kekuatan yang tak terhingga. Dihadapanmu ada kemungkinan tanpa batas. Disekitarmu ada kesempatan yang tiada akhir. Lebih dari itu, di dalam dirimu ada Alloh yang selalu menyertaimu. Kasih sayang-Nya seperti lingkaran, tak berawal dan tak berakhir. Alloh Ar-Rahman, Ar-Rohim.


Muslim Yang Kuat

Muslim yang kuat lebih Alloh cintai daripada muslim yang lemah, meskipun keduanya terdapat kebaikan. (Al-Hadits)

Kamis, Januari 28, 2016

Agenda Malem Jumat

Agenda tiap malem jumat saat ini.
Benar-benar mantaf buat ngelatih otot.
Bukan sekedar beladiri, tapi juga ada budaya liqo seperti murojaah hafalan.
Semoga kita bisa memanfaatkan waktu kita untuk terus melatih kemampuan dan mendekatkan diri kepada Alloh.

Rahasia-Mu

OST. Tausiyah Cinta The Movie
- Judul Lagu : RahasiaMu
- Penyanyi : Suby & Ina
- Label : PositifArt Music
- Lagu RahasiaMu merupakan soundtrack dari sebuah film religi yang berjudul Tausiyah Cinta

LIRIK: RAHASIA-MU
Terasa habis air mataku
Berguncang hati hadapi kenyataan
Tuhan ada dimanakah oh diriMu
Berikanlah ku jawaban

Dan mereka yang sangat ku cinta
Berpaling dan tinggalkan luka menganga
Tak percaya ku hadapi
Ini sendiri

Berat terasa menghimpit dada
Sesak dan membuatku tak berdaya
Tersamar ku lihat cahaya kasihMu
Sadarkanku

Sujud syukurku padaMu Rahman
Atas semua yang tlah Kau bebankan
Berpeluh peluh menyibak
Rahasia Tuhan dibalik ujian

Dan mereka yang sangat ku cinta
Berpaling dan tinggalkan luka menganga
Tak percaya ku hadapi sendiri

Berat terasa menghimpit dada
Sesak dan membuatku tak berdaya
Tersamar ku lihat cahaya kasihMu
Sadarkanku

Sujud syukurku padaMu Rahman
Atas semua yang tlah Kau bebankan
Berpeluh peluh menyibak
Rahasia Tuhan dibalik ujian

Berat terasa menghimpit dada
Sesak dan membuatku tak berdaya
Tersamar ku lihat cahaya kasihMu
Sadarkanku

Sujud syukurku padaMu Rahman
Atas semua yang tlah Kau bebankan
Berpeluh peluh menyibak
Rahasia Tuhan dibalik ujian

Kasih Sayang Alloh

Kalo membaca siroh Rosul, siroh Shahabat, siroh Shahabiyah, benar-benar perjuangan yang luar biasa. Dibandingkan dengan kita belum ada apa-apanya.

Kisah Hijrah Rosul dan para sahabatnya. Ketika meninggalkan tempat, ia harus meninggalkan hartanya, meninggalkan keluarganya, dan kerabatnya. Ia hanya yakin dengan pertolongan Alloh.

Dengan kasih sayang Alloh akhirnya para sahabat yang hijrah bisa menemukan kebahagiaan. Kebahagiaan yang hakiki.

Kita akan dipertemukan dengan jalan-jalan hijrah. Hijrah yang akan membuat kita banyak mengambil pelajaran. Jadi lebih dewasa, lebih matang, insya Alloh.

Akan banyak peluang-peluang yang bisa kita tangkap. Mendirikan usaha, melanjutkan pendidikan yang lebih baik, ekonomi yang semakin baik.

Namun yang utama, luruskan niat kita. Niat karena Alloh, nanti kita akan diberikan rezeki dari jalan yang tak terduga. Kita akan diberikan pertolongan Alloh, karena kasih sayang Alloh. Insya Alloh.

Kasih sayang Alloh, meliputi seluruh makhluk. Kita akan dijaga Alloh, jika kita selalu istiqomah dijalan yang diridhoi Alloh. Insya Alloh, insya Alloh, insya Alloh.

Yakin! Hasbunalloh wani’mal wakil, ni’mal maula wani’mannasir. Lahaula walaquwata illa billahil ‘aliyul azhim.

Robbana atina milladunka rohmah wahayyi’lana min amrina rosyada.
(Ya Tuhan kami. Berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami)

Allohumma a’ini ‘ala dzikrika wasyukrika wahusni ‘ibadatik.
(Ya Alloh jadikan kami menjadi ahli dzikir, hamba yang selalu mengingat-Mu, menjadi ahli syukur, dan baguskanlah ibadah kami)


Ya Alloh, hanya Engkau sebaik-baik penolong. Tolonglah kami dalam setiap urusan kami, Aamiin Ya Robb, Ya Mujiib.

Meneguhkan Hati Untuk Berhijrah

Berikut ini adalah link video kajian dari Teh Ninih Muthmainnah
Tentang meneguhkan hati untuk berhijrah.
Isinya sederhana dan sampai ke hati.
Masya Alloh..

Selasa, Januari 26, 2016

Didoakan Malaikat

Salah satu jalan agar doa kita didoakan malaikat adalah:
Sholat, kemudian tilawah Quran, dan berdoa
Insya Alloh dikabulkan, Alloh Al-Mujib, Maha Mengabulkan doa.

Lebih dekat ke surga

Perjalanan yang panjang pada akhirnya kita akan kembali ke tujuan kita diciptakan untuk beribadah kepada Alloh.

Menjadikan Alloh sebagai tujuan.
Menghidupkan amalan-amalan sunnah dalan kehidupan.
Semoga menjadi jalan untuk lebih dekat ke surga.

Alloh Maha Baik, Alloh Maha Memelihara, Alloh Maha Penolong, Alloh Maha Penerima Taubat.

Banyaklah dzikir, tilawah Quran, sholat sunnah, mempelajari ilmu.
Insya Alloh urusan kita akan ditolong Alloh.
Alloh akan tunjukkan jalan-jalan terbaik-Nya, yang diridhoi Alloh.

Semoga Alloh berkahi setiap aktivitas kita, aamiin.

Senin, Januari 25, 2016

Sebuah Proses

Sebuah proses karena Alloh
Akan indah pada waktunya
Yakin! Insya Alloh akan berkah.
Alloh Maha Baik
Alloh Maha Pemberi Pertolongan
Alloh Maha Memelihara
Alloh Maha Pembuka
Alloh Maha Pemberi Rizqi
Alloh Maha segala-galanya
Perbanyaklah dzikir
Insya Alloh hati lebih tenang.

Nasib orang siapa tahu

Nasib orang siapa tahu
Begitu orang tua berucap dahulu
Dan padamu
Ucapan itu begitu nyata
Manusia terhadap nasibnya
Benar-benar jahil belaka

Aku dipertemukan dengan takdir-takdir yang tak diduga
Di suatu tempat yang tak kusangka
Ketemu dengan orang-orang baru
Ketemu dengan lingkungan baru
Perjalanan ini mengantarkan kepada suatu pembelajaran
Bahwa kita akan menggantungkan urusan kita hanya pada Alloh
Bukan pada saudara, orangtua, atau teman dekat
Kita akan belajar tentang kesederhanaan
Belajar tentang berbagi, komitmen
Menyebarkan dakwah dimanapun, kapanpun
Hingga saatnya takdir itu begitu manis
Yang kita kira derita
Nyatanya ia karunia yang begitu indah

Seperti Bunda Khodijah

Sebagai istri Bunda Khodijah pun teruji kesetiaannya.

Andai saja kamu dengar perbincangan suami istri itu pada suatu malam di masa-masa tersulit yang dialami keduanya. Masa dimana Nabi dan seluruh keluarganya diasingkan kaum quraisy. Hingga tak ada makanan dapat mereka peroleh kecuali dengan sembunyi dan tidur pun hanya beralas tikar pelepah kurma. Tak cukup menghangatkan tubuh di musim dingin.

"Aku merasa malu kepadamu, wahai Khodijah.." sang suami membuka percakapan.

"Dan mengapa pula kamu merasa begitu, wahai Rosul Alloh?"

"Sebab aku menikahimu dan engkau mulia di kaummu, kini kamu dicaci maki mereka. Aku menkkay dan kamu kaya raya, semua yang kamu inginkan tersedia. Kini kamu makan ala kadarnya bahkan seringkali harus menahan lapar di waktu yang lama."

Sang istri memandang wajah suaminya penuh cinta. Mengingatkan bahwa bahagianya bukan terletak pada gelimang harta atau dianggap mulia diantara kaum yang tidak mengenal Tuhannya. Bahagianya ada pada kebersamaan dengan sang tercinta, bahagianya ada pada pengorbanan dalam membela agama. Maka dia menjawab:

"Duhai Rosul Alloh... Hilangkanlah segala perasaan itu, engkau harus tahu. Jangankan sekedar harta, sebab seluruh tenaga, waktu, rasa, hidup dan matiku telah kupersembahkan untuk Alloh dan Rosul-Nya."

Alangkah indahnya ucapan itu..

Sungguh tulus hati dan jiwanya dalam pembuktian cinta kepada Alloh dan Rosul-Nya hingga para ahli sejarah menyimpulkan tentang Bunda Khodijah ini:

"Dia adalah seorang istri yang tidak pernah berkata TIDAK kepada suaminya."

Baginya... Untuk sang tercinta kata 'Tidak' telah hilang dari kamus hidupnya.

^_^

Pesan Bunda Khodijah yang sangat dalam, ketika ia sangat besar kontribusinya untuk Islam:

"Kalau hartaku sudah habis kuserahkan untuk agama ini. Izinkan ketika jasadku sudah wafat, gunakanlah tulangnya untuk dipakai membangun suatu jembatan yang bermanfaat bagi agama ini."

Begitulah Bunda Khodijah sang istri setia, orang yang pertama beriman, wanita mulia yang teruji kesabarannya, kebijaksanaan dan keimanannya.

Ketika menjelang wafatnya. Ia terbaring tak berdaya, sakit tidak seberapa lama kemudian menghebuskan nafas terakhirnya hanya beberapa minggu sesudah ia dan Suami kembali dari pengasingan di lembah.

Kewafatannya disambut ribuan bidadari yang menunggu kedatangan pimpinan mereka di bumi.

Nabi Muhammad Saw mengurusi sendiri jenazah istrinya, memandikan, mengkafani dan menguburkannya. Sementara sholat jenazah pada masa itu belum disyariatkan, beliau bahkan masuk ke liang lahat melepas istrinya sampai di saat paling terakhirnya di atas bumi.

Kepergian Bunda Khodijah menyisakan luka dan kesedihan yang dalam untuk sang suami Nabi Muhammad Saw, tak didustainya kesedihan besar itu. Ia bahkan terlihat jarang keluar rumah sesudah itu.

Ya, mungkin kamu seperti Bunda Khodijah...

Minggu, Januari 24, 2016

Pilihan Sejati

Karena pada hakikatnya, tidak ada cinta yang sejati, yang ada hanyalah pilihan yang sejati.
Untuk terus komitmen memperbaiki diri, saling menasihati dalam kebaikan, saling menyuport aktivitas kebaikan, dan terus Istiqomah.
Semoga Alloh berkahi, aamiin.

Halalkan: Sah! Sah! Sah! :)

Sabtu, Januari 23, 2016

Pelajaran

Perjalanan memang kerapkali mengubah kehidupan seseorang. Perjalanan menawarkan tempat dan suasana baru beserta paket perjalanan yang ada di dalamnya. Jika semua tempat menyajikan pembelajaran, maka seharusnya; semakin banyak perjalanan yang dilakukan seseorang, semakin banyak juga pelajaran yang didapatkan.

Syaratnya, ada hati yang menyertai perjalanan tersebut. Karena jika hanya fisik saja yang melakukan perjalanan, sementara hatinya tertinggal di tempat lain, sebuah perjalanan tidak akan terlalu berarti, karena hati yang bertugas untuk memaknai tidak ada di tempat, masih tertinggal di tempat yang lama.

#diorama

Jumat, Januari 22, 2016

Kunci Pembuka Pertolongan

Kalo ada masalah?
Cukuplah Alloh.
Cukuplah Alloh.
Cukuplah Alloh.

Lebih baik ambil air wudhu, sholat hajat, dan munajat kepada Alloh.

Ingatlah Alloh, maka hati kita akan tenang.

Karena Alloh Maha Besar, Alloh Maha Baik, Alloh Maha Pemberi Pertolongan.

Muslim Produktif

Rosululloh Saw mengajarkan kepada kita untuk memanfaatkan setiap waktu kita dengan baik.

Diisi hal yang baik, dan juga produktif.

Produktif! Menghasilkan karya yang bisa membawa manfaat bagi sebanyak-banyak orang.

Menjadi muslim itu menghargai waktu, untuk diisi jadi amal sholeh. Sholeh individu dan sosial. Insya Alloh.

Sama-sama Manusia

Yey, bentar lagi aku libur dong. Artinya, aku akan punya waktu yang lebih banyak bersama keluarga. Berantem sama adikku, ngerumpi bareng bunda, atau bercerita sama ayah. Jalan-jalan bareng, makan bareng, ngobrol bareng. Pokoknya menyenangkan.  

***

Kita sering sekali terjebak pada mekanisme hubungan formal antara anak dan orangtua, membuat hubungan begitu berjarak. Sulit untuk saling jujur dan terbuka. Peran mereka yang begitu luar biasa, yang melahirkan anak-anaknya, yang memeberi makan, memberi uang jajan, memberi tempat tinggal dan penghidupan lainnya; membuat kita memiliki kekhawatiran tersendiri untuk selalu terbuka dan jujur kepada mereka, terutama tentang kekurangan, kelemahan dan hal-hal yang dirasa kurang berkenan lainnya. Takut sekali mengecewakan mereka. Banyak sekali yang berusaha kita sembunyikan dari mereka. Akibatnya, orangtua kita tidak benar-benar mengenal anaknya karena anak-anaknya tidak leluasa menunjukan keasliannya, apa adanya, identitasnya sebagai individu.

Di sisi lain, sebagian besar orangtua juga lupa melihat anaknya sebagai manusia, terlalu banyak memandangnya sebagai anak, sebagai pewaris keturunan juga harapan keluarga. Lalu, mekanisme peran dan tanggungjawab itu jika tidak ditempatkan dengan proporsional, membuat hubungan menjadi kaku. Banyak sekali anak yang kesulitan mengucapkan kalau mereka sayang sama orangtuanya, begitu juga sebaliknya. Padahal, dibalik status dan peran sebagai anak atau sebagai orangtua, kita sama-sama manusia yang tentunya juga memiliki kebutuhan untuk dikenal dan diperlakukan sebagai manusia biasa, yang nyata juga sejajar. Tidak melulu sebagai anak, tidak selalu sebagai orangtua.

***

Orangtuaku mengerti betul tentang itu, bahwa dibalik peran kami masing-masing sebagai orangtua ataupun anak, kami juga sama-sama manusia. Dengan sedih senangnya, dengan segala kurang lebihnya. Entah dari kapan pemahaman itu tertanam. Sering sekali kami melepas peran kami sebagai anak atau sebagai orangtua ketika dibutuhkan, ketika peran itu membuat kami semakin jauh atau semakin tak terjangkau. Berbicara sejajar, sesama manusia yang perlu dukungan satu sama lain, sesama manusia yang membutuhkan hiburan ketika sedih, sesama manusia yang saling tolong menolong. Seperti kata ayah;

“Sesempurna apapun sebuah hubungan, seberapa banyakpun cinta yang di dalamnya, seberapa rekatpun kedekatan antar sesamanya, seberapa sucipun latar belakang yang melandasinya; selalu membutuhkan mekanisme yang tepat untuk bisa tetap bertahan, untuk tetap mengembangkannya pada tahap yang lebih dalam lagi.”

Itulah kenapa keluarga kami memiliki forum keluarga, forum perempuan antara aku dan bunda atau forum lelaki antar ayah dan adikku, atau acara-acara kebersamaan yang lainnya, atau dari cara-cara ayah bunda memperlakukan kami. Layaknya seperti manusia biasa; ayah terbuka tentang kesulitan dengan kerjaan kantornya, bunda yang kerepotan ngurusin rumah tangga, atau aku dan adikku yang bertanya dan bercerita ini itu. Ayah bunda juga tidak keberatan atau canggung untuk menceritakan perjalanan kehidupan mereka, jika itu dibutuhkan. Sering malah, bahkan dari cerita-cerita itulah kami lebih mengenal mereka.

Ayah dan Bunda melakukan tugasnya dengan baik untuk mendidik, mengayomi dan memberikan teladan, tanpa melupakan satu hal; diri sendiri. Bahwa seberapa banyak harapan yang mereka gantungkan kepadaku, seberapa inginnya mereka agar aku seperti ini seperti itu, aku tetaplah diriku sendiri yang tidak selalu bisa seperti apa yang mereka inginkan. Terkadang, aku yang mengalah, lebih sering mereka yang mengalah. Walaupun aku yang sering salah, ruang salah itu selalu bisa mereka manfaatkan menjadi ruang pembelajaran untukku. Seperti kata bunda;

“Kali ini mungkin bunda yang benar, tapi tidak selalu bunda yang salah. Setiap kita punya kebenaran dan kesalahan di sisi masing-masing. Tapi setidaknya, jangan biarkan hatimu berhenti bersuara. Dengarkan dengan baik, karena tak ada siapapun yang bisa memaksa hatimu.”

“Hanya saja, kita harus menggunakan akal dan perasaan secara bijaksana, karena; secerdas-cerdasnya akal enggak mungkin bisa mengerti bahasa hati, dan sebersih-bersihnya hati juga tidak selalu bisa menjangkau kemampuan akal. Mungkin kondisi bunda dulu berbeda dengan kondisi kamu sekarang. Bunda hanya bisa ngasih masukan seperti ini seperti itu, pada akhirnya kamu yang harus memutuskan. Kamu yang akan menjalankan.”

***

Maka, karena aku dan orangtuaku sama-sama manusia. Buatku, membahagiakan orangtua tak harus serepot menunggu menjadi orang sukses terlebih dahulu, mengiriminya uang rutin, atau memberikannya hadiah dari uang hasil keringat sendiri.Bisa jadi itu salah atu bagiannya. Tapi tentu saja bukan satu-satunya. Kasihan sekali orangtua kita jika hanya itu yang bisa kita berikan untuk membahagiakan atau membalas jasa-jasa mereka. Rata-rata kita baru bisa melakukan itu setelah bekerja, setelah lulus kuliah. Tentu saja kita dikejar target lain untuk membangun keluarga sendiri, dan jika sudah memiliki keluarga sendiri, sudah pasti juga intensitas untuk membahagiakan orangtua dengan jalan itu akan berkurang.

Buatku membahagiakan ayah bunda cukup dengan mengenal dan memperlakukan mereka seperti manusia yang lainnya dengan berbagi sedih bahagia atau sekedar tertawa bersama, mendengar keluhnya, sekedar memberikan perhatian kepada mereka atau dengan kebaikan-kebaikan kecil lainnya. Tentu saja dengan menghargai dan menghormati peran mereka sebagai orangtua.


***

“Assalamualaikum...”
“Waalaikumsalam... Eh, anak bunda udah pulang” bunda berhenti dari kerjaan menyapu terasnya
“Ye, ngaku-ngaku. Emang aku anaknya bunda? Orang aku anaknya ayah kok.”
“Putri...” bunda pura-pura marah dengan gagang sapu yang terangkat.


#diorama

Awan

“Barangkali, kita perlu berangkat dari sebuah pemahaman, bahwa; satu-satunya kelemahan manusia adalah memiliki banyak kekurangan. Sayangnya, tidak semua kekurangan bisa diperbaiki. Bahkan ada kekurangan yang cukup diselesaikan dengan sebuah penerimaan.”   

***

Itu nasihat bunda waktu aku sedang bingung terhadap sebuah rasa. Aih, kalian pernah mengalami perasaan aneh; ketika melihat, mendengar, atau menyaksikan orang yang kita kenal, sahabat-sahabat kita, mengalami kesuksesan terlebih dahulu dalam hidupnya. Ada senengnya sih, tapi sedikit. Yang banyak adalah pembandingan-pembandingannya; kapan aku bisa seperti itu, kenapa aku masih seperti ini, merasa lemah, belum bisa berbuat apa-apa, ketinggalan jauh banget, bahkan terkadang iri-iri gimana gitu. Intinya lebih banyak pikiran negatifnya daripada positifnya, walaupun biasanya itu cuma sesaat, akan lupa dengan sendirinya tapi cepet banget inget lagi kalau ketemu orang yang lainnya, apalagi kalau kondisiku belum berubah juga. Maka malam itu, bunda menceramahiku. Agak panjang kali ini, dan aku cuma bisa diam mendengarkan;

“Ini bukan tentang keberhasilan atau kegagalan mereka, sayang. Ini tentang Putri dan keyakinan Putri. Allah selalu punya rahasia tersendiri untuk masing-masing hambaNya. Bahkan sebenarnya hidup kita hanyalah pencarian untuk menemukan rahasia itu. Tapi kita tidak harus memahami semua rahasiaNya, yang harus benar-benar kita pahami adalah; kehidupan kita sudah Allah tetapkan. Karenanya penerimaan akan selalu menjadi hal paling indah dan bijaksana untuk menyikapi ketetapan itu. Allah itu Maha Baik kok, hanya saja perlakuan Allah terhadap kehidupan kita, seringkali disesuaikan dengan seberapa besar usaha kita. ”

“Lagipula, tidak semua jalan itu lurus dan mulus. Terkadang, kita harus berputar-putar terlebih dahulu untuk menemukan siapa diri kita sebenarnya, untuk mendapatkan apa yang benar-benar kita ingingkan, juga untuk menjadi seperti apa yang benar-benar kita mau. Syaratnya, kita harus tetap melangkah; tak peduli sepelan atau sependek apapun langkah itu. Tak peduli kita harus berputar berapa kali atau berputar kemana terlebih dahulu. Suatu hari, kesempatan itu pasti akan datang menemui kita. Kita hanya harus mempersiapkan diri untuk menyambutnya.”

“Bisa jadi kita akan kehilangan waktu untuk berputar-putar, tapi jangan sampai kita kehilangan pembelajaran dan kebijakan dari perjalanannya. Dengan begitu; semoga pembelajaran, kebijaksanaan dan kedewasaan itu cukup lunas untuk membayar waktu yang telah hilang, juga cukup kuat untuk melipatgandakan kebahagiaan yang didapat setelahnya.”

“Putri tahu? Terkadang, sadar ataupun tidak kita suka sekali memposisikan diri kita sebagai korban. Korban sistem lah, korban atas tidakbertanggungjawabnya orang lain, korban dari kesalahan orang lain atau berbagai macam rupa korban-korban lainnya.Merasa dengan begitu kita tidak bersalah, patut dikasihani, mendapatkan pembelaan juga pembenaran. Padahal lebih banyak dari kita yang menjadi korban dirinya sendiri. Baik korban perasaannya sendiri ataupun pikirannya sendiri. Perasaan dan pikiran yang menimbulkan ketidaksukaan dan kekecewaan yang sulit berkesudahan, yang membuat waktu terbuang percuma, membuat semangat kian menurun, atau sekedar menghasilkan karya yang kehilangan nyawa.”

“Padahal, kita selalu punya keleluasaan untuk menentukan pikiran kita, perasaan kita, juga tindakan kita ... “

***

“Eh, bunda salah ya, bunda terlalu cerewet ya? Maaf.” kata bunda dengan muka menyesal,  waktu sadar kalau aku banyak diemnya.

“Enggak kok Bunda. Kenapa ya Bun, terkadang aku kok ngerasa hidup ini kosong ya?”aku mulai bersuara.

“Nak, tanpa kekosongan, siapapun tidak akan bisa memulai sesuatu. Coba deh perhatikan langit di siang hari. Sepertinya, langit itu kosong. Tapi kita tahu, langit tidak pernah kosong. Ada banyak bintang. Bahkan tak terhingga banyaknya. Putri harus percaya itu. Langit itu cuma tertutup awan. Kalau Putri bisa menyibak awan-awan itu, Putri akan menemukan banyak sekali bintang. Dan dari sekian banyak bintang, akan ada satu atau lebih yang berjodoh dengan Putri, yang sesuai dengan takdir dan masa depan Putri, yang sesuai dengan jalan kehidupan Putri.” *

“Bintang itu bisa jadi kemampuan, cita-cita, keinginan, atau kelebihan Putri. Sedangkan awannya bisa berupa masa lalu yang menghantui, kegagalan yang pahit, kekhawatiran terhadap masa depan, ketidakberanian mengambil keputusan, kemauan yang belum ada, tidak percaya diri dengan potensi yang ada, enggan mencoba, bahkan sampai penyakit hati yang mematikan.”

***

“Eh, ikut bunda, yuk.”

Bunda menarik tanganku sebelum aku sempat bertanya mau kemana. Ternyata tak kemana-mana, hanya duduk di teras rumah;

“Putri, lihat langit deh. Banyak banget ya bintangnya. Tak lagi ada awan yang menghalangin. Putri suka bintang yang mana, mau bintang yang mana? Kalau bunda yang itu, itu, sama itu.”

Aku cuma senyum melihat tingkah bunda yang kayak anak-anak, dengan muka cerah dan tangan yang menunjuk-nunjuk ke langit. Ya, barangkali aku harus segera mungkin mengusir awan, agar bisa melihat dan menentukan bintang-bintangku.

“Enggak boleh yang itu bunda, itu kan punya Putri. Pokoknya enggak boleh. Bunda yang lain saja.”
“Tapi kan bunda yang duluan..”
“Enggak bunda, itu cocoknya buat Putri, bukan buat bunda..”
“Itu punya bunda...”
“Bukan, pokoknya punya Putri...”


 #diorama

Asumsi

Ih, aku sebel banget tahu enggak sih sama orang yang enggak tahu terimakasih. Dikasih hati minta jantung. Udah dibantuin bukannya merasa ngerepotin, malah keenakan, jadi manja dan keterusan. Udah gitu nih ya, pas kita yang lagi kesusahan dianya enggak mau bantuin coba. Banyak banget alasannya. Padahal ini kan tugas bareng-bareng, tanggungjawab bersama. Egois banget kan? Mau enaknya sendiri, lari dari tanggungjawab. Aduh, enaknya diapain ya orang model begini?

*** 

“Kebaikan itu bukan tentang pengakuan, sayang. Tapi tentang pembuktian. Tak penting seberapa banyak atau tinggi pengakuan yang didapatkan dari kebaikan yang kita lakukan. Yang paling penting kita memang benar-benar melakukan kebaikan itu, tak peduli mau diakui ataupun tidak. Berbuat baik saja. Itu sudah cukup.”

“Percayalah, Allah selalu punya cara tersendiri untuk menghargai dan membalas kebaikan kita. Jadi tak perlu repot-repot untuk mengharapkan balasan dari orang lain. Bahkan, balasan dari orang lain itu hanyalah salah satu cara Allah untuk membalas kebaikan kita. Masih banyak cara yang lainnya. Kita saja yang terlalu bebal untuk merasakan dan memikirkannya.”

“Tapi aku kesel, Bunda.”

“Iya, tapi bukan berarti kekesalan kita, juga ketidaksukaan kita terhadap seseorang membolehkan kita untuk menghakimi atau menyalahkan orang yang bersangkutan. Itu namanya tidak adil, sayang.”

“Maksudnya, Bunda?”

“Tadi cerita Putri terlalu berprasangka, terlalu menyalahkan. Terlalu menggunakan sudut pandang dan perasaan Putri, asumsi Putri. Padahal, asumsi tak selamanya benar. Padahal, itu masih belum pasti kan? Padahal, temen Putri belum tentu seperti yang tadi Putri bilang. Padahal, setiap orang selalu punya alasan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal. Sedangkan kita, tidak mungkin mengetahui segalanya. Bahkan tidak semuanya sesuai dengan apa yang kita lihat, kita dengar, dan kita baca; makanya tidak ada pilihan terbaik untuk menghadapi ketidakpastian dan kebelumjelasan, selain dengan berkhusnudzon.”

“Kalau ternyata khusnudzon kita salah bunda, maksudnya orang yang bersangkutan ternyata tidak sebaik yang kita sangka, malah jauh banget dari prasangka baik kita, bagaimana? Kan kesel juga jadinya, bunda.”

“Tidak ada yang salah dalam khusnudzon, sayang. Bahkan jikapun ternyata orang yang bersangkutan sangat jauh dari prasangka baik kita; kita tetap mendapatkan kebaikan. Setidaknya, hati dan mulut kita tetap terjaga dari perkataan dan prasangka yang tidak-tidak.”


***

Jika kalian melihat romantisme pada pasangan yang sedang berbahagia, atau persaudaraan sekelompok orang yang saling membahagiakan; percyalah, romantisme itu masih belum utuh seutuh-utuhnya. Karena sejatinya, [boleh percaya boleh tidak] bagian terpenting dari suatu romantisme selalu terletak dalam kebersamaannya dalam menyikapi penderitaan.

Bisa jadi Romeo dan Juliet tidak akan pernah menjadi legenda; jika saja Shakespeare, pengarang ceritanya tidak membumbui berbagai penderitaan cinta yang harus dijalani dalam alurnya. Dari konflik antar keluarga yang saling tidak sepakat, Juliet dinikahkan dengan orang lain; sampai bagian paling trgais sekaligus konyol; manakala Juliet meminum obat tidur sampai mati suri untuk beberapa hari demi menghindari pernikahannya dengan orang yang tidak dicintainya. Sialnya, Romeo tidak tahu kalau Juliet sedang mati suri. Demi kesetiaan dan penderitaan, akhirnya Romeo meminum racun dan mati di samping tubuh Juliet. Dan alangkah kagetnya Juliet ketika terbangun dan menemukan orang yang dicintainya sudah meninggal. Akhirnya, Juliet juga meminum racun dan meninggal. Dan, penyikapan terhadap penderitaan itu [terlepas dari benar salahnya tindakan bunuh diri mereka] yang membuat kisah Romeo dan Juliet menjadi sangat berkesan dan begitu fenomenal.

Kisah Ali dan Fatimah tidak akan se-mengharu-biru seperti yang kita dengar sekarang, manakala salah satu diantaranya berani mengungkapkan perasaannya sebelum mereka menikah. Bahkan bisa jadi, kisah cinta mereka akan menjadi cerita cinta yang biasa saja. Beruntung rasulullah menangkap sinyal itu lalu menikahkan mereka, lalu mereka baru saling mengakui kalau saling suka setelah menikah. Apa yang membuat romantis, tentu saja ‘penderitaan’ dan pengorbanan mereka dalam memendam rasa dan mengendalikan hati yang berbuah kebaikan dan kebahagiaan.

Kalau masih belum percaya juga, coba deh tanya sama ayah dan bundanya masing-masing; peristiwa apa yang paling berkesan dan memberikan pelajaran yang mendalam dalam kebersamaan mereka. Bisa jadi jawabannya beraneka rupa, tapi jika ditarik benang merahnya tidak akan jauh-jauh dari kebersamaan mereka dalam menghadapi penderitaan, ujian, musibah, masalah dan sejenisnya. Kalau jawabanny bukan begitu; ya sudahlah kalian boleh untuk tidak mempercayainya. :D

Ups, sayangnya bukan jenis romantisme model begitu yang pernah diceritakan ayah [yang itu cuma karanganku saja, :D], tapi jenis romantisme yang lain, dalam konteks yang berbeda tapi dengan makna yang tak jauh berbeda; tentang kebaikan yang putih, polos, tanpa syarat, dan tanpa asumsi; tentang kebersamaan dalam menghadapi penderitaan; juga tentang romantisme persaudaraan;  

***

Kawasan Sungai Yarmuk pernah menjadi saksi bisu dari tiga tatapan mata paling mesra sepanjang sejarah. Adalah Ikrimah bin Abi Jahal, Harits bin Hisyam, dan Suhail bin Umair, pemilik tiga tatapan mata itu. Ketika ketiganya sedang sekarat di medan perang, salah seorang sahabat memberikan air kepada Ikrimah. Ikrimah hendak meminum air itu, tetapi ketika matanya bertatapan dengan mata Suhail, Ikrimah tidak jadi meminumnya dan meminta kepada sahabat yang membawa air untuk memberikan airnya kepada Suhail;“barangkali dia lebih membutuhkan,” kata Ikrimah. Sesampainya air itu kepada Suhail, Suhail bertatapan dengan Harits, lalu mengatakan kata yang sama seperti yang dikatakan Ikrimah. Sesampainya air itu kepada Harits, Harits juga mengatakan hal yang sama;“barangkali saudara-saudaraku itu lebih membutuhkan daripada aku.” Akhirnya, ketiganya keburu syahid, tidak ada yang sempat meminum airnya.

***

“Bunda, bagaimana jika kita ingin meminta bantuan kepada orang lain untuk menyelesaikan tugas kita, tapi kita segan untuk memintanya, atau kitanya terlanjur berasumsi khawatir kalau orang itu tidak bisa menyeleasaikannya dengan baik? Sementara pilihannya sangat terbatas.”

“Kalaupun kita harus meminta bantuan kepada orang lain, karena segala keterbatasan kita;niatkan dalam hati kita, permohonan bantuan itu bukan untuk merepotkan saudara kita. Bukan juga sekedar meringankan beban kita. Tapi untuk menyediakan lahan kebaikan kepada yang bersangkutan, agar yang bersangkutan bisa menghasilkan kebaikan yang lebih banyak lagi, dan semoga dengan begitu Allah berkenan untuk lebih mendekatkannya kepada syurga.”

“Ayah kemana ya, Put? Kok jam segini belum pulang ya?”
“Bunda, kita itu harus berhusnudzon; enggak semuanya sesuai dengan apa yang kita lihat, apa yang kita dengar ...”

Aku sok bijak menggoda dan meniru perkataan bunda. Sebelum selesai, bunda keburu menarik pipiku. Gemes. 


#diorama

Kecerdasan

Kalian ada yang sedang dibingungkan oleh berbagai macam pilihan? Sekarang aku sedang mengalaminya. Membingungkan sekali. Sedang dibenturkan antara perasaan dan logika. Di satu sisi perasaan mengarahkan untuk mengambil yang ini. Di sisi lain logika tak menyepakatinya. Terkadang sebaliknya, sepakat dengan logika tapi perasaan tak kunjung tenang. Bagaimanalah ini jadinya, semoga bunda punya jawabannya.

***

“Tidak ada yang lebih jujur daripada hati nurani, Nak. Sedangkan logika tak selamanya benar.”

“Berarti Putri harus mengikuti perasaan Putri ya, bunda?”
“Tidak selalu, sayang. Perasaan berbeda dengan hati nurani. Tidak semua perasaan adalah nurani. Bahkan sebagain perasaan adalah jelmaan dari hawa nafsu. Sedangkan orang yang lebih banyak mengedepankan hawa nafsunya, akan tertutup hati nuraninya.”

“Terus jadinya gimana dong, bunda?”
“Sebelum mengikuti apa kata hati nurani kita, kita harus benar-benar jujur pada diri sendiri. Apakah itu benar dari hati yang sedalam-dalamnya, atau sekedar keinginan sesaat. Sekedar hawa nafsu yang memang masih belum benar-benar kita kendalikan.”


***

Beberapa tahun kemudian, aku baru bisa menangkap dengan utuh maksud bunda, ketika mengikuti salah satu seminar di kampus:

Otak kita, yang beratnya sekitar 1.5 kg terdiri dari 80% neocortex yang mengelola kecerdasan intelektual dan 20% lymbic system yang mengelola kecerdasan emosional dan spiritual. Uniknya, lymbic system memberikan peran 80% terhadap keberhasilan seseorang, sisanya yang 20% ditentukan oleh neocortex-nya. Kapasaitas neocortex seseorang adalah given, sesuatu yang benar-benar diberikan Tuhan dan tidak bisa berubah. Makanya, secara teori, IQ, indikator yang digunakan untuk mengukur kecerdasan intelektual seseorang cenderung bersifat konstan. Adilnya, untuk lymbic system, sangat bisa berubah. Masih bisa diusahakan untuk meningkat, bahkan adakalanya menurun. Sangat fluktuatif. Itulah kenapa persentasenya jauh lebih besar terhadap keberhasilan seseorang.

Kalau kecerdasan intelektual bisa membuat seseorang bekerja lebih mudah, maka kecerdasan emosional membuat seseorang hidup lebih nyaman dan bisa diterima oleh lingkungan. Sedangkan kecerdasan spiritual membuat seseorang mampu memaknai arti hidup dan kehidupan, memberikan kebahagiaan dan motivasi yang lebih kuat. Kecerdasan spiritual jugalah yang menentukan baik atau buruknya seseorang.  

Perasaan, hati nurani, dan sejenisnya masuk dalam naungan lymbic system. Berada pada tataran kecerdasan emosional dan spiritual. Sebangsa juga dengan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, kemampuan untuk bekerja sama, membuat orang lain merasa nyaman, kemampuan bersabar, bersyukur, bersosialisai, mengendalikan emosi, kepekaan, bertahan pada kondisinya yang berat, menyusaikan dengan kondisi dan yang lainnya. Semuanya ada di area lymbic system.

Itulah kenapa kita cenderung menyukai orang yang membuat kita nyaman, enak diajak bicara, punya perhatian yang cukup daripada sekedar pintar atau jago dalam bidangnya. Karena secara sadar ataupun tidak, orang-orang tersebut sedang menembak atau menyentuh sisi lymbic system kita. Teorinya, karena  lymbic system itu gudangnya emosi, dimana segala emosi tercipta disana, tentu saja jauh lebih mengena dan bertahan lebih lama daripada yang ditembak adalah neocortex­-nya. Itu juga yang menyebabkan kebanyakan kita cenderung lebih menyukai mata kuliah atau pelajaran yang diajar oleh dosen atau guru yang enak dan nyambung, ketimbang melihat esensi dari materinya.

Itu juga jawaban kenapa orang yang secara akademik biasa-biasa saja terkadang lebih berkembang dan lebih sukses daripada yang akademiknya bagus. Itu juga jawaban kenapa puluhan tahun belakangan ini, semenjak riset tentang otak itu ditemukan, perusahaan-perusahaan mempertimbangkan faktor kecerdasan emosional dan spiritual, melalui spiritual capital assesment, dinamika kelompok, teamwork test dan sejenisnya selain tes potensi akademik untuk menguji kemampuan intelektual calon pegawainya.

Kebetulan di keluargaku, bunda yang memiliki kecerdasan emosional yang paling oke. Ayah lebih dominan di kecerdasan intelektualnya. Kalau kecerdasan spiritual kayaknya mereka seimbang deh, bisa saling mendukung dan menutupi satu sama lain. Kalau anak-anaknya? Jangan ditanya, masih jauh banget soalnya. :)  

Kecerdasan mana yang lebih penting? Sedangkan di sekolah-sekolah dan universitas proporsinya cenderung lebih besar mengembangkan kecerdasan intelektual. Padahal kecerdasan intelektual hanya berpengaruh 20% dari kesuksesan seseorang.Tentu saja kecerdasan intelektual tetap penting, tapi kata rasulullah; “yang paling cerdas diantara kamu adalah yang mengingat mati.”

Kalau ngomongin tentang mati dan kematian, tentu saja hubungannya dengan kecerdasan spiritual.


***

“Bagaimana caranya mempertajam hati nurani, bunda?”

“Putri harus banyak berdekatan dengan yang menciptakan hati itu sendiri, dengan yang Maha membolak-balikkan hati, dengan Allah. Sering-sering berdiskusi dengan Allah, bertanya apa yang harus kita lakukan, bagaimana dengan ini, bagaimana kalau begini dan begitu. Dengan begitu semoga Allah selalu memberikan petunjuk, berada di belakang keputusan-keputusan dan tindakan kita, memberi jalan keluar dari arah yang tak diduga-duga. Percayalah, Nak. Tidak ada balasan dari kasih sayang Allah selain kebaikan dan kasih sayang yang jauh lebih besar lagi daripada apa yang telah kita lakukan.”

“Itu saja, bunda?”

“Tentu saja tidak, sayang. Itu yang utamanya. Tapi seharusnya dengan begitu kita bisa lebih mencintai antar sesama. Bukankah hanya mereka yang benar-benar mencintai Tuhannya yang bisa benar-benar mencintai antar sesama. Dan bukankah Ayah pernah cerita, siapa yang benar-benar mencintai Allah akan dicintai juga oleh sesama.”

“Makanya, kita harus membangun hubungan yang baik antar sesama. Saling tolong menolong, juga melakukan kebaikan yang sebanyak-banyaknya. Dengan begitu, kepekaan kita akan semakin meningkat. Dengan begitu juga petunjuk dan pertolongan Allah akan lebih cepat datang.”

“Putri, bantuin bunda nyiapin makan malam dulu yuk, nanti ceritanya kita sambung lagi.”
“Oke deh, Bunda.”

dan ayah punya cerita tersendiri tentang ini. Nanti deh, kita sambung lagi ceritanya. Selamat makan. Lho? :)

 ^_^

Kalian boleh sepakat boleh enggak ya; bagiku, tak ada hal paling menyakitkan di dunia ini selain dikecewakan. Apalagi, kalau yang mengecewakan adalah orang yang benar-benar kita harapkan. Apalagi, kalau yang bersangkutan adalah orang yang benar-benar kita andalkan. Apalagi, kalau yang bersangkutan adalah orang yang benar-benar kita percayai. Apalagi, kalau orang itu benar-benar sengaja banget buat mengecewakan kita. Apalagi, kalau yang bersangkutan harusnya tak pantas melakukan kesalahan seperti itu. Apalagi, kalau yang membuat kecewa itu enggak sadar kalau sedang mengecewakan orang lain, enggak sadar kalau dengan perbuatannya banyak banget mendzolimi orang lain. Huffh....

***

“Bisa jadi Putri benar, kalau tak ada hal paling menyakitkan di dunia ini selain dikecewakan. Sayangnya, sedikit yang menyadari bahwa kekecewaan itu perkara hati. Artinya, apapan jenis kekecewaannya; yang paling bersalah sekaligus dirugikan adalah pemilik hati yang merasa kecewa.”

“Kenapa bisa begitu, Bunda?”

“Lihat aja kondisi Putri sekarang; udah mukanya ditekuk gitu, bawaannya ngeluh melulu, hatinya juga pasti lagi kesel, pake nyalah-nyalahin orang lain segala, kerjaannya pada enggak beres, hidupnya jadi enggak tenang. Siapa yang rugi, coba? Enggak tahu deh orang yang mengecewakan itu sekarang lagi ngapain, mungkin jauh lebih tenang dan menikmati hidupnya daripada Putri.”

Idih, si bunda paling bisa deh nyindir aku. Aku cuma cengengesan, mengiyakan dalam hati perkataan bunda. Wajah bunda sudah bersahabat lagi, sudah berubah dari muka pura-pura galaknya.

“Berarti kita enggak boleh kecewa ya, Bunda?”

“Tentu saja boleh, sayang. Selama kita punya hati, selama itu juga kita punya hak untuk merasa kecewa. Catatannya, kekecewaan itu jangan sampai merusak diri sendiri. Merusak hati dengan berbagai prasangka dan kebencian, juga merusak hubungan antara orang yang mengecewakan dan dikecewakan. Cukuplah kekecewaan itu menjadi pembelajaran untuk kita. Pembelajaran untuk berusaha sekuat mungkin agar tidak mengecewakan yang lain, karena kita tahu bagaimana tidak enaknya dikecewakan. Pembelajaran tentang ketidaksempurnaan manusia, juga pembelajaran tentang sebuah penerimaan. Penerimaan terhadap segala kekurangan yang melekat pada manusia.”

“Biarlah kekecewaan itu menambah kesabaran kita, menguji seberapa kita menghormati dan menghargai kemanusiaan, serendah apapun manusia itu. Juga mengajarkan betapa tidak sederhananya sebuah kesalahan, apalagi proses maaf dan memaafkan. Biarkan kekecewaan itu memahamkan sebenar-benarnya arti ketulusan, untuk juga membantu memperbaiki kesalahan orang yang mengecewakan kita, agar yang bersangkutan tidak mengulanginya lagi, menjadi lebih baik, juga tidak mengecewakan yang lainnya.”

“Tapi itu susah banget tahu enggak sih, Bun?”

“Iya, bunda tahu. Sesuatu yang berhubungan dengan hati selalu saja rumit. Setidaknya kita harus membiasakan diri untuk berdamai dengan hati kita, berdamai dengan diri kita sendiri. Dengan begitu, kita bisa siap untuk berdamai dengan siapa saja. Dengan begitu, kita bisa lebih ringan untuk memaafkan orang lain. Dengan begitu kita bisa lebih bijaksana untuk menilai orang lain. Terkadang, kita suka sekali menilai dan meributkan kesalahan orang lain, tapi lupa untuk menilai dan meributkan kesalahan sendiri. Kita hanya mengingat keburukan orang lain, tapi melupakan kebaikan yang pernah mereka lakukan. Padahal seharusnya, yang harus kita ingat adalah keburukan kita dan kebaikan orang lain, bukan malah sebaliknya.”


***

Sudah pernah aku ceritakan sebelumnya bukan, kalau di keluargaku Bunda yang memiliki kecerdasan emosional yang paling tinggi. Orang yang kurang cerdas secara emosional, biasanya melupakan hal-hal yang rasional ketika emosinya tidak stabil. Misalkan, kalau kita lagi kesel atau kecewa ada yang bawaannya pengen marah melulu; ada yang lari dari kondisi; bahkan ada yang lari dari tugas dan tanggungjawab. Lupa kita masih punya banyak tugas harus diselesaikan, lupa kalau kita enggak nyelesain tugasnya bakalan banyak yang terdzolimi, lupa kalau sikap kita juga bisa merepotkan orang lain.

Kalau kalian sering mendengar ungkapan; dibalik laki-laki yang hebat selalu ada wanita yang hebat, menurutku yang dimaksud dengan wanita hebat itu adalah wanita dengan tingkat kecrerdasan emosional yang luar biasa. Soalnya, di sisi yang lain juga, banyak laki-laki yang hancur disebabkan oleh wanita yang tidak cerdas secara emosional; tidak tahu peran dan kedudukannya sebagai isteri; malah menuntut ini-itu yang tidak pada tempatnya. Mau lebih jelas lagi, yuk kita belajar dari beberapa bunda teladan sepanjang masa;

***

Aisyah bisa jadi memiliki kapasitas intelektual yang jauh lebih baik daripada Khadijah. Ah, bahkan katanya jika saja seluruh kecerdasan wanita dikumpulkan, kecerdasan Aisyah masih lebih tinggi. Tentu saja itu hanya perumpamaan untuk menggambarkan kecerdasan beliau. Toh sejarah mencatat dirinya sebagai orang ketiga terbanyak yang meriwayatkan hadis. Di usianya yang belia sudah hafal Al-Quran, dan forum keilmuannya merupakan yang tervaforit dikunjungi pasca kematian rasulullah.

Tetapi, bisa jadi kecerdasan emsosional Khadijah lah yang membuat posisinya tidak pernah tergantikan oleh Aisyah di hati rasulullah. Bahkan menjadikan Khadijah sebagai perempuan yang paling dicemburui Aisyah; padahal waktu itu Khadijah sudah meninggal.

Adalah Khadijah, perempuan paling setia pendukung rasulullah. Perempuan pertama yang mengimani ajaran rasulullah. Mendukung perjuangan rasul dengan segala harta dan jiwanya. Yang menenangkan rasul ketika mendapatkan wahyu, juga yang menenangkan  dan menghibur rasulullah ketika mendapat cacian dan hinaan. Cerita Khadijah dan rasulullah lebih banyak dipenuhi oleh episode-episode heroik, tentang perjuangan, pengorbanan, tentu saja setulus-tulusnya cinta.

Bukan berarti rasulullah tidak mengalami episode itu bersama Aisyah, hanya intensitas dan kondisinya saja yang berbeda. Bahkan beberapa episode sejarah, menunjukkan keunikan tersendiri dari pasangan Aisyah dan Rasulullah. Tapi sederhananya, potongan episode itu juga menunjukkan keunggulan kapasitas kecerdasan emosional Khadijah.

***

“Terus, Putri harus gimana dong sekarang?”
“Berdamai dengan diri sendiri, lalu berdamai dengan orang-orang yang mengecewakan Putri.”
“Berarti, Putri juga harus berdamai dengan bunda dong?”
“Hah?”

Aku tertawa melihat muka kaget bunda. Tentu saja aku bercanda. Dan langsung kabur sebelum bunda membalas dengan cubitan atau lemparan bantalnya.


#diorama